Jumat, 24 Juni 2016

PENEMPATAN PEGAWAI



PENEMPATAN PEGAWAI
Makalah ini disusun guna untu memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia

Dosen Pengampu :
Enny Puji Lestari, M.E.Sy


 
Di susun Oleh :
1.      Arif Zulbahri               (141256710)
2.      Diana Indriyani           (141260410)
3.      Eko Riyanto                (141261510)
4.      Nyai Ayu A.P              (141270610)

PROGRAM STUDI STARATA SATU PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO – LAMPUNG
TAHUN 1437 H/2016 M


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya lah makalah ini dapat selesai pada tepat waktunya. Makalah ini penulis buat sebagai tugas makalah pada mata kuliah Manajamen Sumber Daya Manusia Perbankan Syariah. Salawat serta salam tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang menjadi tauladan bagi kita semua. Dalam pembahasan ini penulis fokus menelaah tentang “ Penempatan Pegawai” sebagai bantuan para pembaca untuk memudahkan melihat sumber informasi yang dibutuhkan.
Dalam pembahasan ini penulis tidak secara langsung meneliti materi ini, tetapi mendapat pengetahuan dari buku, artikel-artikel, dan internet. Maka dari itu, apa yang penulis sajikan ini dapat diterima atau dipahami oleh pembaca, karena penulis merasa isi dari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Olehnya itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penyusunan makalah yang akan datang

Metro, 01 April 2016

  Penyusun








DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................      i
KATA PENGANTAR.........................................................................      ii
DAFTAR ISI.........................................................................................      iii
BAB I  PENDAHULUAN                                                       
A.    Latar Belakang ...........................................................................       1
B.     Rumusan masalah .......................................................................       2
C.     Tujuan..........................................................................................      2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Program Pengenalan....................................................................      3
B.     Penempatan Pegawai ..................................................................      10
C.     Pemutusan Hubungan Kerja........................................................      17
D.    Langkah-langkah dalam proses seleksi........................................      25
BAB III PENUTUP
Kesimpulan .................................................................................      36
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................      37








BAB I
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang
MSDM adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur sumber daya yang dimiliki oleh individu dapat digunakan secara maksimal sehingga tujuan (goal) menjadi maksimal. Konsep yang mendasarinya bahwa setiap karyawan adalah manusia, bukan mesin, dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Kajian tentang Manajemen SDM menggabungkan beberapa bidang ilmu seperti psikologi, sosiologi, dll.
MSDM juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktek manajemen yang mempengaruhi secara langsung sumber daya manusianya MSDM diperlukan untuk meningkatkan efektivitas sumber daya manusia dalam organisasi. Tujuannya adalah memberikan kepada organisasi satuan kerja yang efektif.
Untuk mencapai tujuan ini, studi tentang manajemen personalia akan menunjukkan bagaimana seharusnya perusahaan mendapatkan, mengembangkan, menggunakan, mengevaluasi, dan memelihara karyawan dalam jumlah (kuantitas) dan tipe (kualitas) yang tepat. MSDM membicarakan potensi besar tenaga kerja manusia yang merupakan motor penggerak faktor-faktor penunjang kegiatan manajemen SDM faktor-faktor penunjang kegiatan manajemen yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin melalui sinergi dengan lingkungan. Tidak bisa dipungkiri, perubahan teknologi yang sangat cepat, memaksa organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan usahanya.
MSDM mempunyai kewajiban untuk memahami perubahan yang semakin komplek yang selalu terjadi di lingkungan bisnis. Ia juga harus mengantisipasi perubahan teknologi, dan memahami dimensi internasional yang mulai memasuki bisnis, akibat informasi yang berkembang cepat. Perubahan paradigma dari MSDM tersebut telah memberikan fokus yang berbeda dalam melaksanakan fungsinya didalam organisasi. Ada kecenderungan untuk mengakui pentingnya SDM dalam organisasi dan pemusatan perhatian pada kontribusi fungsi SDM bagi keberhasilan pencapaian tujuan strategi perusahaan.
Hal ini dapat dilakukan perusahaan dengan mengintegrasikan pembuatan keputusan strateginya dengan fungsi-fungsi SDM. Dengan demikian, maka akan semakin besar kesempatan untuk memperoleh keberhasilan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu Program pengenalan ?
2.      Apa itu Penempatan Pegawai ?
3.      Apa itu Pemutusan Hubungan Kerja ?
4.      Bagaimana Langkah-langkah dalam proses Seleksi ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui apa itu program pengenalan
2.      Mengetahui apa itu penempatan pegawai
3.      Mengetahui apa itu pemutusan hubungan kerja
4.      Mengetahui bagaimana langkah-langkah dalam proses seleksi








BAB II
PEMBAHASAN

A.      Program Pengenalan
Setiap karyawan/pegawai yang tergabung dalam sebuah lingkungan kerja harus melewati proses pengenalan (orientasi). Orientasi atau pengenalan dilakukan agar karyawan/pegawai yang baru direkrut dapat mengenal dan mengetahui apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Orientasi adalah aktivitas-aktivitas yang menyangkut pengenalan individu terhadap organisasi, penyediaan landasan bagi karyawan baru agar mulai berfungsi secara efektif dan menyenangkan pada pekerjaan yang baru.[1]
Menurut Gary Dessler (2003), Orientasi (pengenalan) karyawan adalah prosedur untuk memberikan kepada karyawan baru tentang perusahaan.
Orientasi meliputi pengenalan karyawan baru terhadap perusahaan, fungsi- fungsi, tugas-tugas, dan orang-orangnya.
Salah satu teknik yang sangat lumrah digunakan untuk mencoba mengurangi jumlah pegawai baru yang minta berhenti adalah dengan menyelenggarakan program pengenalan, yang juga dikenal luas sebagai program orientasi.
Keberhasilan suatu program pengenalan sangat tergantung pada sikap para pegawai lama dalam interaksinya dengan para pegawai baru selama masa pengenalan berlangsung. Sikap positif para pegawai lama terhadap organisasi, tugas dan para pegawai lainnya jauh lebih penting dengan kemampuan memberikan penjelasan tentang berbagai kegiatan yang berlangsung dalam organisasi.
Ukuran kualitatif yang harus dipenuhi sebagai dasar penelitian dari proses pengenalan/orientasi anatara lain[2] :
a)      Karyawan/pegawai harus merasa diterima dan nyaman
b)      Karyawan/pegawai memahami organisasi/perusahaan dalam makna luas.
c)      Karyawan/pegawai mengetahui apa yang diharapkan organisasi/perusahaan dalam hal perkerjaan dan perilaku
d)     Karyawan/pegawai mulai menyesuaikan diri dengan ara organisasi/perusahaan bertindak dalam melakukan banyak hal.
Program pengenalan akan semakin efektif apabila digunakan pendekatan formal dan informal. Berarti penyelenggaraanya tidak hanya didasarkan pada berbagai kegiatan terstruktur, tetapi juga kegiatan tidak terstruktur. Tidak hanya itu. Penyelanggaraan program pengenalan mutlak perlu melibatkan dua pihak, yaitu satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia dan para manajer yang menjadi atasan langsung para pegawai tersebut. Sudah tentu antara kedua belah pihak terjadi pembagian tugas yang rapi, misalnya para pejabat atau petugas pengelola sumber daya manusia memberikan penjelasan yang bersifat umum, sedangkan para manager memberikan penjelasan tentang seluk-beluk pekerjaan yang akan dipercayakan kepada para pekerja baru tersebut.[3]
Proses pengenalan berhubungan dengan pemberian informasi awal kepada karyawan/pegawai mengenai lingkungan kerja, tujuan organisasi/perusahaan, prestasi dan lain-lain, sehingga mereka dengan biasa menyesuaikan diri dan cepat memberikan kontribusi kepada perusahaan/organisasi.

1)      Tujuan Pengenalan
            Tahap induksi dari orientasi melibatkan interaksi antara karyawan baru dan program-program orientasi formal. Dalam aktivitas ini karyawan baru biasanya mempelajari hal-hal berikut :
·      Sejarah organisasi
·      Deskripsi produk dan jasa yang dihasilkan organisasi
·      Struktur, otoritas, dan hubungan tanggung jawab di dalam organisasi.
·      Hukum, peraturan, dan kebijakan-kebijakan mengenai hal-hal seperti keselamatan kerja, jam makan siang, dan metode komunikasi- komunikasi formal.
·      Kebijakan-kebijakan sumber daya manusia yang meliputi kompensasi, tunjangan, dan jasa-jasa karyawan lainnya.
·      Menjumpai rekan-rekan karyawan lainnya secepatnya[4].
Program the quality from the start menggambarkan beberapa dimensi penting dalam program pengenalan. Pertama, pengenalan haruslah melibatkan manajer dari karyawan baru tersebut. Tidak hanya untuk memulai hubungan saja, tetapi juga memungkinkan karyawan mendapatkan detail yang khusus tentang pekerjaan mereka. Kedua, pentingnya meminta pendapat dari karyawan lama untuk isi program. Ketiga, dari sisi pandangan sistem, survei tindak lanjut memberikan.
Program-program orientasi formal biasanya bergantung pada departemen sumber daya manusia. Program orientasi “dua tingkat” digunakan karena isu-isu yang dicakup dalam orientasi masuk dalam dua kategori luas: topik-topik umum yang penting bagi sebagian besar karyawan baru dan isu-isu spesifik berkaitan dengan pekerjaan yang hanya penting bagi para pemegang jabatan tertentu saja.

2)      Aspek Organisasional
       Telah dikemukakan di atas bahwa salah satu program pengenalan adalah agar para pegawai baru dalam waktu yang relatif singkat memahami kultur, nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan organisasi. Pemahaman tersebut diharapkan berakibat pada terjadinya berbagai penyesuaian yang diperlukan oleh para pegawai baru yang bersangkutan.
       Kultur, nilai-nilai dan tradisi sautu organisasi tentu mencakup berbagai segi yang sangat luas. Karena itu pilihan topik –topik yang penting dan relevan secara tepat menjadi sangat penting. Tujuh topik yang relevan diperkenalkan sebagai berikut[5] :
1)   Sejarah organisasi. Keberadaan suatu organisasi tidak dapat dilepaskan dari sejarahnya. Mengenalkan sejarah organisasi antara lain berarti mengenal pendirinya, latar belakang sosial para pendiri tersebut, filsafat hidupnya, tujuan pendirian organisasi, nilai-nilai dasar sejak berdirinya organisasi dipegang teguh, perkembangan dan petumbuhan organisasi dari waktu ke waktu. Melalui pemahaman sejarah organisasi, para pegawainya baru mengetahui posisi organisasi sekarang dan ke arah mana organisasi akan bergerak dimasa depan.
2)   Struktur dan tipe organisasi. Telah umum diketahui bahwa pemilihan struktur dan tipe organisasi tertentu dimaksudkan untuk dua kepentingan utama, yaitu :
a)    Mewadahi semua kegiatan yang melembaga berdasarkan prinsip-prinsip organisasi yang rasional,
b)   Memperlancar jalannya interaksi antara orang-orang dan berbagai satuan kerja sedemikian rupa sehingga seluruh komponen organisasi bergerak sebagai suatu kesatuan yang bulat meskipun didasarkan pada hubungan yang simbiotik.
Kedua hal tersebut perlu dipahami oleh para pegawai baru karena dengan demikian mereka mengetahui dengan pasti di mana kedudukan mereka dan peranan apa yang diharapkan dari mereka.
3)   Nomenklatur dan titeatur yang digunakan. Dalam setiap organisasi digunakan nomenklatur dan titlelatur tertentu. Pemahaman tentang berbagai nomenklatur dan titlelatur tersebut juga dirasakan penting, bukan hanya untuk demi pemahaman hierarki yang berlaku, akan tetapi juga untuk kepentingan pemanfaatan berbagai jalur komunikasi secara efektif.
4)   Pengenalan para pejabat. Pekerja adalah anggota suatu keluarga besar yang perlu ditumbuhsuburkan. Akan tetapi usaha penumbuhsuburan itu tidak mengurangi peranan orang-orang yang mendapat keperayaan memangku berbagai jabatan manajerial dan eksekutif.
5)   Tata ruang dan tata letak fasilitas kerja. Salah satu cara menghilangkan cara yang berkotak-kotak itu adalah dengan menata ruang sedemikian rupa sehingga menggambarkan kesamaan gerak berbagai komponen yang ada, meskipun setiap komponen mempunyai tugas yang sifatnya spesifik berbeda dengan komponen-komponen yang lain. Artinya tata ruang dan tata letak fasilitas kerja haruslah sedemikian rupa sehingga menumbuhkan rasa kebersamaan.
6)   Berbagai ketentuan normatif. Dalam setiap organisasi selalu terjadi formalisasi berbagai ketentuan yang bersifat normatif yang mengikat semua orang dalam organisasi yang bersangkutan. Formalisasi disini merupakan peraturan permainan yang harus ditaati dan berlaku bagi semua orang dalam organisasi. Salah satunya merupakan pengenaan sanksi kepada anggota yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-kentuan normatif itu.
7)   Produk organisasi. Setiap pegawai baru harus mengetahui dengan tepat apa “produk” organisasi dan proses yang ditempuh untuk menghasilkan “produk” tersebut. Dengan mengetahui proses tersebut, kegiatan berlangsung dangan efesien dan efektif. Kegiatan ini berlangsung dimaksudkan agar jangan sampai terjadi pemborosan sumber daya, dana, tenaga dan waktu, dan yang terutama “kosumen” produk tersebut merasa puas dan terlayani dengan baik.

3.      Kepentingan Pegawai Baru
       Telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyelenggaraan program pengenalan bersifat dua arah. Artinya melalui program pengenalan itu bukan hanya berbagai kewajiban pegawai baru yang diketengahkan, akan tetapi apa yang menjadi haknya pun pada kesempatan ini dijelaskan.
       Selama masa pengenalan, pegawai baru tentu ingin mengetahui lebih mandalam dan berbagai hal yang menyangkut kepentingannya. Hal yang menyangkut kepentingan pegawai baru itu adalah[6] :
a)    Penghasilan. Sebagian besar orang, bekerja sebagai pegawai berarti mencari nafkah. Dengan demikian dalam diri pegawai/pekerja baru pasti terdapat keinginan untuk mengetahui jumlah penghasilannya. Yang dimaksud penghasilan disini adalah “take-home pay”, yaitu jumlah uang yang diterimanya pada setiap ganjian. Dan meliputi berbagai komponen imbalan seperti gaji pokok, berbagai jenis tunjangan dan imbalan lainnya.
b)   Jam Kerja. Pada umumnya jam kerja yang berlaku ialah empat puluh jam setiap minggu. Ada perusahaan yang memberlakukan empat puluh jam kerja itu yang dibagi dalam enam hari kerja, tetapi ada pula yang memberlakuykan lima hari  kerja. Disamping itu, dalam setiap kerja terdapat kesempatan untuk istirahat, seperti makan siang. Terdapat pula ketentuan kerja lembur apabila tugas pekerjaan menuntutnya. Pegawai/pekerja baru ingin memperoleh kejelasan tentang hal ini. Dimaksudkan agar yang bersangkutan dapat mengatur pengunaan waktunya sedemikian rupa sehingga ketentuan jam kerja itu dapat dipenuhinya dengan tepat, sekaligus dapat mengalokasikan sisa waktunya untuk berbagai kepentingan pribadi dan keluarga dengan baik.
c)    Hak cuti. Setiap pekerja/pegawai berhak cuti dalam setiap tahun kerja. Biasanya hak cuti itu adalah selama dua belas hari kerja. Dalam kurun waktu tersebut pegawai yang bersangkutan mendapat gaji penuh dan waktu cuti itu diperhitungkan sebagai bagian masa aktif untuk perhitungan pensiun kelak.
d)   Fasilitas yang disediakan oleh organisasi. Fasilitas yang disediakan oleh organisasi bagi para pekerjanya sangat bervariasi. Misalnya asuransi, fasilitas antar jemput pekerja, mess dsb
e)    Pendidikan dan pelatihan. Hal ini perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan melaksanakan tugas pekerjaan dan program pengembangan kemampuan para pegawai yang bersangkutan dimasa mendatang.
f)    Perihal pensiun. Hal ini perlu dilakukan sebuah perusahaan/organisasi untuk memberikan jaminan kelak diusia tua yang sudah mengabdi disebuah perusahaan yang cukup lama. Perusahan juga memberikan segi-segi kebijaksanaa pensiun yang relevan mencakup usia pensiun, hak-hak seorang pegawai yang berhenti dengan hak pensiun,dan kewajiban pegawai selama aktif menjadi pegawai.

4.      Ruang Lingkup Tugas
Salah satu aspek kegiatan pengenalan yang tidak kalah pentingnya memperoleh perhatian yang sunggug-sungguh ialah penjelasan yang lengkap tentang ruang lingkup tugas yang akan menajdi tanggung jawab pegawai baru yang bersangkutan. Penjelasan dimaksud disini tidak hanya menyangkut segi-segi teknikal dari tugas tersebut seperti lokasinya, aktivitas yang harus dilakukan, persyaratan keselamatan kerja, perlunya kerja sama sesama pegawai, koordinasi dan hal-hal lain yang menyangkut sikap seorang pegawai baru.
Hal yang sangat penting ditekankan ialah bahwa betapa pun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan dapat bekerja secara baik apabila bekerja sendirian, apalagi terlepas kaitannya dengan tugas-tugas lain yang dilakukan oleh para pekerja yang lain[7].
Ada aspek lain dari penekanan kuat tentang keperilakuan ini, yaitu bahwa dalam diri pegawai baru harus segera tertanan keyakinan bahwa ia melakukan seseuatu yang penting bagi organisasi/perusahaan dan bahwa ia akan mendapat perlakukan sebagai individu dalam jati diri yang tidak akan tenggelam dalam arus pekerjaan yang anoim.


Kesimpulan
       Pengenalan (orientasi) adalah aktivitas-aktivitas yang menyangkut pengenalan individu terhadap organisasi, penyediaan landasan bagi karyawan baru agar mulai berfungsi secara efektif dan menyenangkan pada pekerjaan yang baru. Orientasi meliputi pengenalan karyawan baru terhadap perusahaan, fungsi- fungsi, tugas-tugas, dan orang-orangnya. Tujuan orientasi ini bagaimana membuat karyawan mengetahui visi misi perusahaan sehingga mereka dapat menerterjemahkan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab mereka. Kemudian memberikan informasi tentang aturan rutinitas yang berlaku dalam organisasi.

B.     Penempatan Pegawai
Penempatan sumber daya manusia adalah sauatu proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada karyawan yang lulus dalam seleksi untuk dilaksanakan secara continue dan wewenang serta tanggung jawab yang melekat sebesar porsi dan komposisi yang ditetapkan serta mampu mempertanggungjawabkan segala risiko yang mungkin terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab tersebut.
Pada hakekatnya yang menjadi sasaran proses penempatan sunber daya manusia  adalah bidang berikut ini:
1.      Mengisi formasi atau lowongan pekerjaan yang tersedia dalam perusahaan
2.      SDM yang baru lulus tidak terlalu lama menunggu diangkat dan apa yang akan dikerjakan
3.      Menempatkan seseorang yang tepat pada posisi yang tepat
4.      Agar perusahaan dapat bekerja efisien dengan memanfaatkan SDM yang tepat tersebut[8]
Keuntungan bagi perusahaan dengan menempatkan SDM yang tepat adalah sebagai berikut:
1.      Perusahaan dapat mengisi lowongan pekerjaan
2.      Perusahaan dapat meningkatkan semangat dan kegairahan kerja
3.      Perusahaan memperoleh ide-ide baru dalam pengembangan perusahaan
4.      Terdapat suasana kerja yang harmonis, karena orang bekerja sesuai dengan bidangnya[9]
Keuntungan yang diperoleh SDM dengan adanya penempatan yang tepat sbb:
1.      Adanya kepastian untuk memulai bekerja
2.      Kesempatan untuk  mengembangkan tenaga, pikiran untuk kepentingan perusahaan
3.      Meningkatkan kemampuan dengan menggali potensi diri
Meningkatkan disiplin, loyalitas, dan rasa percaya diri serta tanggung jawab atas pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan

1.      Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penempatan SDM
1.      Latar belakang pendidikan
2.      Pengalaman kerja
3.      Kesehatan fisik dan mental
4.      Status perkawinan
5.      Faktor umur
6.      Faktor jenis kelamin
7.      Minat dan hobi[10]
Banyak orang yang berpendapat bahwa penempatan merupakan akhir dari proses seleksi. Jika seluruh proses seleksi telah ditempuh dan lamaran seseorang diterima, akhirnya seseorang memperoleh status sebagai pegawai dan ditempatkan pada posisi tertentu untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu pula. Pandangan demikian memang tidak salah sepanjang menyangkut pegawai baru.[11] Hanya saja teori manajemen sumber daya manusia yang mutakhir menekankan bahwa penempatan tidak hanya berlaku bagi para pegawai baru, akan tetapi berlaku pula bagi para pegawai lama yang mengalami alih tugas dan mutasi. Berarti konsep penempatan mencakup promosi, transfer dan bahkan demosi sekalipun. Dikatakan demikian karena sebagaimana halnya dengan para pegawai baru, pegawai lama pun perlu direkrut secara internal, perlu dipilih dan biasanya juga menjalani program pengenalan sebelum mereka ditempatkan pada posisi baru dan melakukan pekerjaan baru pula. Memang benar proses seleksi dan pengenalan yang harus dilaluinya berbeda dari yang dialami oleh para pegawai baru. Perbedaan tersebut disebabkan oleh tersedianya berbagai informasi tentang diri pegawai yang akan mengalami penempatan baru tersebut. Artinya di bagian yang mengelola sumber daya manusia sudah tersedia berbagai dokumen tentang pegawai tersebut, seperti surat lamarannya dahulu, riwayat pekerjaan, penilaian atasan atas kemampuannya melaksanakan tugas, program pendidikan dan pelatihan jabatan yang pernah ditempuh, penghasilan sekarang, jumlah tanggungan, masa kerja dan lain sebagainya. Dengan demikian proses rekrutmen menjadi lebih sederhana. Demikian pula halnya dengan proses seleksi karena prestasi kerja dan potensi pegawai lama yang bersangkutan sudah diketahui oleh paling sedikit dua pihak, yaitu bagian pengelola sumber daya manusia dan atasan pegawai tersebut. Sifat program pengenalan yang harus dilalui pun agak berbeda dari kegiatan yang harus diikuti oleh para pegawai baru. Lingkup program pengenalan itu lebih sempit karena terbatas pada pengenalan lingkungannya yang baru sedangkan hal-hal yang menyangkut aspek organisasional dan kepentingan pegawai tidak lagi dijadikan bagian dari program pengenalan karena pegawai yang bersangkutan telah mengetahuinya dengan baik.
Konsep penempatan pegawai mencakup beberapa hal yang harus dilakukan diantaranya:
1.      Promosi
Telah umum diketahui bahwa yang dimaksud dengan promosi ialah apabila seorang pegawai dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang tanggung jawabnya lebih besar, tingkatannya dalam hierarki jabatan lebih tinggi dan penghasilannya pun lebih besar pula.[12] Setiap pegawai mendambakan promosi karena dipandang sebagai penghargaan atas keberhasilan seseorang menunjukkan prestasi kerja yang tinggi dalam menunaikan kewajibannya dalam pekerjaan dan jabatan yang dipangkunya sekarang, sekaligus sebagai pengakuan atas kemampuan dan potensi yang bersangkutan untuk menduduki posisi yang lebih tinggi dalam organisasi. Promosi dapat terjadi tidak hanya bagi mereka yang menduduki jabatan manajerial, akan tetapi juga bagi mereka yang pekerjaannya bersifat teknikal dan non manajerial. Bagi siapapun promosi itu diberlakukan, yang penting ialah bahwa pertimbangan-pertimbangan yang digunakan didasarkan pada serangkaian kriteria yang obyektif, tidak pada “selera” orang yang mempunyai kewenangan untuk mempromosikan orang lain.[13]
Organisasi pada umumnya menggunakan dua kriteria utama dalam mempertimbangkan seseorang untuk dipromosikan, yaitu prestasi kerja dan senioritas. Promosi yang didasarkan pada prestasi kerja menggunakan hasil penilaian atas hasil karya yang sangat baik dalam promosi atau jabatan sekarang. Dengan demikian promosi tersebut dapat dipandang sebagai penghargaan organisasi atas prestasi kerja anggotanya itu. Akan tetapi promosi demikian harus pula didasarkan pada pertimbangan lain, yaitu perhitungan yang matang atas potensi kemampuan yang bersangkutan menduduki posisi yang lebih tinggi. Artinya perlu didasari bahwa mempromosikan seseorang bukannya tanpa resiko, dalam arti bahwa tidak ada jaminan penuh bahwa orang yang dipromosikan benar-benar memenuhi harapan organisasi. Karena itulah analisi yang matang mengenai potensi yang bersangkutan perlu dilakukan.
Analisis demikian menjadi lebih penting apabila dikaitkan dengan kenyataan bahwa kemampuan setiap manusia terbatas. Artinya, tidak mustahil bahwa seseorang menunjukkan prestasi kerja yang tinggi pada pekerjaan dan posisinya sekarang, tetapi karena yang bersangkutan sebenarnya sudah mencapai “puncak kompetensinya”, tidak lagi mampu berprestasi hebat pada posisi yang lebih tinggi. Dalam hal demikian mempromosikan seseorang akan membawa kerugian, bukan hanya bagi yang bersangkutan tetapi juga bagi organisasi.[14]
Praktek promosi lainnya ialah yang didaskan pada senioritas. Promosi berdasarkan senioritas berarti bahwa pegawai yang paling berhak dipromosikan ialah yang masa kerjanya paling lama. Banyak organisasi yang menempuh cara ini dengan tiga pertimbangan, yaitu:
a)      Sebagai penghargaan atas jasa-jasa seseorang paling sedikit dilihat dari segi loyalitas kepada organisasi.
b)      Penilaian biasanya bersifat obyektif karena cukup dengan membandingkan masa kerja orang-orang tertentu yang dipertimbangkan untuk dipromosikan.[15]
c)      Mendorong organisasi mengembangkan para pegawainya karena pegawai yang paling lama berkarya akhirnya akan mendapat promosi.
Cara ini mengandung kelemahan, terutama pada kenyataan bahwa pegawai yang paling seniorbelum tentu merupakan pegawai yang paling produktif. Juga belum tentu paling mampu bekerja. Kelemahan tersebut memang dapat di atasi dengan adanya program pendidikan dan pelatihan, baik yang diperuntukkan bagi sekelompok pegawai yang melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu maupun yang secara khusus diperuntukkan bagi para pegawai senior tertentu yang akan dipertimbangkan untuk dipromosikan.
Yang jelas ialah agar persyaratan obyektivitas terpenuhi dan agar lebih terjamin bahwa promosi para pegawai mempunyai dampak positif bagi oragnisasi dan semangat karyawan keseluruhan, pendekatan yang paling tepat dalam hal promosi karyawan adalah menggabungkan prestasi kerja dansenioritas. Dalam hal demikian pun faktor risiko hanya  mungkin diperkecil karena memang tidak mungkin dihilangkan sepenuhnya.
2.      Alih Tugas
Dalam rangka penempatan, alih tugas dapat mengambil salah satu dari dua bentuk. Bentuk pertama adalah penempatan seseorang pada tugas baru dengan tanggung jawab, hierarki jabatan dan penghasilan yang relative sama dengan statusnya yang lama.[16] Dalam hal demikian seseorang pegawai ditempatkan pada satuan kerja baru yang lain dari satuan kerja dimana seseorang selama ini berkarya. Bentuk lain adalah alih tempat. Jika cara ini yang ditempuh, berarti seorang pekerja melakukan pekerjaan yang sama atau sejenis, penghasilan tidak berubah dan tanggung jawabnya pun relative sama. Hanya saja secara fisik lokasi tempatnya bekerja lain dari yang sekarang. Pendekatan kedua ini tentunya hanya mungkin ditempuh apabila organisasi mempunyai berbagai satuan kerja pada banyak lokasi.
Dasar pemikiran untuk menempuh cara ini adalah keluwesan dalam menajemen sumber daya manusia.[17] Artinya para pengambil keputusan dalam organisasi harus memiliki wewenang untuk realokasi sumber daya, dana dan sumber daya manusia sedemikian rupa sehingga organisasi secara tangguh mampu menghadapi berbagai macam tantangan yang timbul, baik internal maupun eksternal. Melalui alih tugas para manajer dalam organisasi dapat secara lebih efektif memanfaatkan tenaga kerja yang terdapat dalam organisasi. Akan tetapi melalui alih tugas para pegawaipun sesungguhnya memperoleh manfaat yang tidak kecil antara lain dalam bentuk:
a)      Pengalaman baru
b)      Cakrawala pandangan yang lebih luas
c)      Tidak terjadinya kebosanan atau kejenuhan
d)     Perolehan pengetahuan dan keterampilan baru
e)      Perolehan perspektif baru mengenai kehidupan organisasional
f)       Persiapan untuk menghadapi tugas baru, misalnya karena promosi
g)      Motivasi dan kepuasan kerja yang lebih tinggi berkat tantangan dan situasi baru yang dihadapi
Singkatnya, alih tugas dapat merupakan kesempatan yang sangat berharga untuk berkembang dalam rangka aktualisasi diri.
3.      Demosi
Demosi berarti bahwa seseorang karena berbagai pertimbangan mengalami penurunan pangkat atau jabatan dan penghasilan serta tanggung jawab yang semakin kecil.[18] Dapat di pastikan bahwa tidak ada seorang pegawai pun yang senang mengalami hal ini.
Pada umumnya demosi dikaitkan dengan pengenaan suatu sanksi disiplin karena berbagai alasan, seperti:
a)      Penilaian negative oleh atasan karena prestasi kerja yang tidak atau kurang memuaskan.
b)      Perilaku pegawai yang disfungsional, seperti tingkat kemangkiran yang tinggi.
Akan tetapi tidak sedemikian gawatnya sehingga yang bersangkutan belum pantas dikenakan hukuman yang lebih berat seperti pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
Situasi lain yang ada kalanya berakibat pada demosi karyawan ialah apabila kegiatan organisasi menurun, baik sebagai akibat faktor-faktor internal maupun eksternal, tetapi tidak sedemikian gawatnya sehingga tetpaksa terjadi pemutusan hubungan kerja. Dalam hal demikian organisasi memberikan pilihan kepada para karyawannya, yaitu antara demosi dengan segala akibatnya dan pemutusan hubungan kerja dengan perolehan hak-hak tertentu seperti pesangon yang jumlahnya didasarkan atas suatu rumus tertentu yang disepakati bersama.
Suatu perkembangan yang sangat menarik dalam manajemen sumber daya manusia ialah terjadinya demosi atas pilihan dan kemauan pegawai yang bersangkutan sendiri. Misalnya dalam hal seorang pegawai mengalami frustasi dalam pekerjaannya sekarang, apapun faktor-faktor penyebab frustasi tersebut seperti stress yang terlalu kuat, kesadaran yang bersangkutan bahwa beban tugasnya terlalu berat, jauhnya tempat tinggalnya dari tempat pekerjaan dan lain sebagainya, pegawai yang bersangkutan dimungkinkan mengajukan permohonan dialihtugaskan pada pekerjaan dan jabatan yang diperkirakan lebih dapat dikuasai dan dilakukannya dengan lebih baik. Alasan lain mengapa hal demikian bisa terjadi ialah karena pegawai yang bersangkutan menilai bahwa terus bertahan pada posisi sekarang dapat berakibat pada tidak mungkin lagi seseorang meniti karier yang lebih tinggi, sedangkan dengan alih tugas yang bersifat demosi untuk jangka panjang dapat berakibat pada semakin terbukanya promosi baginya di kemudian hari.[19]
Perkembangan ini dikatakan sangat menarik karena dengan makin banyak organisasi untuk secara luas mengumumkan dalam organisasi terjadinya lowongan tertentu dengan segala persyaratannya. Mereka yang berminat mengajukan lamaran untuk dipertimbangkan oleh yang berwenang dapat melakukannya, terlepas dari posisi dan sifat pekerjaan pegawai pelamar sekarang ini. Lowongan tersebut dapat berupa promosi, demosi atau sekedar alih tugas bagi pegawai yang melamarnya.
Hal ini dikatakan sangat menarik karena dengan cara demikian organisasi benar-benar menganut kebijaksanaan “promosi dari dalam” yang dapat berakibat sangat positif terhadap motivasi, semangat kerja dan loyalitas para karyawan. Perkembangan ini juga sangat menarik karena organisasi yang menerapkannya menggunakan gaya manajerial yang demokratik yang antara lain berarti bahwa keputusan menentukan nasib dan karier pegawai tidak semata-mata menjadi wewenang pimpinan, akan tetapi juga merupakan keputusan pegawai yang bersangkutan sendiri. dengan kebijaksanaan demikian, biaya yang harus dikeluarkan  untuk merekrut tenaga baru pun menjadi berkurang.[20]

C.       Pemutusan Hubungan Kerja
Yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja ialah apabila ikatan formal antara organisasi selaku pemakai tenaga kerja dan karyawannya terputus.[21]
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Pemutusan bubungan kerja tidak boleh dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang, akan tetapi PHK hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan tertentu setelah diupayakan bahwa PHK tidak perlu terjadi.[22]
Jadi, dapat disimpulkan pemutusan hubungan kerja adalah salah satu hal dalam dunia ketenagakerjaan yang paling dihindari dan tidak diinginkan oleh para pekerja/buruh yang masih aktif bekerja. Untuk masalah pemutusan hubungan kerja yang terjadi sebab berakhirnya waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kerja tidak menimbulkan permasalahan terhadap kedua belah pihak yaitu pekerja dan pengusahanya karena antara pihak yang bersangkutan sama-sama telah menyadari atau mengetahiu saat berakhirnya hubungan kerja tersebut sehingga masing-masing telah berupaya mempersiapkan diri menghadapi kenyataan tersebut
Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya pemutusan hubungan kerja tersebut seperti:
a.       Alasan pribadi pegawai tertentu,
b.      Karena pegawai dikenakan sanksi disiplin yang sifatnya berat,
c.       Karena faktor ekonomi seperti resesi, depresi atau stagflasi,
d.      Karena adanya kebijaksanaan organisasi untuk mengurangi kegiatannya yang pada gilirannya menimbulkan keharusan untuk mengurangi jumlah pegawai yang dibutuhkan oleh organisasi.
Apapun alasan mengapa sampai terjadi pemutusan hubungan kerja, penting untuk menjaga agar dampak negatifnya seminimal mungkin, baik bagi organisasi maupun bagi karyawan yang bersangkutan. Artinya, bagian yang mengelola sumber daya manusia harus mampu menemukan cara yang "paling tidak pahit" bagi kedua belah pihak.[23]
Pemutusan bubungan kerja tidak boleh dilakukan secara sepihak dan sewenang-wenang, akan tetapi PHK hanya dapat dilakukan dengan alasan-alasan tertentu setelah diupayakan bahwa PHK tidak perlu terjadi. Dalam pasal 151 UU No. 13 Tahun 2003 dinyatakan sebagai berikut:
1.      Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja.
2.      Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.
3.      Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.[24]
Berdasarkan ketentuan UU Ketengakerjaan tersebut, maka dapat dipahami bahwa PHK merupakan opsi terakhir dalam penyelamatan sebuah perusahaan. UU Ketenagakerjaan sendiri mengatur bahwa perusahaan tidak boleh seenakanya saja memPHK karyawannya, terkecuali karyawan/pekerja yang bersangkutan telah terbukti melakukan pelanggaran berat dan dinyatakan oleh pengadilan bahwa sipekerja dimaksud telah melakukan kesalahan berat yang mana putusan pengadilan dimaksud telah memiliki kekuatan hukum yang tetap.
Pada dasarnya pemutusan hubungan kerja mengambil dua bentuk utama, yaitu berhenti dan diberhentikan.




1.      Pemberhentian Normal
Yang dimaksud dengan pemberhentian normal ialah apabila seseorang tidak lagi bekerja pada organisasi karena berhenti atas permintaan sendiri, berhenti karena sudah mencapai usia pensiun dan karena meninggal dunia.
Seorang pegawai yang berhenti atas permintaan sendiri berarti mengambil keputusan bahwa hubungan kerja dengan organisasi tidak lagi dilanjutkan. Berbagai alasan dapat menjadi penyebab diambilnya keputusan tersebut yang biasanya bersifat pribadi. Dalam hal demikian organisasi tidak berhak menolak keputusan pegawai yang bersangkutan dan oleh karenanya mau tidak mau harus dikabulkan. Memang ada kalanya organisasi dengan berbagai cara mendorong para pegawainya berhenti, seperti misalnya dalam hal akan terjadinya surplus tenaga kerja sebagai akibat menurunnya kegiatan organisasi.
Berarti adanya pegawai yang berhenti atas permintaan sendiri dapat berakibat pada terjadinya lowongan yang tentunya perlu diisi oleh tenaga baru melalui rekrutmen, seleksi dan penempatan. Yang penting dijaga ialah agar jangan sampai pegawai yang berhenti atas permintaan sendiri meninggalkan organisasi dengan sikap negatif apalagi dengan antipati.
Alasan lain mengapa ada pegawai yang berhenti ialah karena sudah mencapai usia pensiun. Pemensiunan pegawai dapat mengambil dua bentuk.
·         Bentuk pertama ialah karena keharusan pensiun setelah mencapai usia tertentu. Keharusan ini biasanya diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku umum dan, berdasarkan peraturan kepegawaian yang berlaku bagi para karyawan suatu organisasi tertentu. Berarti apabila seseorang telah mencapai usia tertentu, ia diberhentikan dengan hormat dari jabatan dan pekerjaannya dengan hak pensiun.
·         Batas usia pensiun itu tidak perlu seragam bagi semua pegawai. Artinya, bisa saja terjadi bahwa bagi pegawai yang sifat pekerjaannya memerlukan kekuatan usia pensiunnya lebih pendek. Sedangkan bagi mereka yang sifat pekerjaannya lebih memerlukan kesegaran mental, batas usia pensiunnya dapat lebih panjang.
Beberapa contoh bagi kategori pertama ialah pengemudi, pekerja tambang, pekerja kasar di perusahaan bangunan dan lain-lain pekerjaan sejenis. Sedangkah contoh-contoh yang termasuk kategori kedua ialah para manajer, guru, dosen, peneliti, hakim dan lain sebagainya.
Harus diakui bahwa batas usia pensiun dapat berbeda dari satu organisasi ke organisasi yang lain. Bahkan juga dari satu negara ke negara lain. Berbagai faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan batas usia pensiun tersebut antara lain ialah:
a.       Jenis pekerjaan,
b.      Kondisi kesehatan masyarakat pada umumnya,
c.       Situasi perekonomian baik secara mikro maupun makro
d.      Harapan hidup,
e.       Situasi ketenagakerjaan.
Kiranya relevan untuk menambahkan bahwa salah satu bentuk pemensiunan pegawai adalah pemensiunan yang dipercepat. Artiya, baik atas dorongan organisasi maupun atas kemauan pegawai yang bersangkutan sendiri, dimungkinkan pemensiunan yang lebih awal dari keharusan pensiun yang ditetapkan dalam peraturan yang sifatnya normatif. Apabila prakarsa datangnya dari organisasi, terdapat dua pertimbangan yang menjadi dasarnya, yaitu:
1.      Menurunnya kegiatan organisasi sehingga dirasa perlu untuk mengurangi jumlah pegawai dan dengan demikian mengurangi beban pembiayaan, terutama yang diperuntukkan bagi belanja pegawai.
2.      Dirasakan adanya kebutuhan untuk "menciptakan lowongan" bagi para pegawai tertentu yang dipandang layak dipromosikan, tetapi terhalang oleh adanya tenaga-tenaga yang lebih senior tetapi sebenarnya sudah kurang produktif.
Sebaliknya jika prakarsa pemensiunan yang dipercepat datang dari para karyawan sendiri, karena berbagai alasan yang dikemukakan bersifat pribadi, tidak ada pilihan bagi organisasi kecuali mengabulkannya.
Dalam manajemen sumber daya manusia, sesungguhnya tidak perlu dipersoalkan benar pihak mana yang memprakarsai pemensiunan yang dipercepat itu. Yang penting ialah bahwa dalam hal terjadinya pemensiunan yang dipercepat, kepentingan organisasi dan pegawai yang dipensiunkan harus sama-sama terjamin.
Penyebab ketiga terjadinya pemberhentian ialah karena ada pegawai yang meninggal dunia. Meskipun hal demikian tidak diharapkan terjadi, akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa karena berbagai sebab, ajal seseorang itu cepat atau lambat pasti tiba. Peristiwa seperti itu tidak selalu dapat diperhitungkan sebelumnya. Tetapi akibatnya harus ditanggung dalam arti pengisian lowongan yang timbul dan penyelesaian hak pegawai yang meninggal itu dengan ahli warisnya. Meskipun benar bahwa tibanya ajal seseorang tidak dapat diduga sebelumnya, dewasa ini makin banyak organisasi yang membantu para karyawannya agar hidup lebih sehat, misalnya dengan menyediakan fasilitas olah raga atau dengan mendorong para karyawannya aktif menjaga kondisi fisiknya melalui berbagai cara.

2.      Pemberhentian Tidak Atas Permintaan Sendiri
Pemutusan hubungan kerja dalam bentuk pemberhentian pegawai tidak atas kemauan sendiri dapat terjadi karena dua sebab utama.
·         Pertama, karena menurunnya kegiatan organisasi yang cukup gawat sehingga organisasi terpaksa mengurangi jumlah karyawannya. Dalam hal demikian pemutusan hubungan kerja itu dapat bersifat permanen, akan tetapi dapat pula bersifat sementara. Jika bersifat permanen berarti pimpinan organisasi memperkirakan bahwa gambaran masa depan organisasi tidak cerah untuk kurun waktu yang cukup panjang. Sebaliknya jika pemutusan hubungan keja itu bersifat sementara, berarti situasi yang dihadapi diperkirakan tidak berlangsung lama. Faktor penyebabnya pun belum tentu karena menurunnya kegiatan organisasi, akan tetapi karena faktor-faktor lain seperti karena peremajaan mesin, alih teknologi, perubahan situasi persaingan, pergeseran preferensi konsumen dan lain sebagainya.
Dalam hal terjadinya pemutusan hubungan kerja yang sifatnya sementara, pertanyaan yang menantang untuk dipikirkan dan ditemukan jawabannya ialah siapa yang diberhentikan. Apakah tenaga kerja senior atau pegawai yang relatif baru. Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya tenaga seniorlah yang diberhentikan karena:
a.       Dari penghasilan mereka selama ini sangat mungkin mereka sudah memiliki tabungan,
b.      Jika dipanggil kembali bekerja mereka tidak kehilangan senioritasnya.
Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa pegawai yang relatif barulah yang diberhentikan karena:
a.       Belum banyak jasa yang telah diberikannya kepada organisasi
b.      Kesempatan bagi mereka pindah ke pekerjaan lain lebih besar.

·         Kedua, karena pengenaan sanksi disiplin yang berat yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja. Artinya bisa saja terjadi bahwa karyawan melakukan pelanggaran tertentu sedemikian rupa sehingga kelanjutan kehadirannya dalam organisasi dipandang tidak dapat dipertanggungjawabkan lagi. Dalam hal demikian, pengenaan sanksi berat tersebut dapat mengambil satu dari dua bentuk :
a.       Pegawai yang dikenakan sanksi disiplin berat itu diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri,
b.      Pemberhentian tidak dengan hormat atau pemecatan.[25]
Berbagai bentuk pelanggaran berat yang berakibat pada pemutusan hubungan kerja itu antara lain ialah:
a.        Ketidakjujuran,
b.       Perilaku negatif yang sangat merusak citra organisasi,
c.        Dijatuhi hukuman oleh pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap,
d.       Sikap, tindakan dan ucapan yang mengakibatkan keberadaannya dalam organisasi tidak diinginkan lagi.
e.        Karena pekerja/buruh (setelah) ditahan pihak berwajib selama 6 (bulan) berturut-turut disebabkan melakukan tindak pidana di luar perusahaan.
f.        Karena mangkir yang dikualifikasi mengundurkan diri (Pasal 168 ayat 3).
g.       PHK atas pengaduan pekerja/buruh yang menuduh dan dilaporkan pengusaha (kepada pihak yang berwajib) melakukan "kesalahan" dan (ternyata) tidak benar (Pasal 169 ayat 3).

Jika terjadi pemberhentian tidak atas permintaan pegawai yang bersangkutan sendiri, tiga hal perlu mendapat perhatian manajemen, yaitu:
a.       Tindakan tersebut harus merupakan tindakan terakhir dalam arti bahwa sebelum tindakan tersebut diambil, pegawai yang bersangkutan telah diperingatkan terlebih dahulu, misalnya dalam bentuk teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan tidak puas oleh atasan yang bersangkutan.
b.      Pegawai yang dikenakan sanksi berat tersebut diberi kesempatan untuk memahami bahwa sanksi tersebut dikenakan kepadanya berdasarkan kriteria yang obyektif. Artinya yang bersangkutan harus mengetahui dengan jelas apa kesalahannya, ketentuan apa yang dilanggarnya dan bahwa hukumannya itu setimpal dengan kesalahan yang telah diperbuatnya. Bahkan suatu hal yang sangat baik apabila kepada yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri.
c.       Jika manajemen tetap berpendapat bahwa keputusan yang telah diambil tidak bisa diubah lagi, pejabat atau petugas pengelola sumber daya manusia perlu menyelenggarakan suatu "exit interview" yang tujuan utamanya adalah untuk mengusahakan bahwa pegawai yang bersangkutan meninggalkan organisasi dengan sikap yang wajar. Artinya dapat menerima keputusan yang baginya pasti pahit, tetapi tidak disertai oleh pandangan yang teramat negatif terhadap organisasi.
Dari pembahasan di atas terlihat bahwa salah satu tantangan yang dihadapi dalam manajemen sumber daya manusia adalah pentingnya upaya untuk menjamin bahwa jumlah orang yang berhenti karena berbagai alasan tidak besar. Alasan utamanya ialah bahwa tidak sedikit waktu, biaya dan tenaga yang dikeluarkan oleh organisasi untuk merekrut, menyeleksi dan mempersiapkan tenaga kerja baru sehingga apabila jumlah pekerja yang berhenti besar, berarti organisasi menderita kerugian yang tidak kecil.
Memang benar bahwa terjadinya pemberhentian pegawai tidak dapat dielakkan, baik karena alasan yang sifatnya alamiah maupun karena pertimbangan organisasional. Bahkan pada tingkat tertentu hal tersebut perlu terjadi karena setiap organisasi selalu memerlukan tenaga baru yang dengan pemikiran mutakhir, ide baru dan cara kerja baru membuat organisasi lebih dinamik dan lebih tangguh.
D.    Langkah-Langkah dalam Proses Seleksi
Proses seleksi terdiri paling sedikit delapan langkah yang dapat ditempuh. Perlu ditekankan bahwa tidak semua langkah tersebut dapat ditempuh. Misalnya, dalam hal orang dalam yang diseleksi dalam rangka alih tugas atau promosi, ada langkah-langkah tertentu yang tidak perlu lagi ditempuh karena organisasi, khususnya satuan kerja yang mengelola sumber daya manusia sudah memiliki informasi yang diperoleh dengan mengambil langkah-langkah tertentu itu, misalnya tentang informasi kondisi kesehatan pegawai yang bersangkutan.[26]
Langkah-langkah yang biasanya ditempuh dalam proses seleksi ialah antara lain:
1.      Penerimaan Surat Lamaran
Langkah pertama ini merupakan langkah yang penting. Oleh karena itu, antara kedua belah pihak hendaknya melakukannya dengan penuh kehati-hatian. Dari kesan pertama inilah perekrut mengambil keputusan untuk mengambil langkah selanjutnya atau pun tidak. Sebaliknya, pelamar dapat memutuskan apakah ia mau melanjutkan niatnya untuk tetap bergabung dalam organisasi tersebut atau tidak. Itu berarti, pelamar sudah memiliki pandangan umum tentang organisasi tersebut.
Ini merupakan sebuah titik temu antara pandangan pelamar dan perekrut untuk melanjutkan ke langkah berikutnya yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak.
2.      Penyelenggaraan Ujian
Diadakannya berbagai jenis ujian dengan maksud agar pihak perekrut tenaga kerja mendapatkan informasi yang akurat dan objektif serta mengetahui kapasitas kemampuan yang dimiliki oleh pelamar. Namun, tes yang diselenggarakan hendaknya tidak hanya mengacu pada satu titik saja. Karena ada jenis tes tertentu yang hanya cocok bagi mereka yang melamar pekerjaan yang bersifat teknis saja.
Pada dasarnya ada tiga jenis tes beserta penjelasannya yang ditempuh oleh para pelamar pekerjaan antara lain sebagai berikut:
a.       Tes psikologi
Berbagai jenis tes psikologi dimaksudkan untuk mengukur berbagai faktor kepribadian dan diperuntukan bagi upaya mencocokkan kepribadian pelamar dengan pekerjaan yang tepat baginya.
Misalnya ada tes psikologi yang mengukur kepribadian dan tempramen seseorang yang diharapkan menduduki jabatan eksekutif tingkat puncak, tingkat menengah ataupun tingkat rendah. Ada juga yang dimaksudkan untuk mengukur kreativitas dan nalar seseorang.[27]
b.      Tes pengetahuan
Tentunya dimaksudkan untuk mengukur tingkat pengetahuan pelamar. Misalnya ada tes yang mengukur pengetahuan tentang teori kepemimpinan, ataupun tentang pemahaman tentang ruang, waktu, angka-angka dan kecekatan menangkap makna petunjuk verbal dan lain sebagainya.
c.       Tes Pelaksanaan Pekerjaan
Tes ini ditujukan untuk mengukur kemampuan calon tenaga kerja dalam menghadapi situasi nyata dalam pekerjaan yang dimaksudkan seperti mengambil keputusan dan memecahkan masalah yang diperuntukkan bagi mereka yang menduduki jabatan manajerial.
Dua persyaratan yang harus dipenuhi dalam melaksanakan berbagai tes di atas antara lain yaitu validitas dan dapat dipercaya. Yang dimaksud dengan validitas adalah nilai yang didapat oleh seseorang terkait dengan pelaksnaan pekerjaan atau dengan berbagai kriteria objektif lainnya yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain tingkat validitas suatu tes dapat dikatakan tinggi apabila hubungan antara tes dan prestasi kerja semakin kuat.
Selanjutnya, yang dimaksud dengan tes yang dapat dipercaya ialah bahwa hasil yang diperoleh konsisten setiap kali tes tersebut diambilnya. Jika yang terjadi   adalah sebaliknya, misal tes yang bervariasi hasilnya padahal diambil oleh orang yang sama berarti tes itu tidak dapat dipercaya. Karena hasil yang didapat pun menjadi tidak valid dan sebaiknya tidak digunakan untuk membantu menyeleksi calon tenaga kerja yang akan direkrut.[28]
3.      Wawancara
Wawancara dipandang sebagai langkah penting dalam proses seleksi karena berisi pembicaraan formal antara perekrut dengan pelamar. Jika tepat dalam pelaksanaannya, maka akan didapatkan lima manfaat di bawah ini:
a.       Kesan kuat tentang akseptabilitas pelamar untuk bekerja dalam organisasi
b.      Perolehan jawaban yang pasti atas pertanyaan apakah pelamar mampu melaksakan pekerjaan yang akan di percayakan kepadanya
c.       Perolehan bahan perbandingan antara pelamar yang diwawancarai dengan pelamar lain untuk pekerjaan yang sama
d.      Pengenalan pelamar dengan lebih baik oleh pewawancara
e.       Kesempatan bagi pelamar yang diwawancarai untuk lebih mengenal organisasi yang akan memperkerjakannya melalui informasi yang diperolehnya dari pewawancara
Terdapat dua tipe dalam wawancara, yakni ada yang dilakukan dengan bentuk tatap muka antara seorang pewawancara dengan pelamar juga ada yang dilakukan dengan menyelenggarakan wawancara perkelompok. Wawancara perkelompok dapat digunakan apabila diperlukan pandangan beberapa orang pewawancara sekaligus mengenai diri para pelamar. Terdapat paling sedikit lima jenis wawancara sebagai berikut:
a.       Wawancara terstruktur
Pelaksanaan menuntut agar pewawancara menyusun dan mempersiapkan serangkaian pertanyaan yang ditanyakan pada semua pelamar. Kelemaha  utama penggunaan teknik ini terletak pada dua hal:
1)      Pelaksanaannya cenderung terlalu formal dan mekanikal
2)      Tidak/kurang tersedianya kesempatan bagi pewawancara untuk melakukan improvisasi yang mungkin diperlukan seperti dalam hal pelamar memberikan jawaban menarik yang sebenarnya memerlukan “panggilan” lebih lanjut
b.      Wawancara tidak terstruktur
Dalam wawancara ini, pewancara tidak mempersiapkan sejumlah pertanyaan sebelumnya. Jumlah dan jenis pertanyaan yang diajukan kepada wawancara biasanya berkembang saat wawancara berlangsung. Meskipun demikian bukan berarti pewawancara tidak perlu melakukan persiapan.
Bahkan sesungguhnya teknik wawancara ini menuntut keterampilan improvisasi dari pewawancara yang tinggi sehingga informasi mengenai diri pelamar benar-benar diperoleh juga untuk membantu pelamar dalam mengatasai masalah kegugupan yang dimilikinya dan juga membantunya untuk memahami bahwa dia kurang cocok dengan pekerjaan yang dilamarnya.
c.       Gabungan antara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur
Kenyataan dan pengalaman banyak orang menunjukkan bahwa wawancara yang paling sering digunakan sebagai teknik seleksi adalah gabungan antara dua wawancara di atas. Alasannya ialah bahwa penggabungan kedua teknik tersebut mengambil manfaat dari keduanya.
Dalam wawancara terstruktur memungkinkan pihak pewawancara untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk membandingkan kualifikasi seorang pelamar dengan para pelamar lainnya yang kemudian dilengkapi dengan perolehan informasi secara lebih mendalam melalui wawancara tidak terstruktur.
d.      Pemecahan masalah
Suatu gambaran tentang problematika yang bersifat hipotetikal biasanya diberikan kepada pelamar. Hal tersebut bertujuan untuk mengukur kemampuan pelamar dalam menyelesaikan sebuah permasalahan yakni dilihat dari tanggapan pelamar tentang apa yang harus dilakukannya berdasar masalah yang ada tersebut. Tiga hal yang menjadi perhatian oleh pihak wawancara untuk memperoleh informasi yang berkualitas antara lain:
1)      Jalan keluar yang dikemukakan pelamar
2)      Pendekatan yang digunakannya
3)      Sejauh mana pelamar dapat berfikir rasional yang diimbangi dengan pemikiran yang tidak terburu-buru dalam menghadapi tekanan, seberapapun besar kecilnya tekanan tersebut

e.       Wawancara dalam situasi stres
Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas pewawancara bisa saja memberikan pertanyaan yang sengaja memicu rasa kesal pelamar. Hal demikian dilakuakan agar dapat diketahui cara dan sikap pelamar dalam menghadapi kondisi stres saat nantinya melaksanakan tugas.
Dari berbagai teknik wawancara yang sudah dijelaskan di atas dapat diketahui bahwa tidaklah cukup dalam menggali informasi pelamar apabila hanya menggunakan satu teknik wawancara saja. Tetapi juga tergantung pada informasi mana yang paling relevan untuk dimiliki. Hal tersebut dimaksudkan agar nantinya dapat memiliki tenaga kerja yang paling memenuhi syarat demi terciptanya Sumber Daya Manusia yang berkualitas dalam organisasinya. Sehingga membantu menghasilkan keberhasilan yang diharapkan perusahaan. Terdapat beberapa proses tersebut antara lain adalah:
a.       Persiapan wawancara
Sebelum dimulainya proses wawancara, pewawancara perlu menyusun berbagai pertanyaan sebagai bahan yang digunakan untuk menggali informasi pelamar. Penggalian informasi tersebut antara lain adalah mengenai latar belakang, minat dan sikap pelamar serta pertanyaan lain yang mendukung informasi tentang cocok tidaknya pelamar dengan pekerjaan yang dimaksud. Jelaslah bahwa penyelenggaraan wawancara harus dipersiapkan secara matang.
b.      Penciptaan keserasian hubungan
Merupakan hal yang normal bahwa keterlibatan seseorang dalam wawancara akan menimbulkan ketegangan, baik bagi pelamar atau pewawancara. Oleh karena itu, agar wawancara berlangsung dengan baik, pewawancara sesegera mungkin harus dapat menurunkan ketegangan yang ada. Sehingga keserasian hubungan antara keduanya harus dapat dikondisikan. Ketegangan suasana bisa dihindari apabila:
1)      Terdapat hubungan yang berdasar pada sikap saling menghargai
2)      Dapat menciptakan suasana santai sedini mungkin
3)      Tidak terdapat distraksi yang dapat mengalihkan perhatian kepada hal lain
4)      Terlihatnya sikap ramah pada diri pewawancara

c.       Tukar menukar informasi
Dimaksudkan bahwa proses wawancara tidak hanya didominasi oleh pihak pewawancara. Karena wawancara harus berlangsung dua arah. Di mana pelamar tidak hanya memiliki kewajiban untuk menjawab saja, tapi juga memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan kepada pihak pewawancara. Dengan demikian terjadilah proses tukar menukar informasi.
d.      Mengakhiri wawancara
Cara mengakhiri wawancara pun punya teknik sendiri yang perlu dikuasai oleh pewawancara. Teknik terbaik mengakhiri suatu wawancara adalah komunikasi non verbal. Misalnya dengan cara duduk yang berubah, berdiri, melihat jam dinding atau jam tangan ataupun cara-cara lain sejenis yang memberikan indikasi bahwa wawancara akan segera berakhir.
Dalam menakhiri wawancara sangat penting untuk mengingat bahwa pewawancara sama sekali tidak boleh memberikan indikasi apakah lamaran diterima atau ditolak. Dua alasan mengapa demikian adalah:
1)      Agar opini mengenai pelamar lain yang juga akan diwawancarai terpengaruh
2)      Karena pelamar yang baru selesai diwawancarai masih harus melalui proses seleksi lebih lanjut
e.       Penilaian
Setelah wawancara berakhir, pewawancara harus membuat catatan selengkap mungkin mengenai jawaban-jawaban yang diberikan oleh pelamar dan kesan pewawancara tentang diri pelamar. Untuk kepentingan penilaian, seyogyanya digunakan suatu lembaran daftar pengecekan yang mengandung berbagai hal mengenai diri. Daftar dimaksud juga sebaiknya berisikan komentar antara pendapat wawancara tentang:
1)      Sikap pelamar terhadap organisasi
2)      Sikap pelamar terhadap pimpinannya di tempat ia pernah bekerja
3)      Harapan mengenai tugas pekerjaannya
4)      Harapan tentang tangga karier yang mungkin dinaikinya
5)      Kesan-kesan pewawancara mengenai diri pelamar yang dipandang relevan
                        Bagian terakhir dari daftar pengecekan itu menyangkut tindak lanjut mengenai pelamar yang baru selesai diwawancarai. Bagian ini menggambarkan tiga kemungkinan yakni ditolak, diterima atau diterima tapi untuk pekerjaan lain.
4.      Surat-Surat Referensi
Yakni mengharuskan pelamar untuk melengkapi dokumen lamarannya dengan surat-surat referensi yang dimaksudkan untuk melengkapi informasi tentang diri pelamar. Seperti kemampuan intelektual, sikap,  nilai yang dianut, perilaku dan hal-hal lain yang dipandang relevan.
Namun biasanya dalam surat referensi, hanya terdapat segi-segi positif si pelamar sehingga sulit untuk mempertimbangkan penempatan dan pengembangan yang bersangkutan karena sisi-sisi negatif pelamar tidak dapat diketahui.
Karena kelemahannya tersebut kalangan perekrut cenderung tidak lagi melakukan cara ini, namun diganti dengan cara lain demi mendapatkan informasi yang diperlukan. Yang dimaksud tersebut adalah dengan meminta pelamar memberikan beberapa nama yang menjadi referensinya. Sehingga perekrut dapat menghubunginya secara langsung, misalnya melalui telepon. Permintaan informasi dengan cara tersebut merupakan usaha yang sistematik untuk dapat mengetahui lebih mandalam tentang latar belakang pelamar.
5.      Evaluasi Medis
Cara yang dilakukan adalah meminta pelamar membawa surat keterangan sehat dari dokter ataupun melakukan pemeriksaan dengan tes kesehatan di tempat dokter yang telah ditunjuk oleh organisasi.
Tujuan pemeriksaan medis ini antara lain:
a.       Menjamin bahwa pelamar tidak menderita penyakit kronis apalagi menular
b.      Memperoleh informasi apakah secara fisik pelamar mampu mengahadapi tantangan dan tekanan tugas pekerjaannya
c.       Memperoleh gambaran tinggi-rendahnya premi asuransi yang harus dibayar, terutama jika organisasi yan membayarkannya.
6.      Wawancara oleh Penyelia
Dalam Manajemen Sumber Daya Manusia semakin penting untuk melibatkan para penyelia yang akan menjadi atasan langsung pelamar dalam proses seleksi. Alasannya antara lain adalah sebagai berikut:
a.       Penyelialah yang lebih memahami seluk-beluk dan tuntutan teknikal pekerjaan yang akan dipercayakan kepada pelamar
b.      Penyelialah yang dianggap lebih kompeten menjelaskan berbagai segi pekerjaan tertentu apabila ditanyakan oleh pelamar
c.       Penyelialah yang dianggap lebih tepat untuk meleakukan penilaian mengenai kemampuan dan potensi pelamar karena dikaitkan langsung dengan tugas yang akan dilakukan pelamar
d.      Penyelialah yang dibebankan tanggung jawab untuk mengarahkan, memberikan dorongan, membina dan mengembangkan pelamarsetelah dia menjadi pekerja dari organisasi yang bersangkutan
e.       Jika ternyata dikemudian hari pegawai itu tidak atau kurang mampu menyelenggarakan fungsinya, penyelia bertanggung jawab atas ketidaktepatan proses seleksi
            Karena berbagai pertimbangan itulah di masa ini sudah semakin diakui pentingnya keterlibatan para penyelia dalam proses wawancara penyeleksian calon pegawai.
7.      Keputusan Seleksi
Langkah ini merupan langkah terakhir dalam proses seleksi. Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengambil langkah ini, yaitu:
a.       Segera memberitahu kepada pelamar yang tidak diterima
Hal ini penting karena praktek yang lumrah terjadi adalah pemberitahuan kepada pelamar yang diterima terlebih dahulu. Padahal mereka yang lamarannya ditolak seyogyanya diberitahu terlebih dahulu agar dapat mengambil langkah-langkah baru, misalnya dengan mengajukan lamaran pekerjaan ke tempat kerja lain.
b.      Menyimpan dokumen pelamar yang diterima
Hal ini dianggap penting karena berbagai informasi yang terkandung dalam dokumen tersebut akan sangat bermanfaat dikemudian hari dalam membina dan mengarahkan karier pegawai yang bersangkutan. Dapat pula berguna dikemudian hari apabila pekerja tidak memenuhi harapan karena dari penelusuran itu sangat mungkin ditemukan titik-titik lemah yang dimiliki pegawai baru tersebut.
Dengan langkah terakhir tersebut menandakan bahwa proses seleksi pun telah berakhir. Sehingga langkah berikutnya dalam penempatan pegawai dapat dilakukan.















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Orientasi adalah aktivitas-aktivitas yang menyangkut pengenalan individu
terhadap organisasi, penyediaan landassan bagi karyawan baru agar mulai berfungsi secara efektif dan menyenangkan pada pekerjaan yang baru. Orientasi meliputi pengenalan karyawan baru terhadap perusahaan, fungsi- fungsi, tugas-tugas, dan orang-orangnya.
Penempatan karyawan berarti mengalokasikan para karyawan pada posisi kerja tertentu, hal ini khusus terjadi pada karyawan baru. Kepada karyawan lama yang telah menduduki jabatan atau pekerjaan termasuk sasaran fungsi penempatan karyawan dalam arti mempertahankan pada posisinya atau memindahkan pada posisi yang lain.
Pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja adalah keputusan dari individu dan perusahaan. Hal ini dapat dilakukan oleh perusahaan atau pekerja. Pemberhentian kerja dapat didorong oleh alasan disiplin, ekonomi, bisnis, atau alasan pribadi













DAFTAR PUSTAKA

Siagian, Sondang P, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Wardana, I Komang DKK, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Graha Ilmu, 2012
            Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, Dari Teori ke Praktik. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta






















SESI TANYA JAWAB
1.      Julianto Nugroho
Apakah tranning merupakan bagian dari proses rekrutmen calon pegawai?
Ya, karena dalam merekrut calon pegawai, pihak perekrut perlu mengetahui kemampuan calon pelamar dalam melakasanakan pekerjaan yang akan dibebankan kepadanya. Selain itu, dalam masa tranning akan diketahui kecakapan pelamar dalam menghadapi masalah yang nyata di lapangan. Sehingga nantinya akan didapatkan penilaian yang dapat menentukan apakah pelamar akan diterima menjadi pegawai tetap ataupun tidak.
2.      Sinta Purwati
Apa yang akan dilakukan pihak perusahaan, apabila telah dilakukan promosi jabatan pegawai, ternyata kerja pegawai yang dimaksud setelahnya justru tidak sesuai?
Pihak perusahaan bisa saja memindahakan atau menurunkan jabatan pegawai yang dimaksud. Karena ditakutkan nantinya akan berpengaruh terhadap sistem kerja yang ada ataupun berpengaruh buruk terhadap kinerja pegawai yang lain.
3.      Siti Fatimah
Kenapa para pekerja di kota memiliki ketersediaan alat bantu pekerjaan yang lebih maju daripada yang ada di desa?
Hal tersebut jelas saja terjadi. Bisa kita lihat, bahwa kemajuan sistem dan tekhnologi suatu negara pasti dimulai dari kota-kota nya. Itu sebabnya orang-orang yang bekerja di kota akan mendapatkan lebih dulu informasi tentang perkembangan yang ada di dunia karena mereka juga memiliki pemikiran yang lebih maju yang di latar belakangi oleh pendidikan tinggi. Sehingga dapat menjalankan alat-alat dengan tekhnologi modern yang mendukung dan mempercepat sistem kerja dalam suatu perusahaan.

DAFTAR HADIR
Mata Kuliah  : Manj. SDM                                      Kelas               : A
Prodi               : S1 Perbankan Syariah                   Semester         : IV (empat)
NO.
NPM
NAMA
1
141265610
Karmi Handini
2
141273010
Shinta Purwanti
3
141271410
Puji Rahayu
4
141257810
Ana Hardianti
5
141273110
Siti Fatimah
6
141261310
Eka Wulandari
7
141270210
Nurjanah
8
141258710
Arif Zulbahri
9
141271010
Pepti Cahyaning W
10
141264810
Indri Setiarini
11
141270610
Nyai Ayu EP
12
141273710
Sujianti
13
141260010
Devi Chytia Dewi
14
141265210
Istiqomah
15
141259010
Ayu Utami
16
141261610
Elga Andrirana
17
141256710
Aan Fergian
18
141269610
M. Ridho Prayoga
19
141270510
Nurul Khasanah
20
141259910
Devi Antikasari
21
141259510
Dea Khanifah Amatullah
22
141263610
Feriyanti
23
141259410
Dara Triana Novia Ningrum
24
141266110
Kiki Sucianingrum
25
141265410
Julianto Nugroho
26
141274210
Tri Yogi Riandika
27
141258410
Anita Rahmawati
28
141271510
Putri Diah Pitaloka
29
141262810
Eva Nursa’adah
30
141268710
M. Faqih Abdul Aziz
31
141263110
Evi Nurmayanti
32
141264410
Ida Fitriani
33
141260410
Diana Indriyani
34
1412
Roudotul Kutsyiah
35
1412
Eko Riyanto
36
1412
Pipin Yulianti
37
1412
Agung Saputra Nugraha
38
1412
Yogi Tansri
39
1412
Muhammad Marzuki Ali
40
1412
Dyah Retno Asih



[1] Rivai, Veithzal. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan, Dari
Teori ke Praktik.  (PT RajaGrafindo Persada: Jakarta. 2004)  halaman 120
[2] Sondang P Siagian. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Bumi Aksara : Jakarta.1996) halaman 158
[3] Ibid., Halaman 157-158
[4] Nasri, Marwan. Manajemen Perusahaan – Pendekatan Operasional. (Edisi
Satu. BPFE: Yogyakarta. 1986) Halaman 89
[5] Sondang P Siagian. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Bumi Aksara : Jakarta.1996) halaman 158-161
[6] Ibid., Halaman 161-166
[7] Ibid., Halaman 166
[8] I Komang Ardhana, dkk. Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 82.
[9] Ibid., hlm. 83.
[10] Ibid., hlm. 83-86.
[11] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hlm. 168.
[12] Ibid., hlm. 169.
[13] Ibid., hlm. 170.
[14] Ibid.
[15] Ibid., hlm. 171.
[16] Ibid.
[17] Ibid., hlm. 172.
[18] Ibid.
[19] Ibid., hlm. 173.
[20] Ibid., hlm. 174.
[21] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 174.
[22] Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[23] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia..., hlm.175
[24] Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[25] Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia..., hlm. 179
[26] Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 137.
[27] Ibid..., hlm 139
[28] I Komang Wardana DKK, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm. 124

Tidak ada komentar:

Posting Komentar