Jumat, 24 Juni 2016

ANALISIS PRINSIP OTONOMI DAERAH DALAM UU NO.22 TAHUN 1999, PEMBAGIAN KEKUASAAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DALAM UU NO.22 TAHUN 1999 SERTA PENERAPANNYA DALAM PROVINSI LAMPUNG



ANALISIS PRINSIP OTONOMI DAERAH DALAM UU NO.22 TAHUN 1999, PEMBAGIAN KEKUASAAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DALAM UU NO.22 TAHUN 1999 SERTA PENERAPANNYA DALAM PROVINSI LAMPUNG

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Romli,M.Pd









OLEH :
ARIF ZULBAHRI
NPM.141258710




JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI STRATA SATU PERBANKAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
TAHUN 1436 H/2015 M


KATA PENGANTAR

            Assalammualaikum Wr.Wb
            Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan pertolongannya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai waktu yang ditentukan.
            Penulisan makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mandiri Mata Kuliah Kewarganegaraab di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Jurai Siwo Metro dalam rangka memenuhi tugas diperguruan tinggi.
            Penyusunan menyadari bahwa dalam penyusunan kata atau kalimat dan tata letak dalam Makalah ini tentunya banyak sekali kekurangan dan kekhilafan, baik kata atau kalimat dan tata letak.
            Untuk kebaikan dan sempurnanya Makalah ini, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Dan akhirnya semoga dapat bermanfaat bagi pembaca, penyusun dan mahasiswa.

                                                                                                Metro, Juni 2015
                                   
                                                                                                Penyusun






DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................................1
Kata Pengantar......................................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................................3
            BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang.......................................................................................4
B.     Rumusan Masalah..................................................................................5
C.     Tujuan....................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A.    Definisi Otonomi Daerah.......................................................................6
B.     Sejarah Singkat UU No.22 Tahun 1999.................................................6
C.     Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No.22 Tahun 1999........................7
D.    Pembagian Kekuasan Pemerintah Pusat dan Daerah.............................8
E.     Analisis Penerapan UU No.22 Th 1999 dalam Provinsi Lampung........9
BAB III PENUTUP
A.    Simpulan...............................................................................................12
B.     Saran.....................................................................................................13
Daftar Pustaka......................................................................................................14






BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian tersebut maka tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemeritah pusat untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Karena luasnya daerah-daerah di Negara kita yang terbagi-bagi atas beberapa Provinsi, Kabupaten serta kota maka daerah-daerah tersebut memiliki pemerintahan daerah dengan maksud guna mempermudah kinerja pemerintah pusat terhadap daerahnya sehingga digunakanlah suatu asas yang dinamakan asas otonomi sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Maka dari itu pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat, sehingga dalam hal ini menimbulkan suatu hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah di daerah.
Otonomi Daerah ini muncul setelah berakhirnya masa orde baru kemudian masuklah negara Indonesia pada masa refomasi, pada masa ini ditandai dengan bangkitnya demokrasi. Pada masa orde baru yang mana negara harus menjadi titik sentral yang menentukan perkembangan pembangunan daerah harus segera diakhiri.





  1. Rumusan Masalah
1.      Apa saja prinsip-prinsip Otonomi daerah menurut UU Nomor 22 tahun 1999 ?.
2.      Bagaimana pembagian kekuasaan pemerintah pusat dan daerah menurut UU Nomor 22 tahun 1999?.
3.      Bagaimana penerapan UU No.22 Tahun 1999 dalam daerah Provinsi Lampung ?.
4.      Bagaimana analisis prinsip otonomi daerah dan pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dalam UU No.22 Tahun 1999 serta penerapannya dalam provinsi Lampung ?

  1. Tujuan
1.      Mengetahui prinsip-prinsip Otonomi Daerah dalam UU No.22 Tahun 1999
2.      Mengetahui pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dalam UU No.22 Tahun 1999
3.      Mengetahui penerapannya dalam provinsi Lampung
4.      Mengetahui analisis prinsip otonomi daerah dan pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah dalam UU No.22 Tahun 1999 serta penerapannya dalam provinsi Lampung








BAB II
PEMBAHASAN

A.       Definisi Otonomi Daerah
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 memperluas definisi otonomi daerah yang bukan hanya merupakan member kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. Pengertian otonomi daerah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 memperluasnya menjadi berbunyi “otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan”. Jadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 menekankan tiga hal, yaitu hak, wewenang dan kewajiban.

B.       Sejarah UU No.22 Tahun 1999
Sebelum memasuki kepada masa reformasi ini, dahulu negara Indonesia masa zaman orde baru kekuasaan pemerintah pusat sangat sentralistik. Hal ini banyak mendapatkan protes dari berbagai kalangan di daerah seperti daerah Provinsi Aceh dan Papua yang menuntut merdeka dan ingin berpisah dari Nergara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan pada tahun 1998 masa orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto berakhir, kemudian masuklah negera ke masa Reformasi di bawah pimpinan Presiden B.J Habibie.
Pada masa reformasi inilah lahir UU Otonomi Daerah khususnya UU No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Dengan lahirnya UU ini keinginan provinsi seperti Aceh dan Papua  untuk berpisah dengan NKRI semakin kuat, bahkan ada berbagai daerah yang ingin melakuakn pemekaran provinsi atau kabupaten dalam upaya membaguan daerah mereka kearah yang lebih baik, tetapi hal ini terdapat pro dan kontra sehingga menaikan suhu politik di Indonesia.
UU No. 22 Tahun 199 lahir didorong oleh tuntutan daerah yang mana menginginkan kebebasan di era kebebasan politik dan juga didorong oleh keinginan pemerintah pusat untuk mengatasi masalah disintegrasi yang melanda Indonesia. Ciri-ciri UU ini, yaitu :
a.       Demokrasi dan Demokrtisasi
b.      Mendekatkan pemerintah dengan rakyat
c.       Sistem Otonomi luas dan nyata
d.      Tidak menggunakan sistem Otonom yang bertingkat
e.       Penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah dibiayai oleh Anggaran Belanja dan Pendapatan Negera (APBN)[1]

C.      Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No.22 Tahun 1999
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 menjadikan prinsip penyelenggaraan otonomi daerah sebagai dasar atau alasan diundangkannya undang-undang ini, dengan cara menempatkannya pada klausul menimbang. Hal ini bisa dipahami karena lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 merupakan rombakan total terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang selama 32 tahun berada di bawah kekuasaan Orde Baru yang sentralistis. Oleh karena itu, otonomi daerah merupakan isu sentral yang melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah. Dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.[2]

D.       Pembagian Kekuasaan Pemerintah Pusat dan Daerah Menurut UU Nomor 22 tahun 1999.
Dalam bidang lingkungan hidup kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah sangat menentukan akan tetapi dengan adanya UU No 22 tentang Otonomi daerah maka kewenangan pengelolaan lingkungan hidup menjadi terbagi dua hal ini dapat dicermati dalam pasal 7 UU NO 22 tahun 1999, yaitu:
1.      Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintah, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
2.      Kewenangan bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat(1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.[3]
Dalam UU nomor 22 tahun 1999 memperlihatkan kewenangan pemetrintah pusat yang ingin dibagi kepada daerah akan tetapi jika dilihat dari pasal 7 ayat 2 sangat terlihat pembatasan kewenangan pemerintahan daerah, sebenarnya pasal 7 ayat 2 harus diperjelas lagi apa yang dimaksud dengan kewenangan bidang lain yang diatur oleh UU No 22 tahun 1999. Kalau dilihat dari ayat 2 maka akan terlihat kewenangan pemerintah pusat yang masih besar.[4]

  1. Analisis Penerapan UU No.22 Tahun 1999 dalam daerah Provinsi Lampung
Otonomi daerah yang digulirkan sejak tahun 2001 tampaknya belum mampu mendorong kemajuan bagi Provinsi Lampung. Selain problem politik dan birokrasi, minimnya kualitas sumber daya manusia dan sumber daya alam juga menyebabkan Lampung masih relatif tertinggal.
Sebagian besar masyarakat Lampung belum puas terhadap pelaksanaan otonomi selama ini. Pembangunan infrastruktur dan kondisi perekonomian merupakan dua prioritas persoalan yang dinilai masyarakat paling menghambat gerak pembangunan Lampung.
Kondisi sosial ekonomi kabupaten/kota di Lampung memang cenderung kurang menggembirakan dilihat dari indikator ekonomi, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kependudukan. Selama kurun waktu 2005-2008 malah terjadi penurunan indeks sosial ekonomi di sejumlah kabupaten/kota di Lampung. Hanya di Kota Bandar Lampung tercatat indeks yang meningkat, sedangkan di Kota Metro stagnan.[5]
Meski bukan sepenuhnya menjadi potret terbaru kondisi Lampung, penurunan indeks sosial ekonomi dapat menjadi indikasi turunnya kinerja pemerintah memberikan pelayanan dasar kepada publik. Apalagi jika mengingat bahwa pemekaran yang terjadi di provinsi ini sebagian sudah berjalan satu dekade lebih. Kabupaten Lampung Tengah tercatat mekar sejak lebih dari satu dekade lalu (1999) menjadi Lampung Timur dan Kota Metro. Indeks sosial ekonomi setelah dimekarkan justru turun. Sementara tiga kabupaten baru, yaitu Mesuji, Pringsewu, dan Tulang Bawang Barat, memang baru mekar tahun 2008.
Identifikasi yang dilakukan sejumlah pengamat menyebutkan, wilayah pemekaran belum bisa berkembang lantaran tidak dapat memfokuskan pada sumber daya alam yang tersisa setelah pemekaran dan aparat pemerintah yang kurang jeli mengembangkan potensi wilayah. Sebaliknya, wilayah yang relatif cukup berhasil, seperti Kota Metro, karena sudah memiliki tata ruang infrastruktur peninggalan Belanda dan sumber daya manusia.
Wilayah yang menjadi salah satu tujuan utama transmigrasi masa Orde Baru ini tampaknya belum mampu mengonsolidasikan sumber daya yang dimiliki. Kerentanan kemampuan membangun Lampung tampak, antara lain, dari struktur keuangan daerah. Selama ini pemerintah kabupaten/kota hanya mengandalkan dana perimbangan sebagai sumber utama keuangan.
Di sisi lain, wilayah Lampung tampaknya bukan daerah yang miskin-miskin amat secara sumber daya. Dari peta Geologi Daerah Lampung disebutkan kandungan gas alam di lembah Suoh, uranium di Bukit Arahan, Gedong Surian, Bukit Semoang dan Bukit Lematang, dan juga Pulau Tabuan.
Terkandung pula batu bara muda, besi, emas, dan perak di perut bumi wilayah Lampung. Di Kabupaten Lampung Timur, sekitar Pulau Segamat, Pulau Basa, Gosong Serdang, Gosong Layang-layang, dan karang Pematang, bahkan sudah terdapat eksploitasi minyak dan gas bumi yang dikelola sebuah perusahaan PMA (penanaman modal asing) dari China.
Selain potensi sektor pertambangan, komoditas sektor perkebunan sebenarnya juga masih menjadi potensi besar bagi perekonomian wilayah. Berdasarkan analisis Input Output tahun 2008 yang diperbarui, industri pengupasan kopi dapat menjadi sektor kunci yang mempunyai kemampuan kuat menarik sekaligus mendorong sektor lain untuk menggerakkan roda perekonomian.
Kemampuan menarik (backward linkage) tampak dari apabila permintaan industri pengupasan kopi meningkat, industri akan meminta bahan baku (biji kopi) lebih banyak yang mayoritas dipasok oleh perkebunan rakyat di Lampung, terutama Kabupaten Lampung Barat. Kemampuan mendorong (forward linkage) ditunjukkan lewat peningkatan produk kopi kupasan besar, maka akan menggerakkan industri penggilingan kopi agar beroperasi untuk memenuhi permintaan kopi olahan di hotel dan restoran di Lampung.
Sementara itu, meskipun 27 persen produksi tebu nasional disumbang oleh Lampung, kedua setelah Jawa Timur, sektor ini pada kenyataannya kurang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Penguasaan oleh perkebunan swasta dan nasional, seperti Sugar Group, Gunung Madu Plantations, dan Bunga Mayang (PTPN VII), mencakup 88 persen produksi tebu yang dihasilkan Lampung.


















BAB III
PENUTUP

  1. Simpulan
Otonomi daerah merupakan suatu kadaan untuk mewujudkan kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri tanpa intervensi pihak lain. Dalam hal ini otonomi daerah sering dikatakan sebagai konsep desentralisasi kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Pemberlakuan otonomi daerah khususnya dalam UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah perlu dicermati kembali. Karena hal ini hanya memindahkan potensi korupsi dari Pusat ke Daerah, yang mana otonomi daerah ini juga memunculkan raja-raja kecil yang mempersubur kolusi, korupsi, dan nepotisme di daerah. Disamping itu arogansi DPRD semakin tidak jelas karena mereka merupakan elite lokal yang berpengaruh, karena perannya itu ditengah demokrasi yang sepenuhnya belum terlaksana ditingkat lokal, DPRD akan menjadi kekuatan politik yang baru yang sangat rentan terhadap korupsi. Dan dalam pengambilan keputusan belum melibatkan publik dan masih berada di lingkaran elite lokal provinsi dan kabupaten/kota. Belum terlibatnya publik dalam pembuatan kebijakan itu tercermin dari pembuatan peraturan daerah (perda).
Selain itu otonomi daerah juga memiliki dampak positif yaitu memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.


B.       Saran
Penjelasan dalam UU ini tentang kedudukan dan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan Pemerintahan Provinsi harus lebih diperjelas. Karena hal ini dapat menimbulkan perselisihan antara Pemerintah Kabupaten atau Kota dengan Pemerintahan Provinsi yang nantinya jika keharmonisan keduanya rusak bakal membuat kewalahan Pemerintahan Pusat, untuk itu Pemerintah Pusat harus segera memperjelas tentang hal ini.
Kemudian fungsi dan peran DPRD juga harus ditinjau kembali agar tidak terjadi kolusi, korupsi, dan nepotisme di tingkat daerah yang nantinya bakal sangat mengganggu pembangunan daerah tersebut.






















DAFTAR PUSTAKA

            Kaloh,DR.J.Mencari Bentuk Otonomi Daerah.Jakarta : Rineka cipta.2002
            Djohan, djohermansyah, Kebijakan Otonomi Daerah 1999, Jakarta : Yarsif Watampone, 2003. Penjelasan UUD 1945
            M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI dan CV Sinar Bakti , 1988.
            http://cafe-ekonomi.blogspot.com/ulasan-mengenai-otonomi-daerah.html. Minggu, 14 juni 2015
            http://iyano.wordpress.com/otonomi-daerah/ Minggu,14 juni 2015


[1] http://jurnal-politik.co.cc/kebijakan-otonomi-daerah-era-reformasi/
[3] UU No.22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah
[4] M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI dan CV Sinar Bakti , 1988,h.256
[5] Litbang Kompas Lampung, diunduh Minggu, 14 Juni 2015.