METODOLOGI STUDI ISLAM
METODOLOGI DAN PENGEMBANGAN ILMU-ILMU KEISLAMAN
Makalah ini
disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Studi Islam
Dosen Pengampu :
Siti Nurjanah,M.Ag
DISUSUN OLEH:
ARIF ZULBAHRI
NPM. 141258710
PROGRAM STUDI : S1-PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN : SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
KELAS : B
SEMESTER : 1 (SATU)
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan pertolongannya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
sesuai waktu yang ditentukan.
Penulisan makalah ini dibuat adalah
sebagai media pembelajaran di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN) Jurai Siwo
Metro dalam rangka memenuhi tugas diperguruan tinggi yang berkaitan dengan
bahan pembelajaran.
Penyusunan menyadari bahwa dalam
penyusunan kata atau kalimat dan tata letak dalam makalah ini tentunya banyak
sekali kekurangan dan kekhilafan, baik kata atau kalimat dan tata letak.
Untuk kebaikan dan sempurnanya makalah
ini, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Dan akhirnya semoga
dapat bermanfaat bagi pembaca, penyusun dan mahasiswa.
Metro,
Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL – 1
KATA PENGANTAR – 2
DAFTAR ISI – 3
BAB
I PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang –
4
b.
Rumusan Masalah
– 5
c.
Tujuan Penulisan
– 5
BAB II PEMBAHASAN
a.
Pengertian
Metodologi Studi Islam – 6
b.
Manfaat
Metodologi – 7
c.
Studi Islam – 9
d.
Pengertian Ilmu
– 11
e.
Pengertian Ilmu
Keislaman – 13
f.
Awal Perkembangan
Studi Islam – 13
g.
Pengembangan
Ilmu Keislaman – 14
h.
Pengembangan
Ilmu Keislaman di Indonesia – 15
BAB III PENUTUP
a.
Kesimpulan – 16
DAFTAR PUSTAKA – 17
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
Pada awal tahun 1970-an berbicara mengenai
penelitian agama dianggap tabu. Orang akan berkata : kenapa agama yang sudah
begitu mapan mau diteliti ; agama adalah wahyu Allah. Sikap serupa terjadi di
Barat. Dalam pendahuluan buku Seven
Theories Of Religion dikatakan, dahulu orang Eropa menolak anggapan adanya
kemungkinan meniliti agama. Sebab, antara ilmu dan nilai, antara ilmu dan agama
( kepercayaan ), tidak bisa disinkronkan.[1]
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi
Muhammad SAW diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang
sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan
manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Al Qur’an dan Hadist,
tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan
progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual,
senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka,
demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik,
mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap
positif lainnya.
Membahas tentang ilmu itu tidak akan ada
habisnya, karena ilmu merupakan salah satu dari sifat utama Allah SWT dan
satu-satunya kata yang dapat digunakan untuk menerangkan pengetahuan Allah SWT.
Dalam membahas ilmu tersebut tidak terlepas dari yang namanya pendekatan,
pengkajian, serta metodologi, ketiga kata-kata ini saling mempengaruhi antara satu
dengan yang lain. Setiap pembahasan dari suatu disiplin ilmu apalagi yang
saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya sangat membutuhkan
pengkajian, pendekatan ataupun metodologi sehingga ilmu tersebut dapat
dipergunakan sesuai dengan fungsinya. Apalagi ilmu yang berhubungan dengan
agama Islam, agama yang diridhai Allah dan agama yang menjadi rahmatan
lil ‘alamin, hal ini sesuai dengan kelima ayat Alqur’an dari
wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yakni surah Al-‘Alaq
ayat 1-5 yang menjelaskan bahwa ajaran Islam sejak awal meletakkan semangat
keilmuan pada posisi yang amat penting.
Sebagian ahli menerangkan bahwa perkembangan ilmu
dalam Islam dengan melihat cara pendekatan yang ditempuh kaum
muslimin terhadap wahyu dalam menghadapi suatu situasi dimana mereka hidup,
menurut pendekatan ini hadirnya Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah kaum
muslimin pada generasi pertama sebagai pimpinan dan tokoh sentral menyebabkan
semua situasi dan persoalan-persoalan yang muncul dipulangkan kepada dan
diselesaikan oleh Nabi Muhammad[2]
Padahal, di sisi lain ilmu keislaman mengemban tugas
penting, yakni bagaimana mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) agar
umat Islam dapat berperan aktif dan tetap survive di era globalisasi. Dalam konteks
ini Indonesia sering mendapat kritik, karena dianggap masih tertinggal dalam
melakukan pengembangan kualitas manusianya. Padahal dari segi kuantitas
Indonesia memiliki sumber daya manusia melimpah yang mayoritas beragama Islam.
b. Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Metodologi Studi Islam ?
2.
Apa
Manfaat Metodologi ?
3.
Apa
Studi Islam ?
4.
Apa
Pengertian Ilmu ?
5.
Apa
pengertian Ilmu Keislaman ?
6.
Bagaimana
Awal perkembangan studi Islam ?
7.
Bagaimana
Pengembangan Ilmu Keislaman ?
8.
Bagaimana
Pengembangan Ilmu Keislaman di Indonesia ?
c. Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
Pengertian Metodologi Studi Islam.
2.
Mengetahui
Manfaat Metodologi.
3.
Mengetahui
Studi Islam.
4.
Mengetahui
Mengertian Ilmu.
5.
Mengetahui
Pengertian Ilmu Keislaman.
6.
Mengetahui
Awal Perkembangan Studi Islam.
7.
Mengetahui
Pengembangan Ilmu Keislaman
8.
Mengetahui
Pengembangan Ilmu Keislaman di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian
Metodologi Studi Islam
Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau
langkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai
tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang
lain. Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.
Menurut istilah “metodologi”
berasal dari bahasa yunani yakni metodhos
dan logos, methodos berarti cara, kiat dan seluk beluk yang berkaitan dengan
upaya menyelsaikan sesuatu, sementara logos
berarti ilmu pengetahuan, cakrawala dan wawasan. Dengan demikian metodologi adalah
metode atau cara-cara yang berlaku dalam kajian atau penelitian.[3]
Metodologi adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan
ilmu, metode kognitif yang betul untuk mencari kebenaran adalah lebih penting
dari filsafat, sains, atau hanya mempunyai bakat.[4]
Cara dan prosedur untuk memperoleh pengetahuan dapat ditentukan berdasarkan
disiplin ilmu yang dikajinya, oleh karena itu dalam menentukan disiplin ilmu
kita harus menentukan metode yang relevan dengan disiplin itu, masalah
yang dihadapi dalam proses verivikasi ini adalah bagaimana prosedur kajian dan
cara dalam pengumpulsn dan analisis data agar kesimpulan yang ditarik memenuhi
persyaratan berfikir induktif. Penetapan prosedur kajian dan cara ini disebut
metodologi kajian atau metodologi penelitian.
Selain itu, metodelogi adalah pengetahuan tentang metode-metode, jadi
metode penelitian adalah pengetahuan tentang berbagai metode yang
digunakan dalam penelitian.[5] Louay
safi mendefinisaikan metodologi sebagai bidang peenelitian ilmiah yang
berhubungan dengan pembahasan tentang metode-metode yang digunakan dalam
mengkaji fenomena alam dan manusia atau dengan kata lain metodologi adalah
bidang penelitian ilmiah yang membenarkan, mendeskripsikan dan menjelaskan
aturan-aturan, prosedur-prosedur sebagai metode ilmiah.[6]
Ketika metode digabungkan dengan kata logos maknanya berubah. Logos berarti
“studi tentang” atau “teori tentang”. Oleh karena itu, metodologi tidak lagi sekedar
kumpulan cara yang sudah diterima (well received) tetapi berupa berupa kajian
tentang metode. Dalam metodologi dibicarakan kajian tentang cara kerja ilmu
pengetahuan. Pendek kata, bila dalam metode tidak ada perbedaan, refleksi dan
kajian atas cara kerja ilmu pengetahuan, sebaliknya dalam metodologi terbuka
luas untuk mengkaji, mendebat, dan merefleksi cara kerja suatu ilmu. Maka dari
itu, metodologi menjadi menjadi bagian dari sistematika filsafat, sedangkan
metode tidak.
Metodologi adalah ilmu cara- cara dan langkah- langkah yang tepat (
untuk menganalisa sesuatu) penjelasan serta menerapkan cara.
Istilah metodologi studi islam digunakan ketika seorang ingin membahas
kajian- kajian seputar ragam metode yang biasa digunakan dalam studi islam.
Sebut saja misalnya kajian atas metode normative, historis, filosofis,
komparatif dan lain sebagainya. Metodologi studi islam mengenal metode- metode
itu sebatas teoritis. Seseorang yang mempelajarinya juga belum menggunakannya
dalam praktik. Ia masih dalam tahap mempelajari secara teoritis bukan praktis.
b.
Manfaat Metodologi
Untuk memahami Islam (menggali
ajaran Islam) secara substantive sehingga ajaran Islam mampu menjadi solusi
alternative dalam segala situasi dan kondisi (shalih li kulli zaman wa makan). Pentingnya Metodologi sebagai
faktor fundamental dalam renaissans, bahkan dikatakan yang menyababkan stagnasi
dan kemajuan adalah bukan karena ada atau tidaknya orang jenius, melaikan
karena metode penelitian dan cara melihat sesuatu[7]
Maka metode yang tepat adalah
masalah pertama yang harus diusahakan
dalam berbgai cabang ilmu pengetahuan. Sehingga menurut Mukti Ali, Metodologi
adalah masalah yang sangat penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu.[8]
Oleh karena itu, metode memiliki
peranan sangat penting dalam kemajuan dan kemunduran. Demikian pentingnya
metodologi ini, Mukti Ali mengatakan bahwa yang menentukan dan membawa stagnasi
dan masa kebodohan atau kemajuan bukanlah karena ada atau tidak adanya
orang-orang yang jenius, melainkan karena metode penelitian dan cara melihat
sesuatu.[9]
Untuk melihat ini kita dapat mengambil contoh yang terjadi pada abd keempat
belas, lima belas dan enam belas Masehi. Aristoteles (384-322 SM.) sudah barang
tentu jauh lebih jenius dari Francis Bacon (1561-1626)[10];
dan Plato (366-347 SM.) adalah lebih jenius dari Roger Bacon[11]
(1214-1294). Pertanyannya apakah yang menyebabkan dua orang Bacon itu menjadi
faktor dalam kemajuan sains, sekalipun kedua orang itu jauh lebih rendah
jeniusnya dibandingkan dengan Plato atau Aristoteles, sedangkan orang-orang
jenius itu tidak bisa membangkitkan Eropa abad pertengahan, bahkan
menyebabkan stagnasi dan kemandegan?
Dengan perkataan lain, mengapa orang-oranf jenius menyebabkan kemandegan dan
stagnasi di dunia, sedangkan orang-orang biasa saja dapat membawa
kemajuan-kemajuan ilmiah dan kebangkitan rakyat? Mukti Ali menjawab sebabnya
adalah karena orang-orang yang biasa-biasa saja itu menemukan metode berpikir
yang benar dan utuh, sekalipun kecerdasaanya biasa, mereka dapat menemukan
kebenaran. Sedangkan pemikir-pemikir jenius yang besar, apabila tidak
mengetahui metode yang benar dalam melihat sesuatu dan memikirkan
masalah-masalahnya, maka merka tidak akan dapat memanfaatkan kejeniusannya. [12]
Uraian tersebut sama sekali bukan
dimaksudkan untuk merendahkan orang-orang jenius, melainkan yang ingin
dikatakan bahwa untuk mencapai suatu kemajuan, kejeniusan saja belum cukup,
melainkan harus dilengkapi dengan ketepatan memilh metode yang akan digunakan
untuk kerjanya dalam ilmu pengetahuan. Metode dan berpikir yang benar tak
ubahnya seperti orang yang berjalan. Seorang yang lumpuh sebelah kakinya dan
tidak dapat berjalan dengan cepat daripada jago lari yang mengambil jalan yang
terjal lagi berbelok-belok. Betapaun tepatnya jago lari itu, ia akan datang terlambat
pada tempat yang dituju, sedangkan orang lumpuh sebelah kakinya yang memilih
jalan yang benar akan sampai kepada tujuan dengan segera. Dari contoh ini
semakin terlihat tentang pentingnya metode dalam melaksanakan suatu kegiatan.
Metode yang tepat adalah masalah pertama yang harus diusahakan dalam pelbagai
cabang ilmu pengetahuan. Kewajiban pertama bagi setiap peneliti adalah memilih
metode yang paling tepat untuk riset dan penelitiannya. [13]
Selain itu penguasaan metode yang
tepat dapat menyebabkan seseorang mengembangkan ilmu yang dimilikinya.
Sebaliknya mereka yang tidak menguasai metode hanya akan menjadi konsumen ilmu,
dan bukan menjadi produsen. Para lulusan Perguruan Tinggi Islam, khususnya pada
jenjang strata 1 masih dinilai lemah dalam menguasi metodologi. Hal demikian
terlihat pada saat yang bersangkutan menulis karya ilmiah semacam skripsi.
Keadaan tersebut antara lain disebabkan karena metode penyajian kuliah lebih
banyak menempatkan mahasiswa pada posisi pasif. Mereka hanya diperintahkan datang,
mencatat, memahami, dan menghafal. Sedangkan kegiatan yang mendorong mereka
membaca, menelaah, dan meneliti dengan menggunakan metode tertentu kurang dilatih.
Kini disadari bahwa kemampuan
dalam menguasi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan di bidang
metodologi sehingga pengetahuan yang dimilikinya dapat dikembangkan.
c.
Studi Islam
Di kalangan para ahli masih
terdapat perdebatan di sekitar permasalahan apakah studi Islam (agama) dapat
dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan karakteristik
antara ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Amin Abdullah mengatakan jika
penyelanggaraan dalam penyampaian Islamic
Studies atau Dirasah Islamiyah hanya mendengarkan dakwa keagamaan di dalam
kelas, lalu apa bedanya dengan kegiatan
pengajian dan dakwah yang sudah ramai diselenggrakan di luar bangku kuliah?
Meresponi sinyalemen tersebut, menurut Amin Abdullah, pangkal tolak kesuliatn
pengembangan scope wilayah kajian Islamic Studies atau Dirasah
Islamiyah berakar pada kesukaran seorang agamawan untuk membedakan antara
yang normativitas dan historisitas. Pada dataran normativitas kelihatan Islam
kurang pas untuk dikatakan sebagai disiplin ilmu, sedangkan untuk dataran
historisitas tampaknya tidaklah salah.
Pada dataran normativitas studi
Islam agaknya masih banyak terbebani oleh misi keagamaan yang bersifat memihak,
romatis, dan apologis, sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis,
historis, empiris terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah-naskah
keagamaan produk sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam
lingkungan para peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.[14]
Dengan demikian secara sederhana
dapat ditemukan jawabannya bahwa dilihat dari segi normatif sebagaiman yang
terdapat dalam Al Qur’an dan Hadist, maka Islam lebih merupakan agama yang
tidak dapat diberlakukan kepadanya pradigma ilmu pengetahuan, yaitu pradigma
analitis, kritis, metodologis, historis, dan empiris. Sebagai agama, Islam
lebih bersifat memihak, romatis, apologis, dan subjektif, sedangkan jika
dilihat sagi histori, yakni Islam dalam arti yang dipraktikan oleh manusia
serta tumbuhan dan berkembang dalam sejarah kehidupan manusia, maka Islam dapat
dikatakan sebagai sebuah disiplin ilmu, yakni Ilmu Keislaman atau Islam Studies.
Ketika islam dilihat dari sudut
normatif, Islam merupakan agama yang di dalamnya berisi ajaran Tuhan yang
berkaitan dengan urusan akidah dan muamalah.[15]
Sedangkan ketika Islam dilihat dari sudut historis atau sebagaimana yang tmapak
dalam masyarakat, Islam tampil sebagai sebuah disiplin ilmu (Islamic Stuies).
Selanjutnya, studi Islam
sebagaimana dikemukakan di atas berbeda pula dengan apa yang disebut sebagai sains Islam. Sains Islam sebagaimana
dikemukakan Hussein Nasr adalah sains
yang dikembangkan oleh kaum Muslimin sejak abad Islam kedua, yang keadaannya
sudah tentu merupakan salah satu pencapaian besar dalam peradaban Islam. Selama
kurang lebih 700 tahun, sejak abad kedua hingga kesembilan Masehi, peradaban
Islam mungkin merupakan peradaban yang paling produktif dibandingkan peradaban
mana pun di wilayah sains, dan sains Islam beradapada garda depan dalam
berbagai kegiatan, mukai dari kedokteran sampai astronomi[16]
Dengan demikian sains Isalam
mecakup berbagai pengetahuan modern seperti kedokteran , astronomi, matematika,
fisika dan sebagainya yang dibangun atas arahan nilai-nilai Islami. Sementara studi Islam adalah pengetahuan yang
dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktikan dalam sejarah dan kehidupan
manusia, sedang pengetahuan agama adalah pengetahuan yang sepenuhnya diambil
dari ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya secara murni tanpa dipengaruhi sejarah,
seperti ajaran tentang akidah, ibadah, membaca Al Qur’an dan akhlak.
Dari tiga kategori ilmu keislaman
tersebut, maka muncullah apa yang dikenal dengan Madrasah Diniyah, yaitu
lembaga pendidikan yang secara khusus mengajarkan pengetahuan agama; Madrasah
Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, dan Institut Agama Islam yang di dalamnya
diajarkan studi Islam yang meliputi Tafsir, Hadist, Teologi, Filsafat, Tasawuf,
Hukum Islam, Sejarah Kebudayan Islam dan Pendidikan Islam. Kemudian muncul pula
Universitass Islam yang id dalamnya diajarkan berbagai ilmu pengetahuan modern
yang berbuasa Islam yang selanjutnya disebut Sains Islam.
d. Pengertian
Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alima,
artinya pengetahuan, dan ini sama dengan kata dalam bahasa Inggris, science,
yang berasal dari bahasa latin, scio atau scire,
yang kemudian di Indonesiakan menjadi sains. Kata ilmu
dalam bahasa Arab yaitu ‘ilm yang berarti memahami, mengerti, atau
mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti
memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui
masalah-masalah sosial, dan sebagainya.[17] Sehingga dapat diartikan,
ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu.[18]
Menurut Jujun S. Suriasumantri, ilmu
merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai
penddikan lanjutan dan perguruan tinggi.[19] Fungsi dari ilmu atau
pengetahuan ilmiah adalah menjelaskan, meramal, dan mengontrol.
Ilmu sains atau ilmu pengetahuan adalah
seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu
memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian
ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan
berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan
seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut
filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai
pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi (filsafat pengetahuan).
Ilmu atau pengetahuan ilmiah merupakan
salah satu jenis pengetahuan dalam kehidupan manusia. Ilmu adalah pengetahuan
sistematis dan taat asas tentang suatu obyek tertentu, yaitu gejala alamiah,
gejala sosial, dan gejala budaya. Gejala-gejala tersebut relative konkrit,
dalam arti dapat diamati dan dapat diukur. Apabila disusun ciri gejala yang
dikaji mulai dari yang konkrit sampai yang abstrak, maka rumpun dan disiplin
ilmu tersusun secara hierarkis, mulai dari fisika, kimia, biologi; kemudian
ilmu social dan ilmu hukum; sampai falsafah dan ilmu agama.[20]
Ilmu agama Islam merupakan bagian dari
rumpun ilmu-ilmu budaya dan ilmu-ilmu social. ‘Ulumul Qur’an, ‘Ulumul Hadits,
ilmu kalam, ilmu ushul fiqh,ilmu fiqh dan sejenisnya masuk dalam rumpun ilmu
budaya (humaniora) yang bersifat ideal dan normative. Sejarah peradaban Islam,
ilmu pendidikan Islam dan ilmu dakwah masuk dalam rumpun ilmu-ilmu social yang
sifatnya aktual dan empiris. Juga terdapat disiplin ilmu lain yang berkembang
terutama dalam rumpun ilmu-ilmu alamiah, antara lain astronomi dan geologi.[21]
Perintah menuntut ilmu dalam Alqur’an
dan hadits mendorong kaum muslimin pada abad pertama hijrah untuk menerjemahkan
berbagai buku dari bahasa Yunani, Persia, India, dan China ke dalam bahasa
Arab. Kemudian para filsuf muslim mengklasifikasi ilmu-ilmu tersebut secara
sistematis. Ini menjadi dasar bagi para ilmuwan muslim untuk mengembangkan
sains, terutama ilmu pengetahuan alam dan ilmu alatnya (matematika dan logika).
Nurcholis Madjid menjelaskan tentang
hubungan organik antara iman dan ilmu Islam. Menurutnya, ilmu adalah hasil
pelaksanaan perintah Tuhan untuk memperhatikan dan memahami alam raya
ciptaan-Nya, sebagai manifestasi atau penyingkapan tabir akan rahasia-Nya.[22] Sejalan dengan argument
ini juga dijelaskan oleh Ibnu Rusyd, seorang filosof muslim, dalam makalahnya “Fashl
al-maqal wa Taqrir ma Bain al-Hikmah wa al-Syari’ah min al-Ittishal”, bahwa
antara iman dan ilmu tidak terpisahkan, meskipun dapat dibedakan. Dikatakan
demikian karena iman tidak saja mendorong bahkan juga menghasilkan
ilmu serta membimbing ilmu dalam pertimbangan moral dan etis dalam
penggunaannya. Ilmu juga berbeda dari iman karena ilmu bersandar pada observasi
terhadap alam dan disusun melalui proses penalaran rasional (berpikir),
sedangkan iman bersandar pada sikap membenarkan atau mendukung pembenaran
berita yang dibawa oleh pembawa berita, yaitu nabi, yang menyampaikan berita
tersebut kepada umat manusia selaku utusan Allah (Rasul).[23]
e.
Pengertian Ilmu Keislaman
Ilmu keislaman adalah segala sesuatu yang bertalian dengan agama
Islam. Pada awalnya ilmu-ilmu Islam berkembang dalam bidang qiraah,
tafsir dan hadis. Kemudian menyusul ilmu fikih, ilmu-ilmu ini bertambah dan
berkembang sesuai dengan evolusi kemajuan masyarakat.
Pendidikan Islam Secara etimologis pendidikan diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab “Tarbiyah” dengan kata kerjanya “Robba” yang berarti mengasuh, mendidik,
memelihara.
Menurut pendapat ahli, Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah tuntutan di
dalam hidup tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan adalah menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
f.
Awal perkembangan Studi Islam
Ilmu keislaman pada zaman awal dilaksanakan di masjid-masjid. Mahmud Yunus
menjelaskan bahwa pusat studi Islam klasik adalah Makkah dan Madinah (Hijaz),
Basrah dan Kufah (Irak), Damaskus dan Palestina (Syam) dan Fistat (Mesir).
Studi Islam sekarang ini berkembang hampir diseluruh negara didunia, baik
didunia Islam maupun bukan negara Islam. Didunia Islam terdapat pusat-pusat
studi, seperti Universitas Al-Azhar di Mesir dan Universitas Ummul Qura di Arab
Saudi.
Di Indonesia, studi Islam (ilmu keisalaman tinggi) dilaksanakan di 14
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan 39 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN)
Studi Islam di negara-negara non Islam diselenggarakan dibeberapa negara antara
lain di India, Chicago, Los Angeles, London dan Kanada . begitulah studi Islam
sejak zaman awal pembentukan Islam hingga sekarang ini.
g.
Pengembangan Ilmu Keislaman
Kajian
ilmiah untuk ilmu-ilmu keislaman bisa dilakukan dengan memperhatikan dua hal.
Pertama, Ketentuan-ketentuan yang sudah tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan
Hadist shahih, terutama yang termasuk dalil qath’i tidak boleh digugat. Kedua,
yang menjadi kajian adalah hasil ijtihad ulama yang merupakan produk manusia;
sehingga hampir semua ilmu keislaman bisa menjadi lapangan kajian ulang secara
kritis sehingga memungkinkan untuk berkembang.
Saat ini
sudah saatnya untuk merekonstruksi yang diawali dengan dekonstruksi ilmu-ilmu
keislaman yang sudah dianggap baku, dengan melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut:
1)
Hasil karya
ulama yang lalu yang selama ini ditempatkan sebagai doktrin hendaknya
ditempatkan pada proporsi yang sebenarnya, yakni sebagai hasil ijtihad ulama
terdahulu. Disini diperlukan adanya ’’humanisasi ilmu-ilmu keislaman’’ sehingga
doktrin yang sakral tersebut menjadi sesuatu yang bisa tersentuh manusia.
2)
Melihat
hasil ijtihad tersebut secara kontektual, sehingga menjadi hidup dan mempunyai
nilai. Dengan demikian, kontekstualisasi terhadap hasil ijtihad masa lampau
perlu dikembangkan.
3)
Setelah
mampu menciptakan kontekstualisasi, barulah akan mampu mengadakan
reaktualisasi. Proses dekonstruksi–rekonstruksi yang meliputi relatifisasi
doktrin ilmu-ilmu keislaman tersebut harus diimbangi dengan arah timbal balik
mereposisi yang selama ini dianggap sekuler. Ilmu-ilmu yang selama ini dianggap
sekuler itu hendaknya diadakan ’’sakralisasi’’ atau lebih tepatnya pemberian
nilai-nilai agama sehingga akan semakin dekat dengan ilmu-ilmu keislaman.
Dalam konteks
dekonstruksi–rekonstruksi ini perlu dikaji secara mendalam dan serius terhadap
pemikiran-pemikiran ulama klasik secara akademis, obyektif dan dapat
dipertanggungjawabkan secara akademik pula. Sebagai contoh, selama ini,
khususnya diindonesia ketika menyebut nama al-Ghazali, termasuk ketika akan
mengkaji pemikirannya, sudah terjadi keputusan penilaian terlebih dahulu
sehingga hasilnya akan sangat bias.
Disini akan muncul dua kelompok
masyarakat yag berbeda. Pertama, sebelum mengkaji sudah membuat keputusan
kehebatannya, bahkan ada yang mengelompokkan sebagai orang suci yang tidak
bersalah, sehingga tidak ada lagi mampu melakukan kajian kritis, atau bahkan
tidak berani melakukannya karena khawatir dianggap su’ul adab. Kedua, sebelum
mengkaji sudah su’uzhan dan menilai negatif terlebih dahulu sehingga apapun
yang dihasilkan Al-Ghazali adalah jelek dan negatif. Kalau dunia pendidikan
masih terbawa kebiasaan seperti itu berarti kita belum mampu hidup didunia
akademaik. Kalau buku-buku filosof seperti Plato, Aritoteles dan lainnya masih
saja menjadi rujukan dan dianggap sebagai buku klasik dan serta masih dikaji,
mengapa ilmu-ilmu keislaman tidak banyak disentuh dan dikaji secara mendalam ? ini
memperkuat anggapan kita bahwa problemnya sebenarnya bukan pada esensinya,
tetapi pada pendekatan dan operasoinalisasinya.[24]
h.
Ilmu Keislaman di Indonesia
Pada awal
perkembangannya Islam di Indonesia, pendidikan Islam di Indonesia dilaksanakan
secara informal. Agama Islam datang ke Indonesia dibawa oleh para pedagang muslim.
Dalam
operasionalisasinya, mereka melakukan pendidikan dan menyebarkan agama Islam
dengan perbuatan, dengan contoh dan suri tauladan. Pada
waktu itu para pendakwah Islam melaksanakan penyiaran. Agama Islam kapan saja.,
dimana saja, dan kepada siapa saja yang ditemui oleh mereka. Pendidikan dan
pengajaran secara informal ternyata membawa hasil yang sangat baik. Mereka
dibiasakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan dengan didahului membaca
basmalah. Usaha-usaha pendidikan agama dimasyarakat yang kelak dikenal dengan
pendidikan non formal. Dimasyarakat yang kuata agamanya ada tradisi yang
mewajibkan anak-anak yang sudah berumur 7 tahun.
Modal pokok yang
dimiliki mereka adalah semangat menuntut ilmu agama bagi anak-anak.
Implementasi pendidikan dipusat-pusat pendidikan non formal seperti surau,
langgar, masjid, serambi rumah sang guru adalah berkumpul murid besar dan
kecil, kegiatan itulah yang menjadi cikal-bakal didirikannya pesantren, yang
mana tingkatan global pendidikannya disebut madrasah, lalu dipecah menjadi tiga
tingkatan (ibtidaiyyah, tsanawiyah dan ‘aliyah).
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat
di simpulkan bahwa, Metodologi adalah ilmu cara- cara dan langkah- langkah
yang tepat ( untuk menganalisa sesuatu) penjelasan serta menerapkan
cara.
Ilmu Keislaman adalah segala sesuatu
yang bertalian dengan agama Islam. Pada awalnya ilmu-ilmu Islam
berkembang dalam bidang qiraah, tafsir dan hadis. Kemudian menyusul ilmu fikih,
ilmu-ilmu ini bertambah dan berkembang sesuai dengan evolusi kemajuan
masyarakat.
Sedangkan pada dahulu penerapan Ilmu Keislaman pada zaman awal dilaksanakan
dimasjid-masjid. Mahmud yunus menjelaskan bahwa pusat studi Islam klasik adalah
mekkah dan madinah (Hijaz), Basrah dan Kufah (Irak), Damaskus dan Palestina
(Syam) dan Fistat (Mesir).
DAFTAR PUSTAKA
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam,(Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2003).
Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2000).
Yatimun
Abdullah, Studi Islam Kontemporer, (Jakarta: Sinar Grafika,
2006).
Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan
Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Paramadina, 1995).
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005).
Atho
Mudzhar, Pendekatan Studi Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007).
M. Djaelani, Ensklopedi Islam, (Yogyakarta: Panji Pustaka,
2007).
Mukti
Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1991).
Abdul
Rozak, Metodologi Studi Islam, (Bandung:
Pustaka Setia, 2008).
Amin
Abdullah, Studi Agama Normativitas atau
Historisitas, (Yogyakarta;1996).
Mircea Aliade, W.C. Smith, et.all, Metodologi Studi Agama,
penerj. Ahmad Norma Permata, cet. 1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000
[1] Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 11
[2] M. Djaelani, Ensklopedi Islam,
(Yogyakarta: Panji Pustaka, 2007), cet.
I, hlm. 146.
[3] Abdul Rozak, Metodologi Studi Islam, (Bandung:
Pustaka Setia, 2008), hlm. 68
[4] Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm.
27
[5] Abdul Rozak, loc.cit, hlm. 68
[6] Ibid., hlm. 68
[7] Mukti Ali, 1990 : 40
[8] A.Mukti Ali,Metodologi Ilmu Agama Islam, dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli
Karim (Ed.), dalam Metodologi Penelitian
Agama Sebuah Penghantar, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1990), cet.II,
hal. 44
[9] A.Mukti Ali, Op. cit., hal.44
[10] Francis Bacon adalah ahli
filsafat dan negarawan Inggris. Sahamnya yang terbesar dalam bidang ilmu
pengetahuan adalah metode induktif dari ilmu eksperimental modern.
[11] Roger Barcon adalah ahli
filsafat skolastik Inggris. Ia pada zaman modern ini selalu diperingati karena
perhatiannya pada ilmu alam, eksperimen dan observasi langsung. Ia menganggap
bahwa sains adalah pelengkap dan tidak bertentangan dengan iman. Lihat Sayyed
Hossein Nasr, Menjelajah Dunia Modern, (terj.)
Hasti Tarekat, dari judul asli A Young
Muslim’s Guide In The Modern World, (bandung: Mizan, 1995), cet.II, hal.
162-163.
[12] Ibid.,hlm.45
[13] Ibid.,hlm.46
[14] Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta;1996),
cet.I,hlm.106.
[15] Cara melihat Islam sebagai
sebuah norma ini misalnya dijumpai pada pemikiran Mahmdu Syaltout yang membagi
Islam pada urusan akidah dan muamalah dalam bukunya berjudul Al-Islam Aqidah we Syari’ah; dan pada
Maulana Muhammad Ali dalam bukunya berjudul Islamologi
yang mengatakan bahwa Islam terdiri dari ajaran keimanan yang merupakan pokok
dan ajaran ibdah yang merupakan cabang.
[16] Sayyed Hussenin Nasr, Menjelajah Dunia Modern,op.cit.hal. 93
[17] http://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu,diunggah hari Sabtu, 18 Oktober 2014.
[18] http://kangmoes.com/artikel-tips-trik-ide-menarik-kreatif.definisi/pengertian-ilmu.html, diunggah hari Sabtu, 18 Oktober 2014.
[19] Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah
Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hlm. 19.
[20] http://pahangcut.blogspot.com/2012/12/landasan-dan-klasifikasi-ilmu-ilmu.html, diunggah hari Sabtu, 18 Oktober 2014.
[21] Lihat: Henri Marginau dan David Bergamini, The
Scientist, (New York: Time Corporated, 1964), hlm. 86-99
[22] Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban:
Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta:
Paramadina, 1995), hlm. 3-4.
[23] Atang Abdul Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi
Studi Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 18.
[24]
Dony Eko
Setiadi, Strategi Pengembangan Ilmu-Ilmu
Keislaman dalam Era Globalisasi, di http://google.co.id pada Senin, 20 Oktober
2014.
good....
BalasHapusthanks gan udah mau mampir di blog ane :)
HapusYou got a really useful blog I have been mega888 download malaysia here reading for about half an hour. I am a newbie and your post is valuable for me.
BalasHapusVery informative site, i must Online Casino Game Site Malaysia bookmark it, keep posting interesting articles...
BalasHapusThanks for the post. Im a big fan of the blog, i've even put a little bookmark right on the tool bar of 918kiss 2 my Firefox you'll be happy to find out!
BalasHapusSubsequently, after spending many hours on the internet at last We\'ve uncovered an individual that definitely does know what they are discussing many thanks a great deal wonderful post.
BalasHapusYou have a very good site, well constructed and very interesting i have bookmarked you, hopefully you keep posting new stuff, many thanks
BalasHapusYou got a really useful blog I have been here reading for about half an hour. I am a newbie and your post is valuable for me.
BalasHapuscarpets uae Spot on with this article, I really think this website needs more attention. I'll probably be back to read more, thanks for the info.
BalasHapusHalo nama saya Rehan Fahreza dari universitas UIN Sjech M Djamil Djambek Bukittinggi, izin ya pak/buk saya mecopy bagian latar belakangnya, sebelumnya terimakasih pak/ibu
BalasHapusDan juga dibagian Kesimpulannya juga🙏
Hapus