PENAWARAN
DALAM JUAL BELI
Di susun Guna
Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Hadis Ekonomi 2
Dosen Pengampu :
Khoirur
Roji’in, Lc, M.Pd.I
DI SUSUN OLEH :
1.
ARIF ZULBAHRI (141258710)
2.
AYU UTAMI (141259010)
3.
DARA TRIANA N (141259410)
PROGRAM STUDI STRATA SATU PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKOMONI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO-LAMPUNG
TAHUN 2016 M/1436 H
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan nama Allah yang maha Pengasih
lagi maha Penyayang. Puji syukur penulis panjatkan kepada-Nya, serta salawat
dan salam penulis persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW., sehingga penulis
dapat menyusun makalah ini
yang berjudul “Penawaran Dalam Jual
Beli”.
Uraian setiap topik dalam tulisn ini penulis
sajikan dengan hadist yang menerangkan tentang penawaran dalam jual beli.
Sedang untuk penelusuran yang lebih jauh dan mendalam pembaca dapat mengadakan
kajian pada buku atau kitab lainnya yang dianggap relevan dengan topik bahasan
ini.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih,
mudah-mudahan makalah ini dapat sedikit menambah wawasan dan berguna bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum
Wr. Wb.
Metro,
15 Maret 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
a).
Latar Belakang ...................................................................... 1
b).
Rumusan masalah .................................................................. 1
c).
Tujuan..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Hadis
Penawaran Didalam Jual Beli........................................... 2
B. Isi
Kandungan Hadist ................................................................ 2
C. Etika
Penawaran.......................................................................... 3
D. Hal-Hal
Dalam Transaksi Penawaran.......................................... 7
E. Adab-adab
Dalam Penawaran..................................................... 8
F. Najsy
Dalam Jual Beli................................................................. 9
a.
Hukum Najasy Dalam Hadis ................................................ 12
BAB III PENUTUPAN
Kesimpulan
................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Jual beli merupakan kegiatan manusia
yang tidak dapat dihindarkan. Karena ada pihak memiliki sesuatu yang tidak
dimiliki oleh pihak lain. Dalam pelaksanaannya Islam telah memberikan arahan
yang sangat jelas mengenai tata cara, etika, dan objek yang diperjualbelikan.
Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa
profesi terbaik yang dikemukakan Rasulullah saw. salah satunya adalah
perdagangan (jual beli). Namun ada persyaratan yang diberikan oleh Rasul, yaitu
jual beli atau perdagangan yang mabrur atau bebas dari unsur-unsur penipuan,
baik dalam proses, kualitas atau pun kuantitas dan objek yang diperdagangkan.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa hadis
penawaran dalam jual beli ?
b.
Bagaimana
kandungan hadis tersebut terhadap kehidupan sehari-hari ?
c.
Bagimana etika
penawaran dala islam ?
d.
Apa saja
hal-hal terkat dengan penawaran ?
e.
Bagaimana adap
penawaran ?
f.
Bagaiman hukumnya
najasy dalam jual beli ?
C.
Tujuan
a.
Mengetahi dan
dapat memahami hadis penawaran dalam jual beli.
b.
memahami
kandungan hadis tersebut terhadap kehidupan sehari-hari.
c.
Menegti dan
mengimplikasikan etika penawaran dala islam.
d.
Mengetahui hal-hal terkat dengan penawaran.
e.
Mengetahui dan
mengerti adap penawaran.
f.
Menegerti dan
memahami hukumnay najasy dalam jual beli.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hadis Penawaran Didalam Jual Beli
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَسُمْ
الْمُسْلِمُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ
Arti perkata :
سَلَّمَ : Menawar
الْمُسْلِمُ : Seorang Muslim
أَخِيهِ : Saudaranya
(MUSLIM
- 2788) Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah
seorang muslim menawar harga barang yang telah ditawar (dan disepakati
harganya) oleh muslim lainnya."
B.
Isi
Kandungan Hadist
Persaingan
sehat menjadi prioritas utama dalam hadis ini. Hal itu terlihat dari aturan
mengenai penawaran dalam proses jual beli. Dalam penawaran ada hal yang harus
diperhatikan oleh pihak-pihak yang melakukan transaksi jual beli yaitu:
a. Calon
pembeli dilarang menawar barang yang sedang ditawar oleh seseorang, dengan
penawaran yang lebih tinggi.
b. Penjual
dilarang menawarkan barang kepada calon pembeli yang sedang menawar barang
pedagang lain, dengan memberikan penawaran yang lebih rendah atau dengan
memberikan penawaran yang sama terhadap barang yang dinyatakan memiliki
kualitas lebih baik.
c. Ada
aturan yang sangat jelas untuk melakukan persaingan yang sehat dengan tidak
mengecewakan apabila merugikan orang lain.
C. Etika Penawaran
Dalam
kegiatan perdagangan, ada beberapa proses yang biasa dilakukan oleh pihak yang
terlibat dalam kegiatan tersebut, seperti penawaran pada penjualan biasa.
Penawaran (pada barang yang belum
mempunyai harga pasti) biasanya berkaitan dengan penentuan harga, karena
sudah merupakan suatu realitas yang tidak terbantah seorang penjual
menginginkan barang yang dijualkan dapat terjual dengan harga yang tinggi,
sementara si pembeli menginginkan dapat membeli dengan harga yang rendah. Untuk
ini, ada proses tawar menawar antara penjual dan pembeli untuk menetapkan
harga.
Islam
memberikan aturan tentang etika menawar yang tidak menyebabkan Adanya pihak yang
dirugikan dalam Hadis Riwayat Muslim : Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah seseorang menjual di
atas jualan saudaranya. Janganlah pula seseorang khitbah (melamar) di atas
khitbah saudaranya kecuali jika ia mendapat izin akan hal itu” (HR. Muslim no.
1412)
Dari
Ibnu ‘Umar, ia berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
“Janganlah seseorang di antara
kalian menawar atas tawaran saudaranya” (HR. Bukhari)[1]
Penawaran
adalah barang atau jasa yang ditawarkan pada jumlah dan tingkat harga tertentu
dan dalam kondisi tertentu. Penawaran islam pun ada hal yang membedakannya
dengan penawaran konvensional, bahwa barang atau jasa yang ditawarkan harus
transparan dan dirinci spesifikasinya, bagaimana keadaan barang tersebut, apa
kelebihan dan kekurangan barang tersebut. Jangan sampai penawaran yang kita
lakukan merugikan pihak yang mengajukan
permintaan. Adapun Rasulullah dalam melakukan penawaran selalu merinci tentang
spesifikasi barang dagangannya, sampai-sampai harga beli nya pun disebutkan dan
menawarkan dengan harga berapa barang tersebut dibeli dan yang akan diperoleh
olehnya.
Penawaran
dalam jual beli terutama yang konvensional merupakan suatu proses yang tidak dapat
dihindarkan. Hal itu disebabkan adanya dua kepentingan yang saling bertolak
belakang. Pihak penjual, tentu saja menginginkan untuk dapat menjual barangnya
dengan harga yang tinggi. Sedangkan di suatu sisi, pihak pembeli tentu saja
menginginkan dapat membeli barang dengan harga yang rendah.
Dalam
hadis di atas, ada etika yang harus diperhatikan oleh kedua belah pihak yang
terlibat dalam transaksi. Larangan membeli atas penjualan orang lain tau
menawar atas tawaran orang lain bukan hanya ditunjukan kepada pihak pembeli,
tetapi juga pada penjual.
Bagi
penjual, praktek yang melanggar etika penawaran tersebut dapat berbentuk
menawarkan barang dagangannya dengan harga yang lebih rendah kepada calon
pembeli yang sedang proses tawar menawar dengan penjual lain. Praktek tersebut
dapat juga berbentuk menawarkan barang yang kualitasnya lebih baik dengan harga
yang sama kepada calon pembeli yang sedang proses tawar menawar atau pada masa
khiyar dengan penjual lain.
Penawaran
tersebut tentu saja bertujuan untuk mengalihkan calon pembeli agar membeli
barang dagangannya dan meninggalkan penjual sebelumnya. Cara yang seperti ini
dilarang karena sangat tidak etis ketika ada pihak yang merebut calon pembeli
dengan cara yang tidak etis. Bagi calon pembeli, praktek menawar tawaran orang lain yang melanggar
etika penawaran dalam hadis ini dapat berbentuk:
a)
Calon pembeli kedua memberikan penawaran
harga lebih tinggi dari penawar pertama yang sedang proses tawar menawar dengan
penjual atau pada jual beli yang masih dalam masa khiyar.
b)
Calon pembeli kedua maminta kepada penjual
yang sedang masa khiyar untuk membatalkan jual beli dengan pembeli pertama
dengan memberika janji akan membeli dengan harga yang lebih tinggi.
c)
Dalam prakteknya, termasuk penawaran terhadap
tawaran orang lain ketika calon pembeli baru menyatakan kekurangan barang yang
sedang ditawar oleh calon pembeli sebelumnya. Cara seperti itu dilakukan dengan
maksud agar penawar tidak jadi membeli barang tersebut dan pembeli kedua
bermaksud untuk membelinya.
Larangan
dalam hadis tersebut menunjukan bahwa dalam transaksi jual beli tidak
dibenarkan persaingan tidak sehat antara para calon pembeli. Karenanya, hal
tersebut mendapatkan perhatian yang sangat serius dari Rasulullah Saw. Pembeli
hanya dibolehkan melakukan penawaran terhadap barang yang tiadak sedang ditawar
orang lain. Meskipun pembeli sangat tertarik terhadap barang yang sedang
ditawar oleh orang lain tersebut.
Larangan
dalam hadis ini memberikan jaminan kepada pihak yang mungkin dalam posisi tidak
menguntungkan, sehingga pihak yang kuat social ekonominya tidak berlaku
semena-mena terhadap orang yang social ekonominya lemah.
Dalam
hadis lain, di ujung hadis ada kebolehan menawar barang yang tidak jadi dibeli,
jika penawar pertama telah meninggalkan lokasi transaksi tau telah memberikan
izin. Artinya, ketidak bolehan tersebut ditunjukan pada calon pembeli kedua,
ketika melakukan penawaran terhadap suatu barang yang sedang ditawar oleh calon
pembeli pertama. Bentuk penawaran yang dilarang adalah ketika calon pembeli
kedua menyarankan agar penjual membatalkan jual beli yang sedang dalam masa
khiyar, dengan janji ia akan membeli dengan harga yang lebih tinggi.
Larangan
penawaran hanya pada saat kedua calon pembeli dan penjual sedang dalam proses
penawaran atau dalam masa khiyar. Larangn ini dapat mengantisipasi terjadinya
pertengkaran atau permusuhan antara sesama pembeli.
Penawaran
terhadap tawaran orang lain juga dapat terjadi pada penjual. Misalnya, ketika
penjual sedang tawar menawar dengan calon pembeli A, kemudian pedangan lain
menawarkan kepada A tersebut barang yang sama dengan harga yang lebih murah,
atau harga yang sama untuk barang yang sama untuk barang yang lebih baik
kualitasnya. Ketidakbolehan ditunjukan bagi calon penjual jika barang yang
menjadi objek jual beli sedang dalam proses penawaran atau pada masa khiyar.
Larangan
ini dapat mengantisipasi terjadinya pertengkaran atau permusuhan antara sesame
penjual. Hal itulah yang dijaga oleh islam, sehingga transaksi yang akan
terjadi tidak menjadi sumber pertengkaran antara pihak-pihak yang terlibat
dalam transaksi. Apalagi bagi penjual, permusuhan sesame penjual akan
mempengaruhi kinerja masing-masing. Janganlah untuk memikirkan kemajuan
usahanya, permusuhan tersebut akan menimbulkan hal-hal merugikan lainnya.
Hadis
yang menjadi bahasan ini terdapat dalam rangkaian hadis yang panjang, aturan
tentang etika penawaran ini diseiringkan dengan larangan meminang pinangan
orang lain, sampai peminang pertama memutuskan untuk tidak meminang. Esensi
dari larangannya sama, yaitu agar pihak yang datang belakangan memperhatikan
etika persaingan sehat. Dengan arti pihak yang disebutkan belakangan tidak
merebut dengan berbagai dalih.
Apabila
terjadi jual beli dengan proses penawaran yang dilarang ini, maka terdapat
perbedaan pendapatan tentang hukum jual beli, yaitu:
a)
Menurut Jumhur, jual belinya sah tapi
berdosa.
b)
Menurut Hanafiyah dan Malikiyah dalam
salah satu riwayat mereka dan Ibn Hazm menyatakan bahwa jual belinya tidak sah.
Terjadinya
perbedaan pendapat tersebut mungkin disebabkan oleh karena sah atau tidaknya
jual beli biasanya dilihat dari lengkap atau tidaknya syarat rukun jual beli.
Bagi fuqaha’ yang menyatakan bahwa jual belinya sah tapi berdosa, maka fokusnya
adalah terpenuhi syarat rukun tersebut. Akan tetapi bagi yang mengatakan hukum
jual belinya tidak sah, karena menganggap salah satu unsure dalam hadis tidak
sempurna.[2]
D.
Hal-Hal Dalam Transaksi Penawaran
Islam
menghalalkan tawar menawar dalam pembelian dan tidak ada sebarang dalil yang
menyatakan bahawa tawar menawar dalam pembelian al-quran,buku-buku agama dan
sebagainya tidak dibenarkan,mengikut al-quran surah An-nisa’ ayat 29,
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ
ٱصۡبِرُواْ وَصَابِرُواْ
وَرَابِطُواْ وَٱتَّقُواْ
ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ
تُفۡلِحُونَ ٢٠٠
“ Wahai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu makan (gunakan) harta-harta kamu sesama kamu
dengan jalan yang salah (tipu, judi dan sebagainya), kecuali dengan jalan
perniagaan yang dilakukan secara suka sama suka di antara kamu, dan janganlah
kamu berbunuh-bunuhan sesama sendiri. Sesungguhnya Allah sentiasa Mengasihani
kamu.”
Ayat ini
menyatakan jual beli sah selagi tidak ada unsur riba’,penipuaan dan judi
sehingga menindas mana-mana pihak.
Rasulullah
s.a.w sendiri pernah melakukan tawar menawar. Diriwayatkan dari Anas, “Bahwa
Nabi saw menjual anak panah dan alas pelana dengan tawar-menawar.”
Selagi jual beli tersebut berjalan atas dasar
suka sama suka yang mana pembeli terlebih dahulu tawar menawar dan peniaga
bersetuju dengan harga yang ditawarkan,maka aqad tersebut sah. Terdapat dalil
hadis yang jelas mengenai urusan jual beli ini.
Rasulullah
s.a.w. pernah bersabda: Dua orang yang sedang melakukan jual-beli
dibolehkan tawar-menawar selama belum berpisah; jika mereka itu berlaku
jujur dan menjelaskan (ciri dagangannya), maka mereka akan diberi barakah dalam
perdagangannya itu; tetapi jika mereka berdusta dan menyembunyikan (ciri
dagangannya), barakah dagangannya itu akan dihapus.\
E.
Adab-Adab Dalam Penawaran
a. Niat Membeli (bila tidak niat
membeli jangan menawar dan membatalkan kesepakatan harga) tindakan membatalkan
kesepakatan itu kurang beradab, mengecewakan dan bisa menyakiti
hati penjual, padahal si sudah sepakat walaupun untungnya jadi nggak
seberapa, karena penjual sudah capek capek nego, ngabisin waktu, rugi keuangan
malah ditambah rugi kekesalan karena pembeli bertindak hanya
main-main dan menipu kesepakatan.
b. Bila Sudah Deal/OK Harus Beli, agar
penjual tidak kecewa/sakit hati
c. Jangan Menawar barang yang sedang ditawar orang, Jangan kamu
saling dengki dan iri dan jangan pula mengungkit keburukan orang lain. Jangan
saling benci dan jangan saling bermusuhan serta jangan saling
menawar lebih tinggi atas penawaran yang lain. Jadilah hamba-hamba
Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya dengan
tidak menzhaliminya, tidak mengecewakannya, tidak membohonginya dan tidak
merendahkannya. Letak takwa ada di sini (Nabi Saw menunjuk ke dada beliau
sampai diulang tiga kali). Seorang patut dinilai buruk bila merendahkan
saudaranya yang muslim. Seorang muslim haram menumpahkan darah, merampas harta,
dan menodai kehormatan muslim lainnya. (HR. Muslim).
d. Penjual Jangan terlalu memuji dagangannya Pembeli
jangan Mencela dagangan. Penawaran
terhadap tawaran orang lain juga dapat
terjadi pada penjual. Ketika penjual sedang tawar menawar dengan calon pembeli
A, kemudian pedagang lain menawarkan kepada A tersebut barang yang sama dengan
harga yang lebih murah, atau harga yang sama dengan yang lebih baik
kualitasnya.
Larangan ini dapat mengantisipasi terjadinya
pertengkaran atau permusuhan antara
sesama penjual. Hal itulah yang dijaga oleh Islam, sehingga transaksi yang akan terjadi sumber pertengkaran antara
pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi. Apalagi bagi penjual, permusuhan
sesama penjual akan mempengaruhi kinerja masing-masing. Jangankan untuk
memikirkan kemajuan usahanya, permusuhan tersebut akan menimbulkan hal-hal
merugikan lainnya.
F.
Najsy
Dalam Jual Beli
An-Najasy dalam
pengertian etimologi yaitu menggerakkan. Yang diambil dari kata: najasytu ash-shaida
idzâ atsartuhu(aku menghalau hewan buruan apabila aku
menggerakkan/mengejutkannya).
Menurut
terminologi adalah: (ketika) seseorang menambah harga pada suatu barang, namun
ia tidak membutuhkan barang tersebut dan tidak ingin membelinya; ia hanya ingin
harganya bertambah, dan akan menguntungkan pemilik barang.
Harga merupakan salah satu unsur
jual beli yang mendapatkan perhatian dalam Islam. Untuk menjaga agar penjual
dan pembeli melakukan penawaran dengan bebas, dan agar harga barang yang
ditetapkan berdasarkan kamauan penjual dan pembeli, maka Islam melarang semua
tindakan yang menyebabkan terjadinya permainan harga. Salah satu bentuk yang
dilarang adalah al-Najsy, yang merupakan suatu tindakan atau prilaku seseorang
yang melakukan manipulasi harga.
Dalam kondisi saat sekarang, bahkan
ada orang yang berprofesi sebagai najsy, yang kemudian mendapatkan komisi dari
pemilik barang yang dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. .
Oleh sebab itu, dapat dilihat aturan yang diberikan oleh Rasulullah Saw. dalam
hadis berikut:
Artinya: Dari Ibnu ‘Umar r.a.:
Bahwasanya Rasulullah saw melarang jual-beli dengan cara najasy”. Dan dalam
lafazh yang lain dinyatakan: Janganlah kamu sekalian melakukan jual-beli dengan
cara najasy. (HR al-Bukhari)
Rasulullah
melarang bai’ an-najasy. An-Najasy yang dimaksud dalam hadis ini ialah bentuk
praktik julal-beli sebagai berikut: seseorang yang telah ditugaskan menawar
barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih
tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan
memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya,
namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya
tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan, dan oleh karenanya disebut sebagai
praktik jual-beli yang terlarang.
Dalam
suatu transaksi atau pelelangan, ada penawaran atas suatu barang dengan harga
tertentu, kemudian ada seseorang nan menaikkan harga tawarnya, padahal ia tidak
berniat untuk membelinya. Dia hanya ingin menaikkan harganya untuk memancing
pengunjung lainnya dan untuk menipu para pembeli, baik orang ini bekerjasama
dengan penjual ataupun tidak.
Dalam
prakteknya al-najsy ini dapat saja pelakunya bekerja sama dengan penjual, ada
juga yang melakukan najsy tanpa sepengetahuan penjual, atau atas dasar
inisiatif najsy itu sendiri. Misalnya, seseorang menyatakan kepada calon
pembeli yang sedang menawar bahwa ia membeli barang yang sama dengan harga yang
lebih tinggi, dengan tujuan agar pembeli membayar dengan harga yang lebih
tinggi, terlepas dari pelaku memang membeli dengan harga dimaksud atau tidak.
Banyak
cara yang dilakukan oleh penjual untuk dapat meyakinkan pembeli tentang harga
barang yang sedang dalam proses jual beli. Bahkan dalam realitas ada penjual
yang bersumpah bahwa harga tersebut harga yang sangat rendah.
Dengan
al-najsy, seorang melakukan tindakan penawaran dengan tujuan untuk meyakinkan
calon pembeli agar dapat membeli dengan harga yang lebih tinggi. Pemberian
harga yang lebih tinggi tersebut dilakukannya bukan untuk membeli, tetapi agar
calon pembeli merasa yakin bahwa ia membeli dengan harga yang standar.
Najsy
juga dilakukan dengan cara seseorang menyatakan kepada calon pembeli (yang
sedang melakukan tawar menawar dengan penjual) bahwa ia telah membeli barang
yang sama dengan harga yang lebih tinggi dari tawarannya itu dengan tujuan agar
calon pembeli membeli dengan harga yang lebih tinggi dari harga yang
seharusnya.
Dalil
terlarangnya jual beli semacam ini disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah
seseorang menjual di atas jualan saudaranya, janganlah melakukan najesy dan
janganlah orang kota menjadi calo untuk menjualkan barang orang desa” (HR.
Bukhari)
Najesy
berdasarkan hadits di atas dihukumi haram, demikian pendapat jumhur. Namun
jumhur (mayoritas) ulama memandang bahwa jual beli najesy tetap sah karena
najesy dilakukan oleh orang yang ingin menaikkan harga barang namun tidak bermaksud untuk membeli- sehingga
tidak mempengaruhi rusaknya akad.
Menurut
Imam Syafi’i, al-najsy yaitu memperlihatkan barang yang akan diperjualbelikan
kepada calon pembeli, ada seseorang yang melakukan penawaran lebih tinggi namun
bukan dengan maksud membeli tetapi untuk meninggikan harga jual.
Menurut
Imam Maliki, najsy adalah upaya seseorang memberikan harga harga suatu barang
melebihi harga sesungguhnya, bukan maksud untuk membeli, tetapi agar orang lain
membeli dengan harga yang lebih tinggi.
Berdasarkan
hadis di atas, menurut Ibn Baththal: Ulama telah sepakat bahwa orang yang
melakukan permainan harga dengan cara najsy sama saja dengan berbuat maksiat.
Jual
beli yang terjadi akibat permainan harga yang dilakukan oleh seseorang ada
beberapa pendapat:
a)
Menurut sebagian ahli hadis jual belinya
yang terjadi batal demi hukum, ini juga pendapat ahli zhahir dan satu riwayat
dari Malik. Di kalangan Hanabilah, jual belinya batal demi hukum apabila ada
kerja sama antara najisy dengan penjual atau adanya perjanjian komisi.
b)
Menurut Malikiyah jual beli yang terjadi
mendapatkan hak khiyar, pembeli dapat saja meneruskan jual beli atau
membatalkannya.
c)
Dan Hadawiyah menyatakan jual belinya
sah, tetapi pelaku najs berdosa.
d)
Menurut Ibn ‘Abdil Bar, Ibn al-‘Arabi
dan Ibn Hamz, perbuatan najsy itu hukumnya haram, apabila tambahan yang
disebutkan itu melebihi harga standar.
e)
Menurut Ibn Abi Aufa, orang yang mencari
rezki dengan jalan menaikkan harga barang bukan untuk membeli tetapi merugikan
orang lain adalah pemakan riba yang khianat, penipu, tidak sah dan tidak halal,
dan pelakunya diancam dengan neraka.
Berdasarkan
uraian di atas terlihat bahwa upaya mempermaikan harga dengan cara najsy
merupakan suatu yang terlarang, karena hal itu akan berimplikasi negatif
terhadap pembeli. Pembeli akan dirugikan dengan praktek seperti itu. Tindakan
najsy memberikan keyakinan kepada pembeli bahwa ia membeli dengan harga yang
sebenarnya, padahal harga yang sesungguhnya tidak seperti itu. Sementara itu
sama saja dengan penipuan terselubung yang sudah direncanakan oleh pelaku.
Disamping
itu, untuk pelaku najsy perbuatannya akan menimbulkan menurunya etos kerja,
karena pelaku tidak mempunyai pekerjaan yang jelas dan sangat tergantung kepada
adanya pembeli yang dapat diperdaya oleh caranya tersebut. Orang yang tidak
berminat membeli dan tidak tertarik pada suatu barang, hendaknya tidak ikut
campur dan tidak menaikkan harga. Biarkan para pengunjung (pembeli) yang
berminat untuk saling tawar-menawar sesuai harga yang diinginkan.
a. Hukum
yang Terdapat dalam Hadis terkait najasy :
a) Haram
hukumnya praktik najasy dalam jual beli. Dalam hal ini at-Tirmidzi berkata
dalam Sunannya (III/597), “Hadis inilah yang berlaku di kalangan ahli ilmu,
mereka memakruhkan praktik najasy dalam jual beli.”
b) Bentuk
praktik najasy adalah sebagai berikut, seseorang yang telah ditugaskan menawar
barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih
tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan
memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya,
namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya
tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan, (Sunan at-Tirmidzi [III/597-598]).
c) Orang
yang melakukan praktik najasy dianggap sebagai orang yang berdosa dan durhaka.
Ibnu Baththal telah menukil ijma’ ahli ilmu dalam masalah ini. (lihat Fathul
Bâri (IV/355). Dalilnya adalah hadis ‘Abdullah bin Abi Aufa r.a, ia berkata, “Seorang menjajakan barang dagangannya
sambil bersumpah dengan nama Allah bahwa ia menjualnya di bawah modal yang
telah ia keluarkan”. Lalu turunlah ayat.
لَا
يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ لَهَا مَا كَسَبَتۡ وَعَلَيۡهَا مَا
ٱكۡتَسَبَتۡۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذۡنَآ إِن نَّسِينَآ أَوۡ أَخۡطَأۡنَاۚ
رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرٗا كَمَا حَمَلۡتَهُۥ عَلَى ٱلَّذِينَ
مِن قَبۡلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلۡنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦۖ وَٱعۡفُ
عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ أَنتَ مَوۡلَىٰنَا فَٱنصُرۡنَا عَلَى
ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٢٨٦
Artinya:‘Sesungguhnya
orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka
dengan harga yang sedikit…’ (QS Ali Imran 77)
d) Kandungan
Hadis dan Ayat
a.
Pada prinsipnya, Islam memberikan
jaminan kepada pembeli dalam penetapan harga beli. Harga harus berdasarkan
kesepakatan antara penjual dengan pembeli.
b.
Pihak lain dilarang melakukan intervensi
dalam memberikan dan menetapkan
penentuan harga yang lebih tinggi dari harga sesungguhnya, walaupun najisy
tersebut tidak mendapat imbalan dari upaya yang dilakukannya. Lebih lagi jika
najisy menjadikan upaya tersebut sebagai profesi atau usaha untuk mendapatkan
bagian dari kelebihan keuntungan yang diperoleh oleh penjual.
c.
Orang yang melakukan najisy adalah
pelaku maksiat.
d.
Larangan najsy mempunyai implikasi
terhadap transaksi yang dilakukan. Meskipun terdapat perbedaan pendapat ulama tentang
itu, jual belinya batal demi hukum atau ada hak khiyar bagi pembeli untuk
membatalkan atau melanjutkan jual beli dimaksud.
e.
Najsy upaya merusak harga dan bentuk
penggelembungan harga yang sangat merugikan pihak pembeli.[3]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam melakukan kegiatan perdagangan Islam memberikan aturan tentang etika penawaran dalam
jual beli yang tidak
menyebabkan adanya pihak yang dirugikan baik penjual maupun pembeli. Dalam hadis, Dari ibnu “umar
Rosulullah Saw. Bersabda : janganlah sebagian kamu menjual atas penjualan yang
lain..., dalam hadis lain rosulullah Saw. Bersabda : janganlah seseorang
menawar atas tawaran lainnya.
Didalam melakukan kegiatan
perdagangan juga ada praktek yang dilarang didalam islam yang disebut dengan
al-Najsy, yaitu memperlihatkan barang yang akan diperjual belikan kepaa calon
pembeli, ada seseorang yang melakukanpenawaran lebih tinggi namun bukan
dengan maksud membeli tetapi untuk
meninggikan harga jual. Oleh sebab itu, Rasulullah Saw memberikan aturan dalam
hadistNya, yaitu: Dari Ibn ‘Umar, Rasulullah Saw. Melarang al-Najsy atau
upaya menaikkan harga penawaran barang bukan maksud membeli.
DAFTAR PUSTAKA
Enizar. 2013. Hadist Ekonomi. PT
Rajagrafindo Persada : Jakarta
Al-Mushlih.Prof.DR.Abdullah
dan Prof.DR.Shalah Ash-Shawi. 2001. Jual
Beli Dan Hukum-Hukumnya. Pustaka Pelajar : Jakarta
Adiwarman
A. Karim, 2001, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani : Jakarta
http://www.lucyagustina94.blogspot.com/2013/04/penawaran-dalam-jual-beli
http://www.salehfaisal.blogspot.co.id/2014/04/penawaran-dalam-jual-beli
Tidak ada komentar:
Posting Komentar