ANALISIS PRINSIP OTONOMI DAERAH DALAM UU NO.22 TAHUN
1999, PEMBAGIAN KEKUASAAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DALAM UU NO.22 TAHUN 1999
SERTA PENERAPANNYA DALAM PROVINSI LAMPUNG
Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Kewarganegaraan
Dosen
Pengampu : Romli,M.Pd
OLEH :
ARIF ZULBAHRI
NPM.141258710
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI STRATA SATU PERBANKAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
TAHUN 1436 H/2015 M
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr.Wb
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan pertolongannya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
sesuai waktu yang ditentukan.
Penulisan makalah ini disusun guna
untuk memenuhi tugas mandiri Mata Kuliah Kewarganegaraab di Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAIN) Jurai Siwo Metro dalam rangka memenuhi tugas diperguruan
tinggi.
Penyusunan menyadari bahwa dalam
penyusunan kata atau kalimat dan tata letak dalam Makalah ini tentunya banyak
sekali kekurangan dan kekhilafan, baik kata atau kalimat dan tata letak.
Untuk kebaikan dan sempurnanya
Makalah ini, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Dan akhirnya
semoga dapat bermanfaat bagi pembaca, penyusun dan mahasiswa.
Metro,
Juni 2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................................1
Kata Pengantar......................................................................................................2
Daftar Isi.................................................................................................................3
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Otonomi Daerah.......................................................................6
B. Sejarah Singkat UU No.22 Tahun 1999.................................................6
C. Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No.22 Tahun 1999........................7
D. Pembagian Kekuasan Pemerintah Pusat dan Daerah.............................8
E. Analisis Penerapan UU No.22 Th 1999 dalam Provinsi
Lampung........9
BAB III PENUTUP
A. Simpulan...............................................................................................12
B. Saran.....................................................................................................13
Daftar Pustaka......................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Otonomi daerah adalah
hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari
pengertian tersebut maka tampak bahwa daerah diberi hak otonom oleh pemeritah
pusat untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Karena luasnya daerah-daerah di Negara kita yang
terbagi-bagi atas beberapa Provinsi, Kabupaten serta kota maka daerah-daerah
tersebut memiliki pemerintahan daerah dengan maksud guna mempermudah kinerja
pemerintah pusat terhadap daerahnya sehingga digunakanlah suatu asas yang
dinamakan asas otonomi sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1999, Maka dari itu pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat, sehingga dalam hal
ini menimbulkan suatu hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah
di daerah.
Otonomi
Daerah ini muncul setelah berakhirnya masa orde baru kemudian masuklah negara
Indonesia pada masa refomasi, pada masa ini ditandai dengan bangkitnya
demokrasi. Pada masa orde baru yang mana negara harus menjadi titik sentral
yang menentukan perkembangan pembangunan daerah harus segera diakhiri.
- Rumusan Masalah
1.
Apa saja prinsip-prinsip Otonomi daerah
menurut UU Nomor 22 tahun 1999 ?.
2.
Bagaimana pembagian kekuasaan pemerintah
pusat dan daerah menurut UU Nomor 22 tahun 1999?.
3.
Bagaimana penerapan UU No.22 Tahun 1999
dalam daerah Provinsi Lampung ?.
4.
Bagaimana
analisis prinsip otonomi daerah dan pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah
dalam UU No.22 Tahun 1999 serta penerapannya dalam provinsi Lampung ?
- Tujuan
1.
Mengetahui prinsip-prinsip Otonomi
Daerah dalam UU No.22 Tahun 1999
2.
Mengetahui pembagian kekuasaan antara
pusat dan daerah dalam UU No.22 Tahun 1999
3.
Mengetahui
penerapannya dalam provinsi Lampung
4.
Mengetahui
analisis prinsip otonomi daerah dan pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah
dalam UU No.22 Tahun 1999 serta penerapannya dalam provinsi Lampung
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Otonomi Daerah
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan Daerah Otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 memperluas definisi otonomi daerah yang
bukan hanya merupakan member kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat. Pengertian otonomi daerah menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 memperluasnya menjadi
berbunyi “otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan”. Jadi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 menekankan tiga hal, yaitu
hak, wewenang dan kewajiban.
B.
Sejarah UU No.22 Tahun 1999
Sebelum memasuki kepada
masa reformasi ini, dahulu negara Indonesia masa zaman orde baru kekuasaan
pemerintah pusat sangat sentralistik. Hal ini banyak mendapatkan protes dari
berbagai kalangan di daerah seperti daerah Provinsi Aceh dan Papua yang menuntut
merdeka dan ingin berpisah dari Nergara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan
pada tahun 1998 masa orde baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto
berakhir, kemudian masuklah negera ke masa Reformasi di bawah pimpinan Presiden
B.J Habibie.
Pada masa reformasi
inilah lahir UU Otonomi Daerah khususnya UU No.22 Tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah. Dengan lahirnya UU ini keinginan provinsi seperti Aceh dan
Papua untuk berpisah dengan NKRI semakin
kuat, bahkan ada berbagai daerah yang ingin melakuakn pemekaran provinsi atau
kabupaten dalam upaya membaguan daerah mereka kearah yang lebih baik, tetapi
hal ini terdapat pro dan kontra sehingga menaikan suhu politik di Indonesia.
UU No. 22 Tahun 199
lahir didorong oleh tuntutan daerah yang mana menginginkan kebebasan di era
kebebasan politik dan juga didorong oleh keinginan pemerintah pusat untuk
mengatasi masalah disintegrasi yang melanda Indonesia. Ciri-ciri UU ini, yaitu
:
a.
Demokrasi dan
Demokrtisasi
b.
Mendekatkan
pemerintah dengan rakyat
c.
Sistem Otonomi
luas dan nyata
d.
Tidak
menggunakan sistem Otonom yang bertingkat
e.
Penyelenggaraan
tugas pemerintah di daerah dibiayai oleh Anggaran Belanja dan Pendapatan Negera
(APBN)[1]
C.
Prinsip Otonomi Daerah dalam UU No.22 Tahun 1999
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 menjadikan prinsip penyelenggaraan
otonomi daerah sebagai dasar atau alasan diundangkannya undang-undang ini,
dengan cara menempatkannya pada klausul menimbang. Hal ini bisa dipahami karena
lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 merupakan
rombakan total terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang selama 32
tahun berada di bawah kekuasaan Orde Baru yang sentralistis. Oleh karena itu,
otonomi daerah merupakan isu sentral yang melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 menjelaskan bahwa dalam penyelenggaraan
Otonomi Daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip
demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan
potensi dan keanekaragaman Daerah. Dalam menghadapi perkembangan keadaan, baik
di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, dipandang
perlu menyelenggarakan Otonomi Daerah dengan memberikan kewenangan yang luas,
nyata, dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan
dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi,
peran serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan
keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.[2]
D.
Pembagian
Kekuasaan Pemerintah Pusat dan Daerah Menurut UU Nomor 22 tahun 1999.
Dalam bidang lingkungan hidup kewenangan Pemerintah
Pusat dan Daerah sangat menentukan akan tetapi dengan adanya UU No 22 tentang
Otonomi daerah maka kewenangan pengelolaan lingkungan hidup menjadi terbagi dua
hal ini dapat dicermati dalam pasal 7 UU NO 22 tahun 1999, yaitu:
1.
Kewenangan daerah mencakup
kewenangan dalam seluruh bidang pemerintah, kecuali kewenangan dalam bidang
politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama,
serta kewenangan bidang lain.
2.
Kewenangan bidang lain, sebagaimana
dimaksud pada ayat(1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan,
sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan
pemberdayaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
konservasi, dan standarisasi nasional.[3]
Dalam UU nomor 22 tahun 1999 memperlihatkan kewenangan
pemetrintah pusat yang ingin dibagi kepada daerah akan tetapi jika dilihat dari
pasal 7 ayat 2 sangat terlihat pembatasan kewenangan pemerintahan daerah,
sebenarnya pasal 7 ayat 2 harus diperjelas lagi apa yang dimaksud dengan
kewenangan bidang lain yang diatur oleh UU No 22 tahun 1999. Kalau dilihat dari
ayat 2 maka akan terlihat kewenangan pemerintah pusat yang masih besar.[4]
- Analisis Penerapan UU No.22 Tahun 1999 dalam daerah Provinsi Lampung
Otonomi
daerah yang digulirkan sejak tahun 2001 tampaknya belum mampu mendorong
kemajuan bagi Provinsi Lampung. Selain problem politik dan birokrasi, minimnya
kualitas sumber daya manusia dan sumber daya alam juga menyebabkan Lampung
masih relatif tertinggal.
Sebagian
besar masyarakat Lampung belum puas terhadap pelaksanaan otonomi selama ini.
Pembangunan infrastruktur dan kondisi perekonomian merupakan dua prioritas persoalan
yang dinilai masyarakat paling menghambat gerak pembangunan Lampung.
Kondisi
sosial ekonomi kabupaten/kota di Lampung memang cenderung kurang menggembirakan
dilihat dari indikator ekonomi, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan
kependudukan. Selama kurun waktu 2005-2008 malah terjadi penurunan indeks
sosial ekonomi di sejumlah kabupaten/kota di Lampung. Hanya di Kota Bandar
Lampung tercatat indeks yang meningkat, sedangkan di Kota Metro stagnan.[5]
Meski
bukan sepenuhnya menjadi potret terbaru kondisi Lampung, penurunan indeks sosial
ekonomi dapat menjadi indikasi turunnya kinerja pemerintah memberikan pelayanan
dasar kepada publik. Apalagi jika mengingat bahwa pemekaran yang terjadi di
provinsi ini sebagian sudah berjalan satu dekade lebih. Kabupaten Lampung
Tengah tercatat mekar sejak lebih dari satu dekade lalu (1999) menjadi Lampung
Timur dan Kota Metro. Indeks sosial ekonomi setelah dimekarkan justru turun.
Sementara tiga kabupaten baru, yaitu Mesuji, Pringsewu, dan Tulang Bawang
Barat, memang baru mekar tahun 2008.
Identifikasi
yang dilakukan sejumlah pengamat menyebutkan, wilayah pemekaran belum bisa
berkembang lantaran tidak dapat memfokuskan pada sumber daya alam yang tersisa
setelah pemekaran dan aparat pemerintah yang kurang jeli mengembangkan potensi
wilayah. Sebaliknya, wilayah yang relatif cukup berhasil, seperti Kota Metro,
karena sudah memiliki tata ruang infrastruktur peninggalan Belanda dan sumber
daya manusia.
Wilayah
yang menjadi salah satu tujuan utama transmigrasi masa Orde Baru ini tampaknya
belum mampu mengonsolidasikan sumber daya yang dimiliki. Kerentanan kemampuan
membangun Lampung tampak, antara lain, dari struktur keuangan daerah. Selama
ini pemerintah kabupaten/kota hanya mengandalkan dana perimbangan sebagai
sumber utama keuangan.
Di sisi
lain, wilayah Lampung tampaknya bukan daerah yang miskin-miskin amat secara
sumber daya. Dari peta Geologi Daerah Lampung disebutkan kandungan gas alam di
lembah Suoh, uranium di Bukit Arahan, Gedong Surian, Bukit Semoang dan Bukit
Lematang, dan juga Pulau Tabuan.
Terkandung
pula batu bara muda, besi, emas, dan perak di perut bumi wilayah Lampung. Di
Kabupaten Lampung Timur, sekitar Pulau Segamat, Pulau Basa, Gosong Serdang,
Gosong Layang-layang, dan karang Pematang, bahkan sudah terdapat eksploitasi
minyak dan gas bumi yang dikelola sebuah perusahaan PMA (penanaman modal asing)
dari China.
Selain
potensi sektor pertambangan, komoditas sektor perkebunan sebenarnya juga masih
menjadi potensi besar bagi perekonomian wilayah. Berdasarkan analisis Input
Output tahun 2008 yang diperbarui, industri pengupasan kopi dapat menjadi
sektor kunci yang mempunyai kemampuan kuat menarik sekaligus mendorong sektor
lain untuk menggerakkan roda perekonomian.
Kemampuan
menarik (backward linkage) tampak dari apabila permintaan industri pengupasan
kopi meningkat, industri akan meminta bahan baku (biji kopi) lebih banyak yang
mayoritas dipasok oleh perkebunan rakyat di Lampung, terutama Kabupaten Lampung
Barat. Kemampuan mendorong (forward linkage) ditunjukkan lewat peningkatan
produk kopi kupasan besar, maka akan menggerakkan industri penggilingan kopi
agar beroperasi untuk memenuhi permintaan kopi olahan di hotel dan restoran di
Lampung.
Sementara
itu, meskipun 27 persen produksi tebu nasional disumbang oleh Lampung, kedua
setelah Jawa Timur, sektor ini pada kenyataannya kurang mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat. Penguasaan oleh perkebunan swasta dan nasional, seperti
Sugar Group, Gunung Madu Plantations, dan Bunga Mayang (PTPN VII), mencakup 88
persen produksi tebu yang dihasilkan Lampung.
BAB III
PENUTUP
- Simpulan
Otonomi
daerah merupakan suatu kadaan untuk mewujudkan kemandirian suatu daerah dalam
kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri tanpa intervensi pihak lain. Dalam hal ini otonomi daerah sering
dikatakan sebagai konsep desentralisasi kekuasaan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.
Pemberlakuan
otonomi daerah khususnya dalam UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
perlu dicermati kembali. Karena hal ini hanya memindahkan potensi korupsi dari
Pusat ke Daerah, yang mana otonomi daerah ini juga memunculkan raja-raja kecil
yang mempersubur kolusi, korupsi, dan nepotisme di daerah. Disamping itu
arogansi DPRD semakin tidak jelas karena mereka merupakan elite lokal yang
berpengaruh, karena perannya itu ditengah demokrasi yang sepenuhnya belum
terlaksana ditingkat lokal, DPRD akan menjadi kekuatan politik yang baru yang
sangat rentan terhadap korupsi. Dan dalam pengambilan keputusan belum
melibatkan publik dan masih berada di lingkaran elite lokal provinsi dan
kabupaten/kota. Belum terlibatnya publik dalam pembuatan kebijakan itu
tercermin dari pembuatan peraturan daerah (perda).
Selain itu
otonomi daerah juga memiliki dampak positif yaitu memunculkan kesempatan identitas
lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah
pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah
yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak
daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana
tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta
membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata.
B.
Saran
Penjelasan
dalam UU ini tentang kedudukan dan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah
Daerah dan Pemerintahan Provinsi harus lebih diperjelas. Karena hal ini dapat
menimbulkan perselisihan antara Pemerintah Kabupaten atau Kota dengan
Pemerintahan Provinsi yang nantinya jika keharmonisan keduanya rusak bakal membuat
kewalahan Pemerintahan Pusat, untuk itu Pemerintah Pusat harus segera
memperjelas tentang hal ini.
Kemudian
fungsi dan peran DPRD juga harus ditinjau kembali agar tidak terjadi kolusi,
korupsi, dan nepotisme di tingkat daerah yang nantinya bakal sangat mengganggu
pembangunan daerah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Kaloh,DR.J.Mencari
Bentuk Otonomi Daerah.Jakarta : Rineka cipta.2002
Djohan,
djohermansyah, Kebijakan Otonomi Daerah 1999, Jakarta : Yarsif Watampone, 2003.
Penjelasan UUD 1945
M. Kusnardi
dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat
Studi Hukum Tata Negara FHUI dan CV Sinar Bakti , 1988.