PENEMPATAN
PEGAWAI
Makalah ini
disusun guna untu memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia
Dosen Pengampu :
Enny Puji
Lestari, M.E.Sy
Di susun Oleh :
1.
Arif Zulbahri (141256710)
2.
Diana Indriyani (141260410)
3.
Eko Riyanto (141261510)
4.
Nyai Ayu A.P (141270610)
PROGRAM STUDI
STARATA SATU PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH
DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
– LAMPUNG
TAHUN 1437 H/2016 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya lah
makalah ini dapat selesai pada tepat waktunya. Makalah ini penulis buat sebagai
tugas makalah pada mata kuliah Manajamen Sumber Daya Manusia Perbankan Syariah.
Salawat serta salam tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang
menjadi tauladan bagi kita semua. Dalam pembahasan ini penulis fokus menelaah
tentang “ Penempatan Pegawai” sebagai
bantuan para pembaca untuk memudahkan melihat sumber informasi yang dibutuhkan.
Dalam pembahasan ini
penulis tidak secara langsung meneliti materi ini, tetapi mendapat pengetahuan
dari buku, artikel-artikel, dan internet. Maka dari itu, apa yang penulis
sajikan ini dapat diterima atau dipahami oleh pembaca, karena penulis merasa
isi dari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah
yang akan datang
Metro, 01 April 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan
masalah ....................................................................... 2
C. Tujuan.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Program
Pengenalan.................................................................... 3
B. Penempatan
Pegawai .................................................................. 10
C. Pemutusan
Hubungan Kerja........................................................ 17
D. Langkah-langkah
dalam proses seleksi........................................ 25
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
................................................................................. 36
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................... 37
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang
MSDM adalah
suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur sumber daya yang dimiliki oleh individu
dapat digunakan secara maksimal sehingga tujuan (goal) menjadi maksimal. Konsep
yang mendasarinya bahwa setiap karyawan adalah manusia, bukan mesin, dan bukan
semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian tentang Manajemen SDM menggabungkan
beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll.
MSDM juga
menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan,
pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan
dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia
melibatkan semua keputusan dan praktek manajemen yang mempengaruhi secara
langsung sumber daya manusianya MSDM diperlukan untuk meningkatkan efektivitas
sumber daya manusia dalam organisasi. Tujuannya adalah memberikan kepada
organisasi satuan kerja yang efektif.
Untuk
mencapai tujuan ini, studi tentang manajemen personalia akan menunjukkan
bagaimana seharusnya perusahaan mendapatkan, mengembangkan, menggunakan,
mengevaluasi, dan memelihara karyawan dalam jumlah (kuantitas) dan tipe
(kualitas) yang tepat. MSDM membicarakan potensi besar tenaga kerja manusia
yang merupakan motor penggerak faktor-faktor penunjang kegiatan manajemen SDM
faktor-faktor penunjang kegiatan manajemen yang harus dimanfaatkan sebaik
mungkin melalui sinergi dengan lingkungan. Tidak bisa dipungkiri, perubahan
teknologi yang sangat cepat, memaksa organisasi untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan usahanya.
MSDM
mempunyai kewajiban untuk memahami perubahan yang semakin komplek yang selalu
terjadi di lingkungan bisnis. Ia juga harus mengantisipasi perubahan teknologi,
dan memahami dimensi internasional yang mulai memasuki bisnis, akibat informasi
yang berkembang cepat. Perubahan paradigma dari MSDM tersebut telah memberikan
fokus yang berbeda dalam melaksanakan fungsinya didalam organisasi. Ada
kecenderungan untuk mengakui pentingnya SDM dalam organisasi dan pemusatan
perhatian pada kontribusi fungsi SDM bagi keberhasilan pencapaian tujuan
strategi perusahaan.
Hal ini
dapat dilakukan perusahaan dengan mengintegrasikan pembuatan keputusan
strateginya dengan fungsi-fungsi SDM. Dengan demikian, maka akan semakin besar
kesempatan untuk memperoleh keberhasilan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa itu Program
pengenalan ?
2.
Apa itu Penempatan
Pegawai ?
3.
Apa itu
Pemutusan Hubungan Kerja ?
4.
Bagaimana
Langkah-langkah dalam proses Seleksi ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui apa
itu program pengenalan
2.
Mengetahui apa
itu penempatan pegawai
3.
Mengetahui apa
itu pemutusan hubungan kerja
4.
Mengetahui bagaimana
langkah-langkah dalam proses seleksi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Program Pengenalan
Setiap karyawan/pegawai yang
tergabung dalam sebuah lingkungan kerja harus melewati proses pengenalan
(orientasi). Orientasi atau pengenalan dilakukan agar karyawan/pegawai yang
baru direkrut dapat mengenal dan mengetahui apa yang harus dikerjakan dan
bagaimana mengerjakannya.
Orientasi adalah aktivitas-aktivitas
yang menyangkut pengenalan individu terhadap organisasi, penyediaan landasan
bagi karyawan baru agar mulai berfungsi secara efektif dan menyenangkan pada
pekerjaan yang baru.[1]
Menurut Gary Dessler (2003),
Orientasi (pengenalan) karyawan adalah prosedur untuk memberikan kepada
karyawan baru tentang perusahaan.
Orientasi meliputi pengenalan
karyawan baru terhadap perusahaan, fungsi- fungsi, tugas-tugas, dan
orang-orangnya.
Salah
satu teknik yang sangat lumrah digunakan untuk mencoba mengurangi jumlah
pegawai baru yang minta berhenti adalah dengan menyelenggarakan program
pengenalan, yang juga dikenal luas sebagai program orientasi.
Keberhasilan
suatu program pengenalan sangat tergantung pada sikap para pegawai lama dalam
interaksinya dengan para pegawai baru selama masa pengenalan berlangsung. Sikap
positif para pegawai lama terhadap organisasi, tugas dan para pegawai lainnya
jauh lebih penting dengan kemampuan memberikan penjelasan tentang berbagai
kegiatan yang berlangsung dalam organisasi.
Ukuran
kualitatif yang harus dipenuhi sebagai dasar penelitian dari proses
pengenalan/orientasi anatara lain[2] :
a)
Karyawan/pegawai
harus merasa diterima dan nyaman
b)
Karyawan/pegawai
memahami organisasi/perusahaan dalam makna luas.
c)
Karyawan/pegawai
mengetahui apa yang diharapkan organisasi/perusahaan dalam hal perkerjaan dan
perilaku
d)
Karyawan/pegawai
mulai menyesuaikan diri dengan ara organisasi/perusahaan bertindak dalam
melakukan banyak hal.
Program
pengenalan akan semakin efektif apabila digunakan pendekatan formal dan
informal. Berarti penyelenggaraanya tidak hanya didasarkan pada berbagai
kegiatan terstruktur, tetapi juga kegiatan tidak terstruktur. Tidak hanya itu.
Penyelanggaraan program pengenalan mutlak perlu melibatkan dua pihak, yaitu
satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia dan para manajer yang menjadi
atasan langsung para pegawai tersebut. Sudah tentu antara kedua belah pihak
terjadi pembagian tugas yang rapi, misalnya para pejabat atau petugas pengelola
sumber daya manusia memberikan penjelasan yang bersifat umum, sedangkan para
manager memberikan penjelasan tentang seluk-beluk pekerjaan yang akan dipercayakan
kepada para pekerja baru tersebut.[3]
Proses
pengenalan berhubungan dengan pemberian informasi awal kepada karyawan/pegawai
mengenai lingkungan kerja, tujuan organisasi/perusahaan, prestasi dan
lain-lain, sehingga mereka dengan biasa menyesuaikan diri dan cepat memberikan
kontribusi kepada perusahaan/organisasi.
1)
Tujuan Pengenalan
Tahap induksi dari orientasi
melibatkan interaksi antara karyawan baru dan program-program orientasi formal.
Dalam aktivitas ini karyawan baru biasanya mempelajari hal-hal berikut :
·
Sejarah organisasi
·
Deskripsi produk dan jasa yang dihasilkan organisasi
·
Struktur, otoritas, dan hubungan tanggung jawab di
dalam organisasi.
·
Hukum, peraturan, dan kebijakan-kebijakan mengenai
hal-hal seperti keselamatan kerja, jam makan siang, dan metode komunikasi-
komunikasi formal.
·
Kebijakan-kebijakan sumber daya manusia yang meliputi
kompensasi, tunjangan, dan jasa-jasa karyawan lainnya.
·
Menjumpai rekan-rekan karyawan lainnya secepatnya[4].
Program the quality from the start menggambarkan
beberapa dimensi penting dalam program pengenalan. Pertama, pengenalan haruslah
melibatkan manajer dari karyawan baru tersebut. Tidak hanya untuk memulai
hubungan saja, tetapi juga memungkinkan karyawan mendapatkan detail yang khusus
tentang pekerjaan mereka. Kedua, pentingnya meminta pendapat dari karyawan lama
untuk isi program. Ketiga, dari sisi pandangan sistem, survei tindak lanjut
memberikan.
Program-program
orientasi formal biasanya bergantung pada departemen sumber daya manusia. Program
orientasi “dua tingkat” digunakan karena isu-isu yang dicakup dalam orientasi
masuk dalam dua kategori luas: topik-topik umum yang penting bagi sebagian
besar karyawan baru dan isu-isu spesifik berkaitan dengan pekerjaan yang hanya
penting bagi para pemegang jabatan tertentu saja.
2)
Aspek Organisasional
Telah
dikemukakan di atas bahwa salah satu program pengenalan adalah agar para
pegawai baru dalam waktu yang relatif singkat memahami kultur, nilai-nilai dan
kebiasaan-kebiasaan organisasi. Pemahaman tersebut diharapkan berakibat pada
terjadinya berbagai penyesuaian yang diperlukan oleh para pegawai baru yang
bersangkutan.
Kultur,
nilai-nilai dan tradisi sautu organisasi tentu mencakup berbagai segi yang
sangat luas. Karena itu pilihan topik –topik yang penting dan relevan secara
tepat menjadi sangat penting. Tujuh topik yang relevan diperkenalkan sebagai
berikut[5] :
1)
Sejarah organisasi. Keberadaan suatu organisasi tidak dapat dilepaskan
dari sejarahnya. Mengenalkan sejarah organisasi antara lain berarti mengenal
pendirinya, latar belakang sosial para pendiri tersebut, filsafat hidupnya,
tujuan pendirian organisasi, nilai-nilai dasar sejak berdirinya organisasi
dipegang teguh, perkembangan dan petumbuhan organisasi dari waktu ke waktu.
Melalui pemahaman sejarah organisasi, para pegawainya baru mengetahui posisi
organisasi sekarang dan ke arah mana organisasi akan bergerak dimasa depan.
2)
Struktur dan tipe organisasi. Telah umum diketahui bahwa pemilihan struktur dan
tipe organisasi tertentu dimaksudkan untuk dua kepentingan utama, yaitu :
a)
Mewadahi semua
kegiatan yang melembaga berdasarkan prinsip-prinsip organisasi yang rasional,
b)
Memperlancar
jalannya interaksi antara orang-orang dan berbagai satuan kerja sedemikian rupa
sehingga seluruh komponen organisasi bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat
meskipun didasarkan pada hubungan yang simbiotik.
Kedua hal tersebut perlu
dipahami oleh para pegawai baru karena dengan demikian mereka mengetahui dengan
pasti di mana kedudukan mereka dan peranan apa yang diharapkan dari mereka.
3)
Nomenklatur dan titeatur yang digunakan. Dalam setiap organisasi digunakan nomenklatur dan
titlelatur tertentu. Pemahaman tentang berbagai nomenklatur dan titlelatur
tersebut juga dirasakan penting, bukan hanya untuk demi pemahaman hierarki yang
berlaku, akan tetapi juga untuk kepentingan pemanfaatan berbagai jalur
komunikasi secara efektif.
4)
Pengenalan para pejabat. Pekerja adalah anggota suatu keluarga besar yang
perlu ditumbuhsuburkan. Akan tetapi usaha penumbuhsuburan itu tidak mengurangi
peranan orang-orang yang mendapat keperayaan memangku berbagai jabatan
manajerial dan eksekutif.
5)
Tata ruang dan tata letak fasilitas kerja. Salah satu cara menghilangkan cara yang
berkotak-kotak itu adalah dengan menata ruang sedemikian rupa sehingga
menggambarkan kesamaan gerak berbagai komponen yang ada, meskipun setiap
komponen mempunyai tugas yang sifatnya spesifik berbeda dengan
komponen-komponen yang lain. Artinya tata ruang dan tata letak fasilitas kerja
haruslah sedemikian rupa sehingga menumbuhkan rasa kebersamaan.
6)
Berbagai ketentuan normatif. Dalam setiap organisasi selalu terjadi formalisasi
berbagai ketentuan yang bersifat normatif yang mengikat semua orang dalam
organisasi yang bersangkutan. Formalisasi disini merupakan peraturan permainan
yang harus ditaati dan berlaku bagi semua orang dalam organisasi. Salah satunya
merupakan pengenaan sanksi kepada anggota yang melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan-kentuan normatif itu.
7)
Produk organisasi.
Setiap pegawai baru harus mengetahui dengan tepat apa “produk” organisasi dan
proses yang ditempuh untuk menghasilkan “produk” tersebut. Dengan mengetahui
proses tersebut, kegiatan berlangsung dangan efesien dan efektif. Kegiatan ini
berlangsung dimaksudkan agar jangan sampai terjadi pemborosan sumber daya,
dana, tenaga dan waktu, dan yang terutama “kosumen” produk tersebut merasa puas
dan terlayani dengan baik.
3.
Kepentingan Pegawai Baru
Telah
dijelaskan sebelumnya bahwa penyelenggaraan program pengenalan bersifat dua
arah. Artinya melalui program pengenalan itu bukan hanya berbagai kewajiban
pegawai baru yang diketengahkan, akan tetapi apa yang menjadi haknya pun pada
kesempatan ini dijelaskan.
Selama
masa pengenalan, pegawai baru tentu ingin mengetahui lebih mandalam dan
berbagai hal yang menyangkut kepentingannya. Hal yang menyangkut kepentingan
pegawai baru itu adalah[6] :
a)
Penghasilan.
Sebagian besar orang, bekerja sebagai pegawai berarti mencari nafkah. Dengan
demikian dalam diri pegawai/pekerja baru pasti terdapat keinginan untuk
mengetahui jumlah penghasilannya. Yang dimaksud penghasilan disini adalah “take-home pay”, yaitu jumlah uang yang
diterimanya pada setiap ganjian. Dan meliputi berbagai komponen imbalan seperti
gaji pokok, berbagai jenis tunjangan dan imbalan lainnya.
b)
Jam Kerja.
Pada umumnya jam kerja yang berlaku ialah empat puluh jam setiap minggu. Ada
perusahaan yang memberlakukan empat puluh jam kerja itu yang dibagi dalam enam
hari kerja, tetapi ada pula yang memberlakuykan lima hari kerja. Disamping itu, dalam setiap kerja terdapat
kesempatan untuk istirahat, seperti makan siang. Terdapat pula ketentuan kerja
lembur apabila tugas pekerjaan menuntutnya. Pegawai/pekerja baru ingin
memperoleh kejelasan tentang hal ini. Dimaksudkan agar yang bersangkutan dapat
mengatur pengunaan waktunya sedemikian rupa sehingga ketentuan jam kerja itu
dapat dipenuhinya dengan tepat, sekaligus dapat mengalokasikan sisa waktunya
untuk berbagai kepentingan pribadi dan keluarga dengan baik.
c)
Hak cuti.
Setiap pekerja/pegawai berhak cuti dalam setiap tahun kerja. Biasanya hak cuti
itu adalah selama dua belas hari kerja. Dalam kurun waktu tersebut pegawai yang
bersangkutan mendapat gaji penuh dan waktu cuti itu diperhitungkan sebagai
bagian masa aktif untuk perhitungan pensiun kelak.
d)
Fasilitas yang disediakan oleh organisasi. Fasilitas yang disediakan oleh organisasi bagi
para pekerjanya sangat bervariasi. Misalnya asuransi, fasilitas antar jemput
pekerja, mess dsb
e)
Pendidikan dan pelatihan. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan melaksanakan tugas pekerjaan dan program pengembangan kemampuan para
pegawai yang bersangkutan dimasa mendatang.
f)
Perihal pensiun.
Hal ini perlu dilakukan sebuah perusahaan/organisasi untuk memberikan jaminan
kelak diusia tua yang sudah mengabdi disebuah perusahaan yang cukup lama.
Perusahan juga memberikan segi-segi kebijaksanaa pensiun yang relevan mencakup
usia pensiun, hak-hak seorang pegawai yang berhenti dengan hak pensiun,dan
kewajiban pegawai selama aktif menjadi pegawai.
4.
Ruang Lingkup Tugas
Salah satu aspek kegiatan pengenalan yang tidak
kalah pentingnya memperoleh perhatian yang sunggug-sungguh ialah penjelasan
yang lengkap tentang ruang lingkup tugas yang akan menajdi tanggung jawab
pegawai baru yang bersangkutan. Penjelasan dimaksud disini tidak hanya
menyangkut segi-segi teknikal dari tugas tersebut seperti lokasinya, aktivitas
yang harus dilakukan, persyaratan keselamatan kerja, perlunya kerja sama sesama
pegawai, koordinasi dan hal-hal lain yang menyangkut sikap seorang pegawai
baru.
Hal yang sangat penting ditekankan ialah bahwa
betapa pun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan dapat bekerja secara
baik apabila bekerja sendirian, apalagi terlepas kaitannya dengan tugas-tugas
lain yang dilakukan oleh para pekerja yang lain[7].
Ada aspek lain dari penekanan kuat tentang
keperilakuan ini, yaitu bahwa dalam diri pegawai baru harus segera tertanan
keyakinan bahwa ia melakukan seseuatu yang penting bagi organisasi/perusahaan
dan bahwa ia akan mendapat perlakukan sebagai individu dalam jati diri yang
tidak akan tenggelam dalam arus pekerjaan yang anoim.
Kesimpulan
Pengenalan
(orientasi) adalah aktivitas-aktivitas yang menyangkut pengenalan
individu terhadap organisasi, penyediaan landasan bagi karyawan baru agar mulai
berfungsi secara efektif dan menyenangkan pada pekerjaan yang baru. Orientasi
meliputi pengenalan karyawan baru terhadap perusahaan, fungsi- fungsi, tugas-tugas,
dan orang-orangnya. Tujuan orientasi ini bagaimana membuat karyawan mengetahui
visi misi perusahaan sehingga mereka dapat menerterjemahkan apa yang menjadi
tugas dan tanggung jawab mereka. Kemudian memberikan informasi tentang aturan
rutinitas yang berlaku dalam organisasi.
B.
Penempatan Pegawai
Penempatan
sumber daya manusia adalah sauatu proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada
karyawan yang lulus dalam seleksi untuk dilaksanakan secara continue dan
wewenang serta tanggung jawab yang melekat sebesar porsi dan komposisi yang
ditetapkan serta mampu mempertanggungjawabkan segala risiko yang mungkin
terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab tersebut.
Pada
hakekatnya yang menjadi sasaran proses penempatan sunber daya manusia adalah bidang berikut ini:
1.
Mengisi formasi
atau lowongan pekerjaan yang tersedia dalam perusahaan
2.
SDM yang baru
lulus tidak terlalu lama menunggu diangkat dan apa yang akan dikerjakan
3.
Menempatkan
seseorang yang tepat pada posisi yang tepat
4.
Agar perusahaan
dapat bekerja efisien dengan memanfaatkan SDM yang tepat tersebut[8]
Keuntungan
bagi perusahaan dengan menempatkan SDM yang tepat adalah sebagai berikut:
1.
Perusahaan
dapat mengisi lowongan pekerjaan
2.
Perusahaan
dapat meningkatkan semangat dan kegairahan kerja
3.
Perusahaan
memperoleh ide-ide baru dalam pengembangan perusahaan
4.
Terdapat
suasana kerja yang harmonis, karena orang bekerja sesuai dengan bidangnya[9]
Keuntungan
yang diperoleh SDM dengan adanya penempatan yang tepat sbb:
1.
Adanya
kepastian untuk memulai bekerja
2.
Kesempatan
untuk mengembangkan tenaga, pikiran
untuk kepentingan perusahaan
3.
Meningkatkan
kemampuan dengan menggali potensi diri
Meningkatkan disiplin, loyalitas, dan rasa percaya diri serta
tanggung jawab atas pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan
1.
Faktor yang
perlu dipertimbangkan dalam penempatan SDM
1.
Latar belakang
pendidikan
2.
Pengalaman
kerja
3.
Kesehatan fisik
dan mental
4.
Status
perkawinan
5.
Faktor umur
6.
Faktor jenis
kelamin
7.
Minat dan hobi[10]
Banyak
orang yang berpendapat bahwa penempatan merupakan akhir dari proses seleksi.
Jika seluruh proses seleksi telah ditempuh dan lamaran seseorang diterima,
akhirnya seseorang memperoleh status sebagai pegawai dan ditempatkan pada
posisi tertentu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu pula.
Pandangan demikian memang tidak salah sepanjang menyangkut pegawai baru.[11]
Hanya saja teori manajemen sumber daya manusia yang mutakhir menekankan bahwa
penempatan tidak hanya berlaku bagi para pegawai baru, akan tetapi berlaku pula
bagi para pegawai lama yang mengalami alih tugas dan mutasi. Berarti konsep
penempatan mencakup promosi, transfer dan bahkan demosi sekalipun. Dikatakan
demikian karena sebagaimana halnya dengan para pegawai baru, pegawai lama pun
perlu direkrut secara internal, perlu dipilih dan biasanya juga menjalani
program pengenalan sebelum mereka ditempatkan pada posisi baru dan melakukan
pekerjaan baru pula. Memang benar proses seleksi dan pengenalan yang harus
dilaluinya berbeda dari yang dialami oleh para pegawai baru. Perbedaan tersebut
disebabkan oleh tersedianya berbagai informasi tentang diri pegawai yang akan
mengalami penempatan baru tersebut. Artinya di bagian yang mengelola sumber
daya manusia sudah tersedia berbagai dokumen tentang pegawai tersebut, seperti
surat lamarannya dahulu, riwayat pekerjaan, penilaian atasan atas kemampuannya
melaksanakan tugas, program pendidikan dan pelatihan jabatan yang pernah
ditempuh, penghasilan sekarang, jumlah tanggungan, masa kerja dan lain
sebagainya. Dengan demikian proses rekrutmen menjadi lebih sederhana. Demikian
pula halnya dengan proses seleksi karena prestasi kerja dan potensi pegawai
lama yang bersangkutan sudah diketahui oleh paling sedikit dua pihak, yaitu
bagian pengelola sumber daya manusia dan atasan pegawai tersebut. Sifat program
pengenalan yang harus dilalui pun agak berbeda dari kegiatan yang harus diikuti
oleh para pegawai baru. Lingkup program pengenalan itu lebih sempit karena
terbatas pada pengenalan lingkungannya yang baru sedangkan hal-hal yang
menyangkut aspek organisasional dan kepentingan pegawai tidak lagi dijadikan
bagian dari program pengenalan karena pegawai yang bersangkutan telah
mengetahuinya dengan baik.
Konsep
penempatan pegawai mencakup beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya:
1.
Promosi
Telah
umum diketahui bahwa yang dimaksud dengan promosi ialah apabila seorang pegawai
dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang tanggung jawabnya lebih
besar, tingkatannya dalam hierarki jabatan lebih tinggi dan penghasilannya pun
lebih besar pula.[12]
Setiap pegawai mendambakan promosi karena dipandang sebagai penghargaan atas
keberhasilan seseorang menunjukkan prestasi kerja yang tinggi dalam menunaikan
kewajibannya dalam pekerjaan dan jabatan yang dipangkunya sekarang, sekaligus
sebagai pengakuan atas kemampuan dan potensi yang bersangkutan untuk menduduki
posisi yang lebih tinggi dalam organisasi. Promosi dapat terjadi tidak hanya
bagi mereka yang menduduki jabatan manajerial, akan tetapi juga bagi mereka
yang pekerjaannya bersifat teknikal dan non manajerial. Bagi siapapun promosi
itu diberlakukan, yang penting ialah bahwa pertimbangan-pertimbangan yang
digunakan didasarkan pada serangkaian kriteria yang obyektif, tidak pada
“selera” orang yang mempunyai kewenangan untuk mempromosikan orang lain.[13]
Organisasi
pada umumnya menggunakan dua kriteria utama dalam mempertimbangkan seseorang
untuk dipromosikan, yaitu prestasi kerja dan senioritas. Promosi yang
didasarkan pada prestasi kerja menggunakan hasil penilaian atas hasil karya
yang sangat baik dalam promosi atau jabatan sekarang. Dengan demikian promosi
tersebut dapat dipandang sebagai penghargaan organisasi atas prestasi kerja
anggotanya itu. Akan tetapi promosi demikian harus pula didasarkan pada
pertimbangan lain, yaitu perhitungan yang matang atas potensi kemampuan yang bersangkutan
menduduki posisi yang lebih tinggi. Artinya perlu didasari bahwa mempromosikan
seseorang bukannya tanpa resiko, dalam arti bahwa tidak ada jaminan penuh bahwa
orang yang dipromosikan benar-benar memenuhi harapan organisasi. Karena itulah
analisi yang matang mengenai potensi yang bersangkutan perlu dilakukan.
Analisis
demikian menjadi lebih penting apabila dikaitkan dengan kenyataan bahwa
kemampuan setiap manusia terbatas. Artinya, tidak mustahil bahwa seseorang
menunjukkan prestasi kerja yang tinggi pada pekerjaan dan posisinya sekarang,
tetapi karena yang bersangkutan sebenarnya sudah mencapai “puncak
kompetensinya”, tidak lagi mampu berprestasi hebat pada posisi yang lebih
tinggi. Dalam hal demikian mempromosikan seseorang akan membawa kerugian, bukan
hanya bagi yang bersangkutan tetapi juga bagi organisasi.[14]
Praktek
promosi lainnya ialah yang didaskan pada senioritas. Promosi berdasarkan
senioritas berarti bahwa pegawai yang paling berhak dipromosikan ialah yang
masa kerjanya paling lama. Banyak organisasi yang menempuh cara ini dengan tiga
pertimbangan, yaitu:
a)
Sebagai
penghargaan atas jasa-jasa seseorang paling sedikit dilihat dari segi loyalitas
kepada organisasi.
b)
Penilaian
biasanya bersifat obyektif karena cukup dengan membandingkan masa kerja orang-orang
tertentu yang dipertimbangkan untuk dipromosikan.[15]
c)
Mendorong
organisasi mengembangkan para pegawainya karena pegawai yang paling lama
berkarya akhirnya akan mendapat promosi.
Cara
ini mengandung kelemahan, terutama pada kenyataan bahwa pegawai yang paling
seniorbelum tentu merupakan pegawai yang paling produktif. Juga belum tentu
paling mampu bekerja. Kelemahan tersebut memang dapat di atasi dengan adanya
program pendidikan dan pelatihan, baik yang diperuntukkan bagi sekelompok
pegawai yang melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu maupun yang secara khusus
diperuntukkan bagi para pegawai senior tertentu yang akan dipertimbangkan untuk
dipromosikan.
Yang
jelas ialah agar persyaratan obyektivitas terpenuhi dan agar lebih terjamin
bahwa promosi para pegawai mempunyai dampak positif bagi oragnisasi dan
semangat karyawan keseluruhan, pendekatan yang paling tepat dalam hal promosi
karyawan adalah menggabungkan prestasi kerja dansenioritas. Dalam hal demikian
pun faktor risiko hanya mungkin
diperkecil karena memang tidak mungkin dihilangkan sepenuhnya.
2.
Alih Tugas
Dalam
rangka penempatan, alih tugas dapat mengambil salah satu dari dua bentuk.
Bentuk pertama adalah penempatan seseorang pada tugas baru dengan tanggung
jawab, hierarki jabatan dan penghasilan yang relative sama dengan statusnya
yang lama.[16]
Dalam hal demikian seseorang pegawai ditempatkan pada satuan kerja baru yang
lain dari satuan kerja dimana seseorang selama ini berkarya. Bentuk lain adalah
alih tempat. Jika cara ini yang ditempuh, berarti seorang pekerja melakukan
pekerjaan yang sama atau sejenis, penghasilan tidak berubah dan tanggung
jawabnya pun relative sama. Hanya saja secara fisik lokasi tempatnya bekerja
lain dari yang sekarang. Pendekatan kedua ini tentunya hanya mungkin ditempuh apabila
organisasi mempunyai berbagai satuan kerja pada banyak lokasi.
Dasar
pemikiran untuk menempuh cara ini adalah keluwesan dalam menajemen sumber daya
manusia.[17]
Artinya para pengambil keputusan dalam organisasi harus memiliki wewenang untuk
realokasi sumber daya, dana dan sumber daya manusia sedemikian rupa sehingga
organisasi secara tangguh mampu menghadapi berbagai macam tantangan yang
timbul, baik internal maupun eksternal. Melalui alih tugas para manajer dalam
organisasi dapat secara lebih efektif memanfaatkan tenaga kerja yang terdapat
dalam organisasi. Akan tetapi melalui alih tugas para pegawaipun sesungguhnya
memperoleh manfaat yang tidak kecil antara lain dalam bentuk:
a)
Pengalaman baru
b)
Cakrawala
pandangan yang lebih luas
c)
Tidak
terjadinya kebosanan atau kejenuhan
d)
Perolehan
pengetahuan dan keterampilan baru
e)
Perolehan
perspektif baru mengenai kehidupan organisasional
f)
Persiapan untuk
menghadapi tugas baru, misalnya karena promosi
g)
Motivasi dan
kepuasan kerja yang lebih tinggi berkat tantangan dan situasi baru yang
dihadapi
Singkatnya,
alih tugas dapat merupakan kesempatan yang sangat berharga untuk berkembang
dalam rangka aktualisasi diri.
3.
Demosi
Demosi
berarti bahwa seseorang karena berbagai pertimbangan mengalami penurunan
pangkat atau jabatan dan penghasilan serta tanggung jawab yang semakin kecil.[18]
Dapat di pastikan bahwa tidak ada seorang pegawai pun yang senang mengalami hal
ini.
Pada
umumnya demosi dikaitkan dengan pengenaan suatu sanksi disiplin karena berbagai
alasan, seperti:
a)
Penilaian
negative oleh atasan karena prestasi kerja yang tidak atau kurang memuaskan.
b)
Perilaku
pegawai yang disfungsional, seperti tingkat kemangkiran yang tinggi.
Akan tetapi
tidak sedemikian gawatnya sehingga yang bersangkutan belum pantas dikenakan
hukuman yang lebih berat seperti pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
Situasi
lain yang ada kalanya berakibat pada demosi karyawan ialah apabila kegiatan
organisasi menurun, baik sebagai akibat faktor-faktor internal maupun
eksternal, tetapi tidak sedemikian gawatnya sehingga tetpaksa terjadi pemutusan
hubungan kerja. Dalam hal demikian organisasi memberikan pilihan kepada para
karyawannya, yaitu antara demosi dengan segala akibatnya dan pemutusan hubungan
kerja dengan perolehan hak-hak tertentu seperti pesangon yang jumlahnya
didasarkan atas suatu rumus tertentu yang disepakati bersama.
Suatu
perkembangan yang sangat menarik dalam manajemen sumber daya manusia ialah
terjadinya demosi atas pilihan dan kemauan pegawai yang bersangkutan sendiri.
Misalnya dalam hal seorang pegawai mengalami frustasi dalam pekerjaannya
sekarang, apapun faktor-faktor penyebab frustasi tersebut seperti stress yang
terlalu kuat, kesadaran yang bersangkutan bahwa beban tugasnya terlalu berat,
jauhnya tempat tinggalnya dari tempat pekerjaan dan lain sebagainya, pegawai
yang bersangkutan dimungkinkan mengajukan permohonan dialihtugaskan pada
pekerjaan dan jabatan yang diperkirakan lebih dapat dikuasai dan dilakukannya
dengan lebih baik. Alasan lain mengapa hal demikian bisa terjadi ialah karena pegawai
yang bersangkutan menilai bahwa terus bertahan pada posisi sekarang dapat
berakibat pada tidak mungkin lagi seseorang meniti karier yang lebih tinggi,
sedangkan dengan alih tugas yang bersifat demosi untuk jangka panjang dapat
berakibat pada semakin terbukanya promosi baginya di kemudian hari.[19]
Perkembangan
ini dikatakan sangat menarik karena dengan makin banyak organisasi untuk secara
luas mengumumkan dalam organisasi terjadinya lowongan tertentu dengan segala
persyaratannya. Mereka yang berminat mengajukan lamaran untuk dipertimbangkan
oleh yang berwenang dapat melakukannya, terlepas dari posisi dan sifat
pekerjaan pegawai pelamar sekarang ini. Lowongan tersebut dapat berupa promosi,
demosi atau sekedar alih tugas bagi pegawai yang melamarnya.
Hal
ini dikatakan sangat menarik karena dengan cara demikian organisasi benar-benar
menganut kebijaksanaan “promosi dari dalam” yang dapat berakibat sangat positif
terhadap motivasi, semangat kerja dan loyalitas para karyawan. Perkembangan ini
juga sangat menarik karena organisasi yang menerapkannya menggunakan gaya
manajerial yang demokratik yang antara lain berarti bahwa keputusan menentukan
nasib dan karier pegawai tidak semata-mata menjadi wewenang pimpinan, akan
tetapi juga merupakan keputusan pegawai yang bersangkutan sendiri. dengan
kebijaksanaan demikian, biaya yang harus dikeluarkan untuk merekrut tenaga baru pun menjadi
berkurang.[20]
C.
Pemutusan Hubungan Kerja
Yang dimaksud dengan
pemutusan hubungan kerja ialah apabila ikatan formal antara organisasi selaku
pemakai tenaga kerja dan karyawannya terputus.[21]
Menurut UU
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan pemutusan
hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Pemutusan bubungan kerja tidak boleh
dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang, akan tetapi PHK hanya dapat
dilakukan dengan alasan-alasan tertentu setelah diupayakan bahwa PHK tidak
perlu terjadi.[22]
Jadi, dapat disimpulkan pemutusan
hubungan kerja adalah salah satu hal dalam dunia ketenagakerjaan yang paling
dihindari dan tidak diinginkan oleh para pekerja/buruh yang masih aktif
bekerja. Untuk masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi sebab berakhirnya
waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja tidak menimbulkan
permasalahan terhadap kedua belah pihak yaitu pekerja dan pengusahanya karena
antara pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari atau mengetahiu saat
berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing telah berupaya
mempersiapkan diri menghadapi kenyataan tersebut
Banyak
faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya pemutusan hubungan kerja tersebut
seperti:
a. Alasan
pribadi pegawai tertentu,
b. Karena
pegawai dikenakan sanksi disiplin yang sifatnya berat,
c. Karena
faktor ekonomi seperti resesi, depresi atau stagflasi,
d. Karena
adanya kebijaksanaan organisasi untuk mengurangi kegiatannya yang pada
gilirannya menimbulkan keharusan untuk mengurangi jumlah pegawai yang
dibutuhkan oleh organisasi.
Apapun
alasan mengapa sampai terjadi pemutusan hubungan kerja, penting untuk menjaga
agar dampak negatifnya seminimal mungkin, baik bagi organisasi maupun bagi
karyawan yang bersangkutan. Artinya, bagian yang mengelola sumber daya manusia
harus mampu menemukan cara yang "paling tidak pahit" bagi kedua belah
pihak.[23]
Pemutusan
bubungan kerja tidak boleh dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang, akan
tetapi PHK hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan tertentu setelah
diupayakan bahwa PHK tidak perlu terjadi. Dalam pasal 151 UU No. 13 Tahun 2003
dinyatakan sebagai berikut:
1. Pengusaha,
pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala
upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
2. Dalam hal
segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat
dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh
pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh
yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
3. Dalam hal
perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan
persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan
pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial.[24]
Berdasarkan ketentuan UU
Ketengakerjaan tersebut, maka dapat dipahami bahwa PHK merupakan opsi terakhir
dalam penyelamatan sebuah perusahaan. UU Ketenagakerjaan sendiri mengatur bahwa
perusahaan tidak boleh seenakanya saja memPHK karyawannya, terkecuali
karyawan/pekerja yang bersangkutan telah terbukti melakukan pelanggaran berat
dan dinyatakan oleh pengadilan bahwa sipekerja dimaksud telah melakukan
kesalahan berat yang mana putusan pengadilan dimaksud telah memiliki kekuatan
hukum yang tetap.
Pada dasarnya pemutusan
hubungan kerja mengambil dua bentuk utama, yaitu berhenti dan diberhentikan.
1. Pemberhentian Normal
Yang dimaksud dengan pemberhentian normal ialah
apabila seseorang tidak lagi bekerja pada organisasi karena berhenti atas
permintaan sendiri, berhenti karena sudah mencapai usia pensiun dan karena
meninggal dunia.
Seorang pegawai yang berhenti atas
permintaan sendiri berarti mengambil keputusan bahwa hubungan kerja dengan
organisasi tidak lagi dilanjutkan. Berbagai alasan dapat menjadi penyebab diambilnya
keputusan tersebut yang biasanya bersifat pribadi. Dalam hal demikian
organisasi tidak berhak menolak keputusan pegawai yang bersangkutan dan oleh karenanya
mau tidak mau harus dikabulkan. Memang ada kalanya organisasi dengan berbagai
cara mendorong para pegawainya berhenti, seperti misalnya dalam hal akan
terjadinya surplus tenaga kerja sebagai akibat menurunnya kegiatan organisasi.
Berarti adanya pegawai yang berhenti
atas permintaan sendiri dapat berakibat pada terjadinya lowongan yang tentunya
perlu diisi oleh tenaga baru melalui rekrutmen, seleksi dan penempatan. Yang
penting dijaga ialah agar jangan sampai pegawai yang berhenti atas permintaan
sendiri meninggalkan organisasi dengan sikap negatif apalagi dengan antipati.
Alasan lain mengapa ada pegawai yang
berhenti ialah karena sudah mencapai usia pensiun. Pemensiunan pegawai dapat
mengambil dua bentuk.
·
Bentuk pertama ialah karena keharusan
pensiun setelah mencapai usia tertentu. Keharusan ini biasanya diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku umum dan, berdasarkan peraturan
kepegawaian yang berlaku bagi para karyawan suatu organisasi tertentu. Berarti
apabila seseorang telah mencapai usia tertentu, ia diberhentikan dengan hormat
dari jabatan dan pekerjaannya dengan hak pensiun.
·
Batas usia pensiun itu tidak perlu
seragam bagi semua pegawai. Artinya, bisa saja terjadi bahwa bagi pegawai yang
sifat pekerjaannya memerlukan kekuatan usia pensiunnya lebih pendek. Sedangkan
bagi mereka yang sifat pekerjaannya lebih memerlukan kesegaran mental, batas
usia pensiunnya dapat lebih panjang.
Beberapa
contoh bagi kategori pertama ialah pengemudi, pekerja tambang, pekerja kasar di
perusahaan bangunan dan lain-lain pekerjaan sejenis. Sedangkah contoh-contoh
yang termasuk kategori kedua ialah para manajer, guru, dosen, peneliti, hakim
dan lain sebagainya.
Harus
diakui bahwa batas usia pensiun dapat berbeda dari satu organisasi ke
organisasi yang lain. Bahkan juga dari satu negara ke negara lain. Berbagai
faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan batas usia pensiun tersebut antara
lain ialah:
a. Jenis
pekerjaan,
b. Kondisi
kesehatan masyarakat pada umumnya,
c. Situasi
perekonomian baik secara mikro maupun makro
d. Harapan
hidup,
e. Situasi
ketenagakerjaan.
Kiranya
relevan untuk menambahkan bahwa salah satu bentuk pemensiunan pegawai adalah pemensiunan
yang dipercepat. Artiya, baik atas dorongan organisasi maupun atas kemauan
pegawai yang bersangkutan sendiri, dimungkinkan pemensiunan yang lebih awal
dari keharusan pensiun yang ditetapkan dalam peraturan yang sifatnya normatif.
Apabila prakarsa datangnya dari organisasi, terdapat dua pertimbangan yang
menjadi dasarnya, yaitu:
1. Menurunnya
kegiatan organisasi sehingga dirasa perlu untuk mengurangi jumlah pegawai dan
dengan demikian mengurangi beban pembiayaan, terutama yang diperuntukkan bagi
belanja pegawai.
2. Dirasakan
adanya kebutuhan untuk "menciptakan lowongan" bagi para pegawai tertentu
yang dipandang layak dipromosikan, tetapi terhalang oleh adanya tenaga-tenaga
yang lebih senior tetapi sebenarnya sudah kurang produktif.
Sebaliknya
jika prakarsa pemensiunan yang dipercepat datang dari para karyawan sendiri,
karena berbagai alasan yang dikemukakan bersifat pribadi, tidak ada pilihan
bagi organisasi kecuali mengabulkannya.
Dalam
manajemen sumber daya manusia, sesungguhnya tidak perlu dipersoalkan benar pihak
mana yang memprakarsai pemensiunan yang dipercepat itu. Yang penting ialah
bahwa dalam hal terjadinya pemensiunan yang dipercepat, kepentingan organisasi dan
pegawai yang dipensiunkan harus sama-sama terjamin.
Penyebab
ketiga terjadinya pemberhentian ialah karena ada pegawai yang meninggal dunia.
Meskipun hal demikian tidak diharapkan terjadi, akan tetapi kenyataan
menunjukkan bahwa karena berbagai sebab, ajal seseorang itu cepat atau lambat
pasti tiba. Peristiwa seperti itu tidak selalu dapat diperhitungkan sebelumnya.
Tetapi akibatnya harus ditanggung dalam arti pengisian lowongan yang timbul dan
penyelesaian hak pegawai yang meninggal itu dengan ahli warisnya. Meskipun
benar bahwa tibanya ajal seseorang tidak dapat diduga sebelumnya, dewasa ini
makin banyak organisasi yang membantu para karyawannya agar hidup lebih sehat,
misalnya dengan menyediakan fasilitas olah raga atau dengan mendorong para
karyawannya aktif menjaga kondisi fisiknya melalui berbagai cara.
2.
Pemberhentian
Tidak Atas Permintaan Sendiri
Pemutusan
hubungan kerja dalam bentuk pemberhentian pegawai tidak atas kemauan sendiri
dapat terjadi karena dua sebab utama.
·
Pertama, karena menurunnya kegiatan
organisasi yang cukup gawat sehingga organisasi terpaksa mengurangi jumlah
karyawannya. Dalam hal demikian pemutusan hubungan kerja itu dapat bersifat
permanen, akan tetapi dapat pula bersifat sementara. Jika bersifat permanen
berarti pimpinan organisasi memperkirakan bahwa gambaran masa depan organisasi
tidak cerah untuk kurun waktu yang cukup panjang. Sebaliknya jika pemutusan
hubungan keja itu bersifat sementara, berarti situasi yang dihadapi diperkirakan
tidak berlangsung lama. Faktor penyebabnya pun belum tentu karena menurunnya
kegiatan organisasi, akan tetapi karena faktor-faktor lain seperti karena
peremajaan mesin, alih teknologi, perubahan situasi persaingan, pergeseran
preferensi konsumen dan lain sebagainya.
Dalam
hal terjadinya pemutusan hubungan kerja yang sifatnya sementara, pertanyaan
yang menantang untuk dipikirkan dan ditemukan jawabannya ialah siapa yang
diberhentikan. Apakah tenaga kerja senior atau pegawai yang relatif baru. Ada
yang berpendapat bahwa sebaiknya tenaga seniorlah yang diberhentikan karena:
a. Dari
penghasilan mereka selama ini sangat mungkin mereka sudah memiliki tabungan,
b. Jika
dipanggil kembali bekerja mereka tidak kehilangan senioritasnya.
Tetapi
ada pula yang berpendapat bahwa pegawai yang relatif barulah yang diberhentikan
karena:
a. Belum
banyak jasa yang telah diberikannya kepada organisasi
b. Kesempatan
bagi mereka pindah ke pekerjaan lain lebih besar.
·
Kedua, karena pengenaan sanksi disiplin
yang berat yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja. Artinya bisa saja
terjadi bahwa karyawan melakukan pelanggaran tertentu sedemikian rupa sehingga
kelanjutan kehadirannya dalam organisasi dipandang tidak dapat dipertanggungjawabkan
lagi. Dalam hal demikian, pengenaan sanksi berat tersebut dapat mengambil satu
dari dua bentuk :
a. Pegawai
yang dikenakan sanksi disiplin berat itu diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri,
b. Pemberhentian
tidak dengan hormat atau pemecatan.[25]
Berbagai
bentuk pelanggaran berat yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja itu
antara lain ialah:
a.
Ketidakjujuran,
b. Perilaku
negatif yang sangat merusak citra organisasi,
c.
Dijatuhi hukuman oleh pengadilan yang
sudah mempunyai kekuatan hukum tetap,
d. Sikap,
tindakan dan ucapan yang mengakibatkan keberadaannya dalam organisasi tidak
diinginkan lagi.
e.
Karena pekerja/buruh (setelah) ditahan pihak berwajib
selama 6 (bulan) berturut-turut disebabkan melakukan tindak pidana di luar
perusahaan.
f.
Karena mangkir
yang dikualifikasi mengundurkan diri (Pasal 168 ayat 3).
g. PHK atas
pengaduan pekerja/buruh yang menuduh dan dilaporkan pengusaha (kepada pihak
yang berwajib) melakukan "kesalahan" dan (ternyata) tidak benar
(Pasal 169 ayat 3).
Jika
terjadi pemberhentian tidak atas permintaan pegawai yang bersangkutan sendiri,
tiga hal perlu mendapat perhatian manajemen, yaitu:
a. Tindakan
tersebut harus merupakan tindakan terakhir dalam arti bahwa sebelum tindakan
tersebut diambil, pegawai yang bersangkutan telah diperingatkan terlebih dahulu,
misalnya dalam bentuk teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak puas
oleh atasan yang bersangkutan.
b. Pegawai
yang dikenakan sanksi berat tersebut diberi kesempatan untuk memahami bahwa
sanksi tersebut dikenakan kepadanya berdasarkan kriteria yang obyektif. Artinya
yang bersangkutan harus mengetahui dengan jelas apa kesalahannya, ketentuan apa
yang dilanggarnya dan bahwa hukumannya itu setimpal dengan kesalahan yang telah
diperbuatnya. Bahkan suatu hal yang sangat baik apabila kepada yang
bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri.
c. Jika
manajemen tetap berpendapat bahwa keputusan yang telah diambil tidak bisa
diubah lagi, pejabat atau petugas pengelola sumber daya manusia perlu
menyelenggarakan suatu "exit interview" yang tujuan utamanya adalah
untuk mengusahakan bahwa pegawai yang bersangkutan meninggalkan organisasi
dengan sikap yang wajar. Artinya dapat menerima keputusan yang baginya pasti
pahit, tetapi tidak disertai oleh pandangan yang teramat negatif terhadap
organisasi.
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa
salah satu tantangan yang dihadapi dalam manajemen sumber daya manusia adalah
pentingnya upaya untuk menjamin bahwa jumlah orang yang berhenti karena
berbagai alasan tidak besar. Alasan utamanya ialah bahwa tidak sedikit waktu,
biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh organisasi untuk merekrut, menyeleksi
dan mempersiapkan tenaga kerja baru sehingga apabila jumlah pekerja yang
berhenti besar, berarti organisasi menderita kerugian yang tidak kecil.
Memang benar bahwa terjadinya
pemberhentian pegawai tidak dapat dielakkan, baik karena alasan yang sifatnya
alamiah maupun karena pertimbangan organisasional. Bahkan pada tingkat tertentu
hal tersebut perlu terjadi karena setiap organisasi selalu memerlukan tenaga
baru yang dengan pemikiran mutakhir, ide baru dan cara kerja baru membuat
organisasi lebih dinamik dan lebih tangguh.
D. Langkah-Langkah
dalam Proses Seleksi
Proses
seleksi terdiri paling sedikit delapan langkah yang dapat ditempuh. Perlu ditekankan
bahwa tidak semua langkah tersebut dapat ditempuh. Misalnya, dalam hal orang
dalam yang diseleksi dalam rangka alih tugas atau promosi, ada langkah-langkah
tertentu yang tidak perlu lagi ditempuh karena organisasi, khususnya satuan
kerja yang mengelola sumber daya manusia sudah memiliki informasi yang
diperoleh dengan mengambil langkah-langkah tertentu itu, misalnya tentang
informasi kondisi kesehatan pegawai yang bersangkutan.[26]
Langkah-langkah
yang biasanya ditempuh dalam proses seleksi ialah antara lain:
1. Penerimaan
Surat Lamaran
Langkah pertama ini merupakan langkah yang penting.
Oleh karena itu, antara kedua belah pihak hendaknya melakukannya dengan penuh
kehati-hatian. Dari kesan pertama inilah perekrut mengambil keputusan untuk
mengambil langkah selanjutnya atau pun tidak. Sebaliknya, pelamar dapat
memutuskan apakah ia mau melanjutkan niatnya untuk tetap bergabung dalam
organisasi tersebut atau tidak. Itu berarti, pelamar sudah memiliki pandangan
umum tentang organisasi tersebut.
Ini merupakan sebuah titik temu antara pandangan
pelamar dan perekrut untuk melanjutkan ke langkah berikutnya yang harus
dilakukan oleh masing-masing pihak.
2. Penyelenggaraan
Ujian
Diadakannya berbagai jenis ujian dengan maksud agar
pihak perekrut tenaga kerja mendapatkan informasi yang akurat dan objektif
serta mengetahui kapasitas kemampuan yang dimiliki oleh pelamar. Namun, tes
yang diselenggarakan hendaknya tidak hanya mengacu pada satu titik saja. Karena
ada jenis tes tertentu yang hanya cocok bagi mereka yang melamar pekerjaan yang
bersifat teknis saja.
Pada dasarnya ada tiga jenis tes beserta
penjelasannya yang ditempuh oleh para pelamar pekerjaan antara lain sebagai
berikut:
a. Tes
psikologi
Berbagai
jenis tes psikologi dimaksudkan untuk mengukur berbagai faktor kepribadian dan
diperuntukan bagi upaya mencocokkan kepribadian pelamar dengan pekerjaan yang
tepat baginya.
Misalnya
ada tes psikologi yang mengukur kepribadian dan tempramen seseorang yang
diharapkan menduduki jabatan eksekutif tingkat puncak, tingkat menengah ataupun
tingkat rendah. Ada juga yang dimaksudkan untuk mengukur kreativitas dan nalar
seseorang.[27]
b. Tes
pengetahuan
Tentunya
dimaksudkan untuk mengukur tingkat pengetahuan pelamar. Misalnya ada tes yang
mengukur pengetahuan tentang teori kepemimpinan, ataupun tentang pemahaman
tentang ruang, waktu, angka-angka dan kecekatan menangkap makna petunjuk verbal
dan lain sebagainya.
c. Tes
Pelaksanaan Pekerjaan
Tes
ini ditujukan untuk mengukur kemampuan calon tenaga kerja dalam menghadapi
situasi nyata dalam pekerjaan yang dimaksudkan seperti mengambil keputusan dan
memecahkan masalah yang diperuntukkan bagi mereka yang menduduki jabatan
manajerial.
Dua persyaratan yang harus dipenuhi dalam
melaksanakan berbagai tes di atas antara lain yaitu validitas dan dapat
dipercaya. Yang dimaksud dengan validitas adalah nilai yang didapat oleh
seseorang terkait dengan pelaksnaan pekerjaan atau dengan berbagai kriteria
objektif lainnya yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain tingkat validitas
suatu tes dapat dikatakan tinggi apabila hubungan antara tes dan prestasi kerja
semakin kuat.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan tes yang dapat
dipercaya ialah bahwa hasil yang diperoleh konsisten setiap kali tes tersebut
diambilnya. Jika yang terjadi adalah
sebaliknya, misal tes yang bervariasi hasilnya padahal diambil oleh orang yang
sama berarti tes itu tidak dapat dipercaya. Karena hasil yang didapat pun
menjadi tidak valid dan sebaiknya tidak digunakan untuk membantu menyeleksi
calon tenaga kerja yang akan direkrut.[28]
3. Wawancara
Wawancara dipandang sebagai langkah
penting dalam proses seleksi karena berisi pembicaraan formal antara perekrut
dengan pelamar. Jika tepat dalam pelaksanaannya, maka akan didapatkan lima
manfaat di bawah ini:
a. Kesan
kuat tentang akseptabilitas pelamar untuk bekerja dalam organisasi
b. Perolehan
jawaban yang pasti atas pertanyaan apakah pelamar mampu melaksakan pekerjaan
yang akan di percayakan kepadanya
c. Perolehan
bahan perbandingan antara pelamar yang diwawancarai dengan pelamar lain untuk
pekerjaan yang sama
d. Pengenalan
pelamar dengan lebih baik oleh pewawancara
e. Kesempatan
bagi pelamar yang diwawancarai untuk lebih mengenal organisasi yang akan
memperkerjakannya melalui informasi yang diperolehnya dari pewawancara
Terdapat dua tipe dalam wawancara, yakni
ada yang dilakukan dengan bentuk tatap muka antara seorang pewawancara dengan
pelamar juga ada yang dilakukan dengan menyelenggarakan wawancara perkelompok.
Wawancara perkelompok dapat digunakan apabila diperlukan pandangan beberapa
orang pewawancara sekaligus mengenai diri para pelamar. Terdapat paling sedikit
lima jenis wawancara sebagai berikut:
a. Wawancara
terstruktur
Pelaksanaan
menuntut agar pewawancara menyusun dan mempersiapkan serangkaian pertanyaan
yang ditanyakan pada semua pelamar. Kelemaha
utama penggunaan teknik ini terletak pada dua hal:
1) Pelaksanaannya
cenderung terlalu formal dan mekanikal
2) Tidak/kurang
tersedianya kesempatan bagi pewawancara untuk melakukan improvisasi yang
mungkin diperlukan seperti dalam hal pelamar memberikan jawaban menarik yang
sebenarnya memerlukan “panggilan” lebih lanjut
b. Wawancara
tidak terstruktur
Dalam
wawancara ini, pewancara tidak mempersiapkan sejumlah pertanyaan sebelumnya.
Jumlah dan jenis pertanyaan yang diajukan kepada wawancara biasanya berkembang
saat wawancara berlangsung. Meskipun demikian bukan berarti pewawancara tidak
perlu melakukan persiapan.
Bahkan
sesungguhnya teknik wawancara ini menuntut keterampilan improvisasi dari
pewawancara yang tinggi sehingga informasi mengenai diri pelamar benar-benar
diperoleh juga untuk membantu pelamar dalam mengatasai masalah kegugupan yang
dimilikinya dan juga membantunya untuk memahami bahwa dia kurang cocok dengan
pekerjaan yang dilamarnya.
c. Gabungan
antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur
Kenyataan
dan pengalaman banyak orang menunjukkan bahwa wawancara yang paling sering
digunakan sebagai teknik seleksi adalah gabungan antara dua wawancara di atas.
Alasannya ialah bahwa penggabungan kedua teknik tersebut mengambil manfaat dari
keduanya.
Dalam
wawancara terstruktur memungkinkan pihak pewawancara untuk mendapatkan
informasi yang dapat digunakan untuk membandingkan kualifikasi seorang pelamar
dengan para pelamar lainnya yang kemudian dilengkapi dengan perolehan informasi
secara lebih mendalam melalui wawancara tidak terstruktur.
d. Pemecahan
masalah
Suatu
gambaran tentang problematika yang bersifat hipotetikal biasanya diberikan
kepada pelamar. Hal tersebut bertujuan untuk mengukur kemampuan pelamar dalam
menyelesaikan sebuah permasalahan yakni dilihat dari tanggapan pelamar tentang
apa yang harus dilakukannya berdasar masalah yang ada tersebut. Tiga hal yang
menjadi perhatian oleh pihak wawancara untuk memperoleh informasi yang
berkualitas antara lain:
1) Jalan
keluar yang dikemukakan pelamar
2) Pendekatan
yang digunakannya
3) Sejauh
mana pelamar dapat berfikir rasional yang diimbangi dengan pemikiran yang tidak
terburu-buru dalam menghadapi tekanan, seberapapun besar kecilnya tekanan
tersebut
e. Wawancara
dalam situasi stres
Dari penjelasan yang
telah dikemukakan di atas pewawancara bisa saja memberikan pertanyaan yang
sengaja memicu rasa kesal pelamar. Hal demikian dilakuakan agar dapat diketahui
cara dan sikap pelamar dalam menghadapi kondisi stres saat nantinya
melaksanakan tugas.
Dari berbagai teknik wawancara yang
sudah dijelaskan di atas dapat diketahui bahwa tidaklah cukup dalam menggali
informasi pelamar apabila hanya menggunakan satu teknik wawancara saja. Tetapi
juga tergantung pada informasi mana yang paling relevan untuk dimiliki. Hal
tersebut dimaksudkan agar nantinya dapat memiliki tenaga kerja yang paling
memenuhi syarat demi terciptanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas dalam
organisasinya. Sehingga membantu menghasilkan keberhasilan yang diharapkan
perusahaan. Terdapat beberapa proses tersebut antara lain adalah:
a. Persiapan
wawancara
Sebelum
dimulainya proses wawancara, pewawancara perlu menyusun berbagai pertanyaan
sebagai bahan yang digunakan untuk menggali informasi pelamar. Penggalian
informasi tersebut antara lain adalah mengenai latar belakang, minat dan sikap
pelamar serta pertanyaan lain yang mendukung informasi tentang cocok tidaknya
pelamar dengan pekerjaan yang dimaksud. Jelaslah bahwa penyelenggaraan
wawancara harus dipersiapkan secara matang.
b. Penciptaan
keserasian hubungan
Merupakan
hal yang normal bahwa keterlibatan seseorang dalam wawancara akan menimbulkan
ketegangan, baik bagi pelamar atau pewawancara. Oleh karena itu, agar wawancara
berlangsung dengan baik, pewawancara sesegera mungkin harus dapat menurunkan ketegangan
yang ada. Sehingga keserasian hubungan antara keduanya harus dapat
dikondisikan. Ketegangan suasana bisa dihindari apabila:
1) Terdapat
hubungan yang berdasar pada sikap saling menghargai
2) Dapat
menciptakan suasana santai sedini mungkin
3) Tidak
terdapat distraksi yang dapat mengalihkan perhatian kepada hal lain
4) Terlihatnya
sikap ramah pada diri pewawancara
c. Tukar
menukar informasi
Dimaksudkan
bahwa proses wawancara tidak hanya didominasi oleh pihak pewawancara. Karena
wawancara harus berlangsung dua arah. Di mana pelamar tidak hanya memiliki
kewajiban untuk menjawab saja, tapi juga memiliki hak untuk mengajukan
pertanyaan kepada pihak pewawancara. Dengan demikian terjadilah proses tukar
menukar informasi.
d. Mengakhiri
wawancara
Cara
mengakhiri wawancara pun punya teknik sendiri yang perlu dikuasai oleh
pewawancara. Teknik terbaik mengakhiri suatu wawancara adalah komunikasi non
verbal. Misalnya dengan cara duduk yang berubah, berdiri, melihat jam dinding
atau jam tangan ataupun cara-cara lain sejenis yang memberikan indikasi bahwa
wawancara akan segera berakhir.
Dalam
menakhiri wawancara sangat penting untuk mengingat bahwa pewawancara sama
sekali tidak boleh memberikan indikasi apakah lamaran diterima atau ditolak.
Dua alasan mengapa demikian adalah:
1) Agar
opini mengenai pelamar lain yang juga akan diwawancarai terpengaruh
2) Karena
pelamar yang baru selesai diwawancarai masih harus melalui proses seleksi lebih
lanjut
e. Penilaian
Setelah
wawancara berakhir, pewawancara harus membuat catatan selengkap mungkin
mengenai jawaban-jawaban yang diberikan oleh pelamar dan kesan pewawancara
tentang diri pelamar. Untuk kepentingan penilaian, seyogyanya digunakan suatu
lembaran daftar pengecekan yang mengandung berbagai hal mengenai diri. Daftar
dimaksud juga sebaiknya berisikan komentar antara pendapat wawancara tentang:
1) Sikap
pelamar terhadap organisasi
2) Sikap
pelamar terhadap pimpinannya di tempat ia pernah bekerja
3) Harapan
mengenai tugas pekerjaannya
4) Harapan
tentang tangga karier yang mungkin dinaikinya
5) Kesan-kesan
pewawancara mengenai diri pelamar yang dipandang relevan
Bagian terakhir dari
daftar pengecekan itu menyangkut tindak lanjut mengenai pelamar yang baru
selesai diwawancarai. Bagian ini menggambarkan tiga kemungkinan yakni ditolak,
diterima atau diterima tapi untuk pekerjaan lain.
4. Surat-Surat
Referensi
Yakni
mengharuskan pelamar untuk melengkapi dokumen lamarannya dengan surat-surat referensi
yang dimaksudkan untuk melengkapi informasi tentang diri pelamar. Seperti
kemampuan intelektual, sikap, nilai yang
dianut, perilaku dan hal-hal lain yang dipandang relevan.
Namun
biasanya dalam surat referensi, hanya terdapat segi-segi positif si pelamar
sehingga sulit untuk mempertimbangkan penempatan dan pengembangan yang
bersangkutan karena sisi-sisi negatif pelamar tidak dapat diketahui.
Karena
kelemahannya tersebut kalangan perekrut cenderung tidak lagi melakukan cara
ini, namun diganti dengan cara lain demi mendapatkan informasi yang diperlukan.
Yang dimaksud tersebut adalah dengan meminta pelamar memberikan beberapa nama
yang menjadi referensinya. Sehingga perekrut dapat menghubunginya secara
langsung, misalnya melalui telepon. Permintaan informasi dengan cara tersebut
merupakan usaha yang sistematik untuk dapat mengetahui lebih mandalam tentang
latar belakang pelamar.
5. Evaluasi
Medis
Cara yang dilakukan adalah meminta pelamar membawa
surat keterangan sehat dari dokter ataupun melakukan pemeriksaan dengan tes
kesehatan di tempat dokter yang telah ditunjuk oleh organisasi.
Tujuan pemeriksaan medis ini antara lain:
a. Menjamin
bahwa pelamar tidak menderita penyakit kronis apalagi menular
b. Memperoleh
informasi apakah secara fisik pelamar mampu mengahadapi tantangan dan tekanan
tugas pekerjaannya
c. Memperoleh
gambaran tinggi-rendahnya premi asuransi yang harus dibayar, terutama jika
organisasi yan membayarkannya.
6. Wawancara
oleh Penyelia
Dalam
Manajemen Sumber Daya Manusia semakin penting untuk melibatkan para penyelia
yang akan menjadi atasan langsung pelamar dalam proses seleksi. Alasannya
antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Penyelialah yang lebih memahami
seluk-beluk dan tuntutan teknikal pekerjaan yang akan dipercayakan kepada
pelamar
b.
Penyelialah yang dianggap lebih kompeten
menjelaskan berbagai segi pekerjaan tertentu apabila ditanyakan oleh pelamar
c.
Penyelialah yang dianggap lebih tepat
untuk meleakukan penilaian mengenai kemampuan dan potensi pelamar karena
dikaitkan langsung dengan tugas yang akan dilakukan pelamar
d.
Penyelialah yang dibebankan tanggung
jawab untuk mengarahkan, memberikan dorongan, membina dan mengembangkan
pelamarsetelah dia menjadi pekerja dari organisasi yang bersangkutan
e.
Jika ternyata dikemudian hari pegawai
itu tidak atau kurang mampu menyelenggarakan fungsinya, penyelia bertanggung
jawab atas ketidaktepatan proses seleksi
Karena
berbagai pertimbangan itulah di masa ini sudah semakin diakui pentingnya
keterlibatan para penyelia dalam proses wawancara penyeleksian calon pegawai.
7. Keputusan
Seleksi
Langkah
ini merupan langkah terakhir dalam proses seleksi. Ada dua hal penting yang
perlu diperhatikan dalam mengambil langkah ini, yaitu:
a. Segera
memberitahu kepada pelamar yang tidak diterima
Hal
ini penting karena praktek yang lumrah terjadi adalah pemberitahuan kepada
pelamar yang diterima terlebih dahulu. Padahal mereka yang lamarannya ditolak
seyogyanya diberitahu terlebih dahulu agar dapat mengambil langkah-langkah
baru, misalnya dengan mengajukan lamaran pekerjaan ke tempat kerja lain.
b. Menyimpan
dokumen pelamar yang diterima
Hal
ini dianggap penting karena berbagai informasi yang terkandung dalam dokumen
tersebut akan sangat bermanfaat dikemudian hari dalam membina dan mengarahkan
karier pegawai yang bersangkutan. Dapat pula berguna dikemudian hari apabila
pekerja tidak memenuhi harapan karena dari penelusuran itu sangat mungkin
ditemukan titik-titik lemah yang dimiliki pegawai baru tersebut.
Dengan
langkah terakhir tersebut menandakan bahwa proses seleksi pun telah berakhir.
Sehingga langkah berikutnya dalam penempatan pegawai dapat dilakukan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orientasi
adalah aktivitas-aktivitas yang menyangkut pengenalan individu
terhadap organisasi, penyediaan landassan bagi
karyawan baru agar mulai berfungsi secara efektif dan menyenangkan pada
pekerjaan yang baru. Orientasi meliputi pengenalan karyawan baru terhadap
perusahaan, fungsi- fungsi, tugas-tugas, dan orang-orangnya.
Penempatan karyawan berarti
mengalokasikan para karyawan pada posisi kerja tertentu, hal ini khusus terjadi
pada karyawan baru. Kepada karyawan lama yang telah menduduki jabatan atau
pekerjaan termasuk sasaran fungsi penempatan karyawan dalam arti mempertahankan
pada posisinya atau memindahkan pada posisi yang lain.
Pemberhentian atau pemutusan
hubungan kerja adalah keputusan dari individu dan perusahaan. Hal ini dapat
dilakukan oleh perusahaan atau pekerja. Pemberhentian kerja dapat didorong oleh
alasan disiplin, ekonomi, bisnis, atau alasan pribadi
DAFTAR PUSTAKA
Siagian,
Sondang P, Manajemen Sumber Daya Manusia,
Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Wardana, I Komang DKK, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Graha
Ilmu, 2012
Rivai, Veithzal. 2004.
Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, Dari Teori ke Praktik. PT
RajaGrafindo Persada: Jakarta
SESI TANYA JAWAB
1. Julianto
Nugroho
Apakah tranning merupakan bagian dari proses rekrutmen calon pegawai?
Ya,
karena dalam merekrut calon pegawai, pihak perekrut perlu mengetahui kemampuan
calon pelamar dalam melakasanakan pekerjaan yang akan dibebankan kepadanya.
Selain itu, dalam masa tranning akan
diketahui kecakapan pelamar dalam menghadapi masalah yang nyata di lapangan.
Sehingga nantinya akan didapatkan penilaian yang dapat menentukan apakah
pelamar akan diterima menjadi pegawai tetap ataupun tidak.
2. Sinta
Purwati
Apa yang akan dilakukan pihak
perusahaan, apabila telah dilakukan promosi jabatan pegawai, ternyata kerja
pegawai yang dimaksud setelahnya justru tidak sesuai?
Pihak
perusahaan bisa saja memindahakan atau menurunkan jabatan pegawai yang
dimaksud. Karena ditakutkan nantinya akan berpengaruh terhadap sistem kerja
yang ada ataupun berpengaruh buruk terhadap kinerja pegawai yang lain.
3. Siti
Fatimah
Kenapa para pekerja di kota
memiliki ketersediaan alat bantu pekerjaan yang lebih maju daripada yang ada di
desa?
Hal
tersebut jelas saja terjadi. Bisa kita lihat, bahwa kemajuan sistem dan
tekhnologi suatu negara pasti dimulai dari kota-kota nya. Itu sebabnya
orang-orang yang bekerja di kota akan mendapatkan lebih dulu informasi tentang
perkembangan yang ada di dunia karena mereka juga memiliki pemikiran yang lebih
maju yang di latar belakangi oleh pendidikan tinggi. Sehingga dapat menjalankan
alat-alat dengan tekhnologi modern yang mendukung dan mempercepat sistem kerja
dalam suatu perusahaan.
DAFTAR HADIR
Mata Kuliah :
Manj. SDM Kelas : A
Prodi :
S1 Perbankan Syariah Semester : IV (empat)
NO.
|
NPM
|
NAMA
|
1
|
141265610
|
Karmi Handini
|
2
|
141273010
|
Shinta Purwanti
|
3
|
141271410
|
Puji Rahayu
|
4
|
141257810
|
Ana Hardianti
|
5
|
141273110
|
Siti Fatimah
|
6
|
141261310
|
Eka Wulandari
|
7
|
141270210
|
Nurjanah
|
8
|
141258710
|
Arif Zulbahri
|
9
|
141271010
|
Pepti Cahyaning W
|
10
|
141264810
|
Indri Setiarini
|
11
|
141270610
|
Nyai Ayu EP
|
12
|
141273710
|
Sujianti
|
13
|
141260010
|
Devi Chytia Dewi
|
14
|
141265210
|
Istiqomah
|
15
|
141259010
|
Ayu Utami
|
16
|
141261610
|
Elga Andrirana
|
17
|
141256710
|
Aan Fergian
|
18
|
141269610
|
M. Ridho Prayoga
|
19
|
141270510
|
Nurul Khasanah
|
20
|
141259910
|
Devi Antikasari
|
21
|
141259510
|
Dea Khanifah Amatullah
|
22
|
141263610
|
Feriyanti
|
23
|
141259410
|
Dara Triana Novia Ningrum
|
24
|
141266110
|
Kiki Sucianingrum
|
25
|
141265410
|
Julianto Nugroho
|
26
|
141274210
|
Tri Yogi Riandika
|
27
|
141258410
|
Anita Rahmawati
|
28
|
141271510
|
Putri Diah Pitaloka
|
29
|
141262810
|
Eva Nursa’adah
|
30
|
141268710
|
M. Faqih Abdul Aziz
|
31
|
141263110
|
Evi Nurmayanti
|
32
|
141264410
|
Ida Fitriani
|
33
|
141260410
|
Diana Indriyani
|
34
|
1412
|
Roudotul Kutsyiah
|
35
|
1412
|
Eko Riyanto
|
36
|
1412
|
Pipin Yulianti
|
37
|
1412
|
Agung Saputra Nugraha
|
38
|
1412
|
Yogi Tansri
|
39
|
1412
|
Muhammad Marzuki Ali
|
40
|
1412
|
Dyah Retno Asih
|
Teori ke Praktik. (PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.
2004) halaman 120
[2] Sondang P Siagian. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Bumi
Aksara : Jakarta.1996) halaman 158
[3] Ibid., Halaman 157-158
Satu. BPFE:
Yogyakarta. 1986) Halaman 89
[5] Sondang P Siagian. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Bumi
Aksara : Jakarta.1996) halaman 158-161
[7] Ibid., Halaman 166
[8] I Komang Ardhana, dkk. Manajemen
Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 82.
[9] Ibid., hlm. 83.
[10] Ibid., hlm. 83-86.
[11] Sondang P. Siagian, Manajemen
Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 168.
[12] Ibid., hlm. 169.
[13] Ibid., hlm. 170.
[14] Ibid.
[15] Ibid., hlm. 171.
[16] Ibid.
[17] Ibid., hlm. 172.
[18]
Ibid.
[19] Ibid., hlm. 173.
[20] Ibid., hlm. 174.
[21] Sondang P.
Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 174.
[23] Sondang P.
Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia...,
hlm.175
[24] Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
[25] Sondang P.
Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia...,
hlm. 179
[26] Sondang
P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia,
(Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 137.
[27] Ibid...,
hlm 139
[28] I
Komang Wardana DKK, Manajemen Sumber Daya
Manusia, (Jakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 124
Tidak ada komentar:
Posting Komentar